Strategi Berdarah CEO Baru Nestle: PHK 16.000 Karyawan Global

21 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan raksasa produk makanan dan minuman asal Swiss, Nestle, berencana pangkas 16.000 karyawan secara global. Dari jumlah total tersebut, sekitar 12.000 posisi staf kantoran (white-collar jobs) dan 4.000 posisi tambahan akan dhapus secara bertahap selama dua tahun ke depan.

Langkah ini menjadi bagian dari strategi CEO baru, Philipp Navratil, untuk mempercepat transformasi dan memperbaiki kinerja perusahaan yang tengah menurun. Ia mengatakan restrukturisasi ini dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan memperkuat daya saing perusahaan.

“Kami sedang mengubah cara kerja kami. Nestle akan menyederhanakan struktur organisasi dan mengotomatisasi proses kerja,” ungkap Navratil melalui unggahannya di LinkedIn.

Nestle belum menjelaskan secara rinci bagaimana rencana otomatisasi akan dijalankan. Namun, juru bicara perusahaan menegaskan bahwa langkah ini tidak hanya tentang mengganti manusia dengan teknologi, tetapi juga merupakan bagian dari transformasi besar di seluruh lini bisnis. 

Dilansir dari CNBC, Jumat (17/10/2025), kabar PHK besar-besaran ini justru disambut positif oleh investor. Pada Kamis (17/10), saham Nestle mengalami peningkatan sebesar 9,3% dan turut mendorong kinerja sektor makanan dan minuman Eropa yang menguat lebih dari 4% di akhir sesi perdagangan.

Di bawah kepemimpinan CEO sebelumnya, Laurent Freixe, Nestle telah menjalankan program efisiensi senilai 2,5 miliar franc Swiss atau sekitar Rp 48 triliun. Kini, nilai efisiensi tersebut ditargetkan mengalami peningkatan hingga 3 miliar franc Swiss pada akhir 2027.

Perusahaan juga mencatat pertumbuhan organik sebesar 4,3% pada kuartal ketiga, melebihi perkiraan analis. Pertumbuhan ini terjadi di tengah kondisi pasar yang tidak menentu akibat tarif impor AS serta kenaikan harga bahan baku seperti kakao dan kopi.

Bakal Terus Bergerak Positif

Yang menarik, indikator Real Internal Growth (RIG) Nestle membaik di kuartal ketiga dengan pertumbuhan 1,5% setelah sempat turun di kuartal sebelumnya. Hasil ini mencerminkan kefektifan upaya perusahaan dalam mendorong pertumbuhan investasi. 

Penurunan RIG di kuartal kedua sempat membuat performa saham Nestle melemah. Namun menjelang laporan terbaru, analis HSBC memperkirakan RIG akan kembali mencatat hasil positif berkat perbandingan yang lebih mudah, manfaat tambahan dari langkah internal perusahaan, serta dampak kenaikan harga yang mulai berkurang.

Meski begitu, kinerja Nestle di kawasan Tiongkok Raya masih tertinggal. Wilayah ini menekan pertumbuhan organik sebesar 0,8% dan RIG sebesar 0,4%. Nestle menegaskan bahwa manajemen baru sudah ditempatkan di wilayah tersebut dan kini menjalankan rencana transformasi bisnis. 

Menurut Kepala Riset Saham Konsumen Eropa di Kepler Cheuvreux, Jon Cox, strategi Nestle yang memfokuskan upaya pada lini bisnis unggulan dan memperbaiki unit yang lemah telah mendorong penjualan perusahaan di kuartal ketiga dengan hasil yang melebihi ekspektasi.

“Secara keseluruhan hasilnya sangat positif dan tampak jelas bahwa secara operasional Nestle mulai menunjukkan perbaikan. Pergantian manajemen yang terjadi musim panas lalu kini mulai mereda,” ujar Cox.

Ia menambahkan, saham perusahaan kemungkinan akan terus bergerak positif.

Tahun Penuh Gejolak

Perusahaan besar asal Vevey ini menghadapi tekanan besar dari investor karena kinerja operasional dan harga saham yang tertinggal dari para pesaing. 

Sejak mencapai masa puncaknya pada Desember 2021, saham Nestle terus mengalami penurunan hingga lebih dari 40%, termasuk penurunan 9% dalam 12 bulan terakhir.

Nestle menjalani tahun yang penuh gejolak setelah CEO-nya, Laurent Freixe, diberhentikan pada 1 September akibat masalah hubungan pribadi yang tidak diungkap ke publik.

Posisi tersebut kini dijabat oleh Philipp Navratil, mantan CEO divisi Nespresso. Ia berkomitmen untuk sepenuhnya mendukung arah strategis perusahaan dan rencana yang telah disusun guna mendorong kinerja Nestle, serta berjanji untuk mempercepat pelaksanaan dan meningkatkan rencana penciptaan nilai perusahaan.

Dua minggu setelah pergantian itu, Nestle kembali mendapat tekanan untuk mempercepat pengunduran diri Ketua Dewan, Paul Bulcke. Ha ini terjadi karena tekanan dari pemegang saham institusional terkait penanganan kasus Freixe.

Bulcke, yang juga pernah menjabat sebagai CEO Nestle, akhirnya mengundurkan diri lebih awal dari waktu yang sudah direncanakan. Ia menyerahkan jabatannya kepada Pablo Isla, Wakil Ketua dan Ketua Dewan terpilih sekaligus mantan CEO Inditex. Isla semula dijadwalkan mengambil alih posisi tersebut pada RUPS Nestle April 2026.

Para analis menilai duet kepemimpinan baru ini perlu bekerja keras untuk memulihkan kepercayaan investor.

“Banyak investor jangka panjang perlu lebih mengenal sosok baru ini sebelum kembali optimistis terhadap Nestle,” tulis analis Deutsche Bank dalam catatan mereka pada September.

Pertumbuhan di Tiongkok

Sementara fokus utama perusahaan akan tertuju pada pemulihan pertumbuhan volume dan bisnis di Tiongkok. Investor jangka panjang juga menunggu kabar terbaru terkait penjualan sebagian unit bisnis air minum Nestle yang masih merugi, unit bisnis vitamin yang belum pulih, serta rencana atas kepemilikan 20% saham Nestle di L’Oréal

Sekarang kami harus bekerja lebih keras dan bergerak lebih cepat untuk mempercepat momentum pertumbuhan,” ungkap Navratil dalam pernyataan resminya. Ia juga menambahkan, “Ke depan, Nestle akan lebih selektif dalam penggunaan sumber daya dan fokus pada peluang serta bisnis dengan potensi keuntungan tertinggi.”

Read Entire Article
Bisnis | Football |