Menaker Akui Ada PHK di Industri Tekstil, Tapi Jumlah Tenaga Kerja juga Bertambah

6 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengklaim, sektor ketenagakerjaan di sektor industri tekstil masih dalam kondisi stabil. Meskipun ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), ia menyebut itu bisa ditutupi dengan adanya penambahan tenaga kerja baru.

Menaker tidak memungkiri angka PHK saat ini memang relatif lebih tinggi dari tahun lalu. Namun, ia merujuk pada hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus tahun lalu, dimana jumlah tenaga kerja di sektor industri pakaian jadi mengalami peningkatan.

"Terkait dengan survei dari Sakernas, jumlah tenaga kerja sektor industri pakaian malah terjadi peningkatan, Agustus 2024 dibandingkan Agustus 2023. Tapi ini memang potret tahun lalu," kata Menaker dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (5/5/2025).

Mengutip data Sakernas, jumlah tenaga kerja sektor industri pakaian jadi pada Agustus 2024 sekitar 2.895.881 orang. Lebih tinggi dari Agustus 2023 sebanyak 2.693.406 orang.

Adapun total jumlah tenaga kerja yang mencari nafkah di sektor industri TPT per Agustus 2024 sebanyak 3,97 juta orang. Industri TPT sendiri diklaim berkontribusi terhadap jumlah penyerapan tenaga kerja manufaktur sebesar 20,51 persen.

"Jumlah tenaga kerja pada sektor industri tekstil itu relatif lebih stabil. Jadi ini adalah gambaran yang lebih real bagaimana ada PHK, kemudian ada pertumbuhan industri juga," tegas Menaker.

Selain dari sisi jumlah tenaga kerja, Menaker berkesimpulan bahwa terjadinya penutupan industri turut diikuti oleh perluasan dan investasi baru. Dengan acuan laporan per kuartal III 2024, dimana produk domestik bruto (PDB) di industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh 3,32 persen.

Sementara investasi asing (PMA) di sektor tersebut secara kumulatif meningkat 101,8 persen, meskipun pemasukan modal dari dalam negeri (PMDN) turun 15,58 persen.

"Kalau dilihat investasi PMA dan PMDN memang ada peningkatan dan penurunan, menunjukan sebuah dinamika. Sehingga yang memang ditunggu dari pemerintah adalah antisipasi dan mitigasi," ujar Menaker Yassierli.

Antisipasi Perusahaan Tekstil Pailit

Menurut dia, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah antisipatif guna mencegah perusahaan di sektor industri TPT pailit. Antara lain, kebijakan fiskal dan insentif pajak dalam bentuk penundaan pembayaran pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri terdampak krisis, hingga pengurangan pajak korporasi.

Lalu, bantuan subsidi untuk membuat ongkos produksi lebih terjangkau dan stimulus ekonomi dalam bentuk pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) berbunga rendah.

Kemudian, dukungan restrukturisasi utang melalui bank-bank BUMN, proteksi industri dalam negeri, diversifikasi pasar ekspor, hingga program digitalisasi dan inovasi industri.

"Pemerintah telah melakukan upaya atasi PHK. Mulai dari kebijakan fiskal dan insentif pajak, stimulus ekonomi dan subsidi, dukungan restrukturisasi utang, proteksi industri dalam negeri, diversifikasi pasar dan ekspor, serta digitalisasi dan inovasi industri," tutur Menaker.

24.036 Orang Kena PHK hingga April 2025, Terbanyak di Jawa Tengah

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli melaporkan perkembangan total aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tembus 24.036 orang hingga 23 April 2025. Jumlah ini hampir sepertiga dari total angka PHK di sepanjang 2024 lalu, yang memakan korban 77.565 orang.

"Saat ini sudah terdata sekitar 24 ribu orang (kena PHK). Jadi sudah sepertiga dari tahun 2024. Jadi kalau ada yang bertanya, PHK year to year saat ini dibanding tahun lalu memang meningkat," ujar Menaker dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (5/5/2025).

Menurut catatannya, aksi PHK terbanyak terjadi di Jawa Tengah dengan 10.692 orang. Disusul Jakarta dengan 4.649 orang, dan Riau dengan 3.545 orang.

Sementara industri pengolahan jadi sektor industri terbanyak PHK, dengan 16.801 orang. Diikuti sektor perdagangan besar dan eceran dengan 3.622 orang, dan aktivitas jasa lainnya sebanyak 2.012 orang.

25 Penyebab

Melihat data itu, Menaker membedah apa saja penyebab gelombang PHK. Ia menemukan 25 penyebab, dimana 7 di antaranya jadi yang paling dominan. Pertama, karena perusahaan rugi/tutup lantaran pasar di dalam/luar negeri mengalami penurunan.

Lalu, adanya aksi relokasi/pindah kantor untuk mencari upah pekerja lebih murah, kasus perselisihan hubungan industrial, tindakan balasan pengusaha akibat mogok pekerja, efisiensi perusahaan dengan mengurangi jumlah pegawai, transformasi/perubahan bisnis, hingga pailit.

"Jadi penyebab PHK beragam. Jadi ketika ditanya mitigasinya seperti apa, tentu kita harus melihat case by case-nya seperti apa," kat Menaker.

Read Entire Article
Bisnis | Football |