Liputan6.com, Nusa Dua - Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono mengatakan pelaksanaan asuransi wajib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) harus melalui tahapan regulasi.
Ogi menegaskan saat ini belum memungkinkan bagi OJK untuk mengeluarkan peraturan sebelum regulasi di tingkat pemerintah dirampungkan.
“Jadi, untuk asuransi wajib sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang PPSK sekarang itu didahului dengan penyesuaian peraturan pemerintah yang dikonsultasikan juga ke DPR yang terdiri melalui Komisi 11 yang membawahi sektor jasa keuangan,” ujar Ogi dalam acara Konferensi Pers Indonesia Insurance Summit 2025, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Dalam prosesnya, OJK telah melakukan berbagai kajian terhadap praktik asuransi wajib di negara lain, terutama asuransi wajib Third Party Liability. Meski demikian, substansi kebijakan yang akan dikeluarkan belum dapat dibuka ke publik sampai regulasi pemerintah selesai disusun.
“Tentunya untuk tidak membuat publik menjadi bertanya-tanya atau menduga-duga kami belum bisa menyampaikan substansi dari peraturan OJK-nya itu seperti apa karena nanti akan ada pertanyaan yang lanjut yang sebenarnya itu belum ditetapkan dalam peraturan pemerintahnya,” lanjutnya.
Ogi juga menjelaskan penyusunan peraturan OJK harus mengikuti prosedur penyusunan regulasi yang telah ditetapkan. Saat ini, OJK telah menyiapkan kajian dan referensi praktik-praktik terbaik yang akan menjadi dasar saat regulasi tersebut diterbitkan.
OJK: Asuransi Harus Jadi Pilar Utama Ketahanan Nasional
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, menyerukan perubahan paradigma besar terhadap posisi industri asuransi dalam sistem keuangan nasional.
Ia menegaskan asuransi tidak bisa lagi hanya dipandang sebagai pelengkap sektor keuangan, melainkan harus diakui sebagai pilar utama ketahanan nasional.
Di tengah era yang penuh ketidakpastian dan risiko yang semakin kompleks, Ogi menekankan industri asuransi memiliki peran strategis dalam memastikan Indonesia yang tangguh, inklusif, dan berdaya saing.
Ogi juga menambahkan peran asuransi seharusnya setara dengan perbankan dan kebijakan fiskal dalam menjaga kestabilan sistem keuangan.
“Di era risiko yang semakin kompleks, asuransi seharusnya menjadi pilar utama ketahanan nasional, berdampingan dengan sistem perbankan, fiskal, dan ekosistem keuangan lainnya,” kata Ogi dalam sambutannya di acara Indonesia Insurance Summit, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Lebih lanjut, Ogi menuturkan, kontribusi sektor perasuransian terhadap PDB Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hingga akhir 2024, rasio aset industri asuransi terhadap PDB kita baru mencapai 5,12 persen. Angka ini menjaminkan masih terdapat ruang pertumbuhan bagi industri perasuransian yang sangat besar.
Perusahaan Asuransi Perlu Fokus Produk Dasar saat Daya Beli Melemah
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas Dewan Asuransi Indonesia (DAI), Ignasius Jonan, menyarankan agar pelaku industri asuransi lebih memperhatikan kondisi dalam membuat produk asuransi, khususnya di tengah kondisi daya beli masyarakat yang menurun.
Dia menuturkan, perusahaan asuransi sebaiknya fokus pada produk-produk dasar yang memang dibutuhkan, baik oleh segmen ritel maupun korporasi.
"Kalau saran saya dari sisi produsen atau perusahaan asuransi, sebaiknya fokus kepada beberapa jenis produk yang basic dan memang dibutuhkan oleh masyarakat baik retail maupun korporasi,” ujar Jonan dalam sesi diskusi Indonesia Insurance Summit 2025, di Nusa Dua, Bali, Kamis (22/5/2025).
Ia menilai, produk-produk asuransi yang bersifat kompleks atau mengandung unsur pengelolaan aset cenderung mengalami penurunan permintaan. Hal ini, menurutnya, tak lepas dari tekanan terhadap daya beli masyarakat serta persoalan reputasi dan tata kelola yang masih menjadi tantangan industri.
“Kalau produk asuransi yang pengelolaan bentuk asset management segala macam, saya pikir pasti turun. Karena daya beli masyarakat turun dan sebagainya, soal reputasi, soal governance,” jelasnya.
Jonan juga mengomentari pendekatan produsen yang menciptakan produk asuransi inovatif tanpa mempertimbangkan kebutuhan nyata masyarakat. Ia mencontohkan asuransi kendaraan atau kecelakaan saja belum menjadi kewajiban umum, padahal itu termasuk produk dasar.
Adapun, dalam pandangannya, menjaga kepercayaan publik menjadi hal penting agar sektor asuransi tetap relevan dan dipercaya.