Keunggulan Geothermal Dibanding Energi Baru Terbarukan Lain

1 hour ago 3

Liputan6.com, Jakarta Pengembangan energi panas bumi atau geothermal dinilai tidak hanya bermanfaat positif bagi lingkungan, namun juga mampu mendorong perekonomian masyarakat.

“Pemanfaatan energi panas bumi sangat penting untuk mendukung penurunan emisi karbon dan memenuhi kebutuhan energi nasional,” ujar Pakar Geothermal Ali Ashat, Kamis (18/9/2025).

Ali menekankan bahwa pembangkit geotermal memiliki keunggulan dibanding energi baru terbarukan (EBT) lainnya karena dapat beroperasi penuh 24 jam. Hal ini layaknya pembangkit batu bara, namun dengan jejak karbon yang jauh lebih rendah.

“Geotermal menghasilkan emisi yang sangat kecil. Perbandingannya, jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000, geotermal hanya sekitar 100 atau bahkan kurang,” jelasnya.

Tak hanya itu, Ali juga meluruskan berbagai miskonsepsi soal panas bumi, termasuk kekhawatiran terkait dampak lingkungan seperti pencemaran air tanah atau eksploitasi berlebihan.

“Sumber energi panas bumi berada jauh di bawah permukaan bumi, terpisah dari sistem air tanah yang digunakan masyarakat. Jadi tidak mengganggu kebutuhan air warga. Selain itu, emisinya sangat rendah dibandingkan pembangkit konvensional,” tegasnya.

Ali mencontohkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang di Jawa Barat, yang telah beroperasi sejak 1983. PLTP ini, menurutnya, menjadi bukti konkret keberhasilan pengembangan energi hijau di Indonesia.

METI Sebut Kolaborasi PGE–PLN IP Jawab Tantangan Pengembangan Panas Bumi

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau PGE (IDX: PGEO) dan PT PLN Indonesia Power (PLN IP) menandatangani Head of Agreement (HoA) untuk mendorong agenda ketahanan energi nasional dan percepatan transisi menuju energi bersih.

Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Yudha Permana Jayadikarta,  menilai kerja sama ini sebagai langkah strategis. Ia percaya kolaborasi ini bisa menjadi awal yang baik untuk mencapai target 3 gigawatt (GW) yang dicanangkan oleh PGE di masa mendatang.

Yudha berharap, kolaborasi kedua BUMN di bidang energi ini dapat mengurai berbagai tantangan dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, mulai dari perizinan, aspek sosial, hingga isu lingkungan. “Pertama, kompleksitas perizinan antarinstansi ini tidak mudah,” ujarnya.

Namun, Ia mengingatkan agar seluruh proses pengembangan tetap sesuai koridor hukum yang berlaku. “Tentunya harus patuh kepada Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Perpres ini bertujuan untuk mempercepat transisi energi di sektor ketenagalistrikan dengan mendorong pengembangan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara,” papar Yudha di Jakarta.

Tantangan Selanjutnya

Lebih lanjut, Yudha mengatakan, tantangan selanjutnya adalah terkait teknologi dan pendanaan. Ia mengungkapkan, “Pengelolaan teknologi baru di lokasi remote dan aktivitas drilling menjadi tantangan operasional yang perlu diantisipasi dengan pendekatan teknis yang tepat.”

Menurutnya, jika tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi, pengembangan panas bumi berpotensi menarik investasi hingga USD 5 miliar, termasuk melalui penerbitan obligasi berwawasan lingkungan berkelanjutan (green bond). “Tetapi, reputasi yang baik dari PGE mampu berperan untuk menguatkan kepercayaan pendanaan dari luar," kata dia.

Sebagaimana diketahui, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) meneken Nota Kesepahaman (MoU) lewat dua entitas afiliasinya tersebut di Wisma Danantara Indonesia, Selasa (5/8).

Kesepakatan PGE dan PLN IP mencakup kerja sama pengembangan panas bumi yang difokuskan pada 19 proyek eksisting dengan total kapasitas sebesar 530 megawatt (MW).

Pengembangan ini meliputi tujuh proyek brownfield, delapan proyek yellowfield, dan empat proyek greenfield di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Hululais, Ulubelu, Lumut Balai, Lahendong, Kamojang, Sungai Penuh, dan Kotamobagu.

Pada kesempatan ini, kedua pihak juga menyepakati Perjanjian Komitmen Konsorsium untuk pengembangan proyek PLTP Ulubelu Bottoming Unit (30 MW) serta Lahendong Bottoming Unit 1 (15 MW) dengan menggunakan teknologi co-generation.

Peran Danantara

Kerja sama strategis antara PGE dan PLN IP merupakan bukti dukungan nyata dari PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih hijau melalui pemanfaatan energi panas bumi. Adapun sinergi ini difasilitasi oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia). 

Yudha menegaskan, Danantara memegang peran krusial sebagai penghubung strategis antar-BUMN, khususnya dalam mendorong optimalisasi pengembangan panas bumi nasional.

“Ketika kita bicara soal BUMN, maka ini adalah pemanfaatan kapasitas lintas BUMN yang bisa memperkuat rantai integrasi panas bumi nasional dan ini sejalan dengan skema kolaborasi melalui Danantara,” kata Yudha.

Lebih dari itu, jika memperhatikan tantangan dan mitigasinya, Yudha menilai PGE dan PLN IP akan melaksanakan kerja sama yang baik, apalagi dengan adanya peran Danantara.

“Dengan Danantara, maka bisa terjalin kerja sama untuk mempercepat proyek eksisting melalui skema joint. Ini bisa juga memperkuat kedaulatan energi nasional,” ujarnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |