Liputan6.com, Jakarta Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memberikan dampak signifikan pada industri otomotif nasional. Menurut Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, situasi ini menyebabkan pelemahan ekonomi, kenaikan harga, dan inflasi, yang serupa dengan dampak perang antara Rusia dan Ukraina.
"Sangat berdampak (perang dagang), karena kan perang dagang itu memberikan tax barrier, sehingga terjadi inflasi, kenaikan harga. Dan ini membuat ekonomi melemah. Permintaan juga melemah akibatnya ekspor padat karya juga turun drastis," ujar Bob Azam di Jakarta dikutip Sabtu (30/3/2025).
Bob Azam menjelaskan bahwa banyak negara kini lebih berfokus pada permintaan domestik. Oleh karena itu, kebijakan insentif melalui relaksasi pajak sangat diperlukan untuk meningkatkan daya beli dan mendorong penjualan.
Untuk bergantung terhadap ekspor tuh berat dalam situasi saat ini. Maka dari itu, insentif berupa relaksasi pajak diperlukan untuk mendongkrak daya beli masyarakat, jelasnya.
Sebagai contoh, Vietnam dan Malaysia juga menerapkan kebijakan insentif relaksasi pajak untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Nah jadi kembali lagi, bagaimana seperti Vietnam yang juga menurunkan PPN-nya, kemudian Malaysia juga terus memberikan insentif, terang Bob Azam.
Bob Azam menekankan bahwa kebijakan pajak seharusnya tidak hanya berorientasi jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan dampak jangka panjang.
"Kita harus pelajari sektor mana yang insentif pajaknya bisa kembali dalam waktu tertentu. Ada yang bisa balik dalam 6 bulan, 1 tahun, atau bahkan 3 tahun. Yang terpenting ada perhitungan jelas, jangan sampai kita bertahan tanpa solusi dan kondisi terus memburuk," ungkap Bob Azam.
Ketidakadilan Kebijakan Pajak
Ia juga menyoroti ketidakadilan dalam kebijakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), di mana mobil Low Cost Green Car (LCGC) masih dikenakan pajak, sementara beberapa kendaraan mewah justru dibebaskan dari PPnBM.
"Ini menurut saya kurang adil, harusnya kebijakan ini dapat lebih mempertimbangkan daya beli masyarakat bawah," tuturnya.
Menurut Bob Azam, industri otomotif memiliki efek berganda yang signifikan terhadap perekonomian. Dengan rantai pasok yang luas, sektor ini menciptakan banyak lapangan pekerjaan, mendukung industri komponen, dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan pajak daerah melalui pajak kendaraan.
"Industri otomotif juga berkontribusi besar terhadap ekspor. Jadi, tidak ada salahnya pemerintah memberikan dukungan lebih untuk sektor ini, tutup Bob Azam.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyoroti peluang Indonesia untuk memperkuat industri otomotif domestik melalui kebijakan tarif resiprokal yang direncanakan oleh Amerika Serikat. Dengan membangun kerja sama yang erat dengan negara-negara di kawasan selatan (global south), Indonesia dapat memanfaatkan momen ini untuk memperkuat posisinya dalam industri otomotif dunia. "Setiap tantangan pasti ada peluang, itu yang kita harus cari. Di antaranya bagaimana kita membangun aliansi di antara negara-negara global south," ungkap Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, dikutip Jumat (21/3/2025). Kerja sama ini penting mengingat perbedaan pasar otomotif antara negara selatan dan negara utara, di mana negara utara sudah beralih ke bahan bakar dengan standar euro 6. Bob Azam menekankan bahwa Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan negara-negara selatan seperti India dan Brasil untuk pertukaran bahan bakar etanol dan biosolar. Langkah ini tidak hanya mendukung industri otomotif tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional. Jika kita bisa bertukar dengan negara-negara tersebut, itu akan sangat menguntungkan. Kita bisa mendapatkan etanol dari mereka, dan mereka dapat memperoleh biosolar dari kita. Kerja sama seperti ini perlu dikembangkan ke depan, tambahnya. Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani memorandum yang mengarahkan pemerintahannya untuk menetapkan tarif resiprokal yang setara terhadap setiap mitra dagang asing. Donald Trump telah memutuskan bahwa demi keadilan, AS akan mengenakan tarif resiprokal, yang berarti berapa pun tarif yang dikenakan negara lain kepada AS, maka akan mengenakan tarif yang setara, tidak lebih dan tidak kurang.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menyoroti peluang Indonesia untuk memperkuat industri otomotif domestik melalui kebijakan tarif resiprokal yang direncanakan oleh Amerika Serikat.
Dengan membangun kerja sama yang erat dengan negara-negara di kawasan selatan (global south), Indonesia dapat memanfaatkan momen ini untuk memperkuat posisinya dalam industri otomotif dunia.
"Setiap tantangan pasti ada peluang, itu yang kita harus cari. Di antaranya bagaimana kita membangun aliansi di antara negara-negara global south," ungkap Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, dikutip Jumat (21/3/2025).
Kerja sama ini penting mengingat perbedaan pasar otomotif antara negara selatan dan negara utara, di mana negara utara sudah beralih ke bahan bakar dengan standar euro 6. Bob Azam menekankan bahwa Indonesia dapat menjalin kerja sama dengan negara-negara selatan seperti India dan Brasil untuk pertukaran bahan bakar etanol dan biosolar. Langkah ini tidak hanya mendukung industri otomotif tetapi juga memperkuat ketahanan energi nasional.
Jika kita bisa bertukar dengan negara-negara tersebut, itu akan sangat menguntungkan. Kita bisa mendapatkan etanol dari mereka, dan mereka dapat memperoleh biosolar dari kita. Kerja sama seperti ini perlu dikembangkan ke depan, tambahnya.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menandatangani memorandum yang mengarahkan pemerintahannya untuk menetapkan tarif resiprokal yang setara terhadap setiap mitra dagang asing.
Donald Trump telah memutuskan bahwa demi keadilan, AS akan mengenakan tarif resiprokal, yang berarti berapa pun tarif yang dikenakan negara lain kepada AS, maka akan mengenakan tarif yang setara, tidak lebih dan tidak kurang.
Defisit Perdagangan
Memorandum tersebut menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi defisit perdagangan tahunan AS yang besar dan persisten serta mengatasi aspek-aspek lain yang dianggap tidak adil dan tidak seimbang dalam perdagangan dengan mitra dagang asing.
Melalui Rencana yang Adil dan Resiprokal, pemerintah AS berkomitmen untuk menentang pengaturan perdagangan non-resiprokal dengan mitra dagang melalui penetapan tarif resiprokal yang setara.
Pendekatan ini akan memiliki cakupan yang komprehensif, mengkaji hubungan perdagangan non-resiprokal dengan semua mitra dagang AS, ungkap rencana tersebut.