Masuk 10 Negara Penghasil Emas Terbesar di Dunia, Ini Tantangan Indonesia

1 day ago 7

Liputan6.com, Jakarta Indonesia kembali mencatatkan namanya dalam jajaran 10 negara penghasil emas terbesar di dunia. Hal ini terungkap dalam laporan yang dikeluarkan oleh Investing News Network yang mengacu pada data dari United States Geological Survey (USGS).

Menanggapi hal ini, Direktur Portofolio dan Pengembangan Usaha MIND ID, Dilo Seno Widagdo, memberikan penjelasan mengenai kondisi produksi dan dinamika pasar emas saat ini.

Menurut Dilo, produksi emas Indonesia melalui MIND ID saat ini berkisar di angka 130 ton per tahun. Meski demikian, permintaan dalam negeri juga terus mengalami pertumbuhan signifikan.

"Sekarang kira-kira produksinya kita itu 130 ton per tahun, kira-kira ya, gue nggak tahu persisnya gimana. Tapi market-nya, demand-nya kita ini, grow dari 70 ton ke 100 ton," kata Dilo dalam Ngobrol Eksklusif di Graha CIMB Niaga, Kamis (17/4/2025).

Tantangan Hilirisasi

Namun, Dilo mengakui bahwa meskipun Indonesia mampu memproduksi emas dalam jumlah besar, saat ini masih terdapat tantangan di sisi produksi yang membuat Indonesia tetap melakukan impor emas.

"Nah, memang sebagian dari orang berinvestasi untuk upstream, ini kan pasti butuh—harus sudah ada jaminan siapa yang mau offtake gitu, jadi dia memang sudah ada offtake yang memang nggak ekspor gitu. Hari ini, karena memang kita banyak gangguan dari sisi produksinya, kita masih impor," jelasnya.

Fenomena Lonjakan Permintaan Emas

Lebih lanjut, Dilo menjelaskan fenomena lonjakan permintaan emas yang terjadi belakangan ini. Ia menyebutkan bahwa pembelian emas sering kali dikaitkan dengan transaksi valuta asing, khususnya dolar Amerika Serikat (USD).

"Harga emasnya naik turun juga. Nah, hari ini terjadinya emas, demand-supply-nya berubah, sehingga indeksnya naik. Dolarnya menguat, jadi dua-duanya naik—ini eksponensial, membuat harga emas lonjakannya eksponensial," ujarnya.

Dilo juga menyoroti pola tahunan penguatan dolar di bulan April hingga Juli, yang biasanya disebabkan oleh jatuh tempo obligasi dan penarikan dividen. Ini membuat kebutuhan terhadap dolar meningkat, yang kemudian berpengaruh pada harga emas.

Menariknya, Dilo menekankan bahwa lonjakan harga emas bukan disebabkan oleh aksi spekulatif masyarakat seperti antrean di Antam, melainkan karena pergerakan besar dari institusi global.

"Yang bikin indeks emas naik itu bukan karena antre di Antam. Itu kecil pengaruhnya. Yang besar itu bank sentral, kayak Polandia dan China, mereka mulai geser cadangan devisanya ke emas," jelas Dilo.

Negara-negara tersebut, lanjutnya, mulai menaikkan porsi emas dalam cadangan devisa mereka dari sekitar 5% menjadi 12–15%. Hal ini menunjukkan kepercayaan pada emas sebagai aset lindung nilai, terutama di tengah ketidakpastian global seperti konflik Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah.

"Karena emas dianggap lebih resilient pada saat Ukraina-lah, Middle East-lah, apalah itu—dia lebih punya ketahanan terkait sama global issues," ujarnya.

Potensi Emas di Indonesia

Negara kita menempati urutan ke-10 dengan total produksi emas mencapai 100 metrik ton (MT) pada tahun 2024. Tambang Grasberg yang terletak di Papua, hasil kolaborasi antara Freeport-McMoRan dan pemerintah Indonesia, menjadi tambang emas terbesar di Indonesia dengan total produksi yang mencapai 1,86 juta ons emas pada tahun 2024.

Grasberg merupakan gunung emas yang sedang dieksplorasi. Saat ini, aktivitas penambangan telah beralih dari permukaan ke bawah tanah, sehingga telah terbentuk lubang yang sangat besar di lokasi tambang Grasberg.

Selain Grasberg, terdapat beberapa gunung emas lainnya yang juga sedang digali oleh perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa potensi sumber daya mineral di tanah air masih sangat besar dan belum sepenuhnya tergali.

Read Entire Article
Bisnis | Football |