2 Rekrutan Musim Panas Chelsea Dilanda Frustrasi

Liputan6.com, Jakarta - Dua rekrutan musim panas Chelsea, Facundo Buonanotte dan Filip Jorgensen, dikabarkan mulai frustrasi dengan minimnya kesempatan bermain. Situasi ini muncul seiring performa The Blues yang kembali inkonsisten pada awal Desember. Tekanan kepada pelatih Enzo Maresca kini semakin besar di tengah tuntutan internal skuat.

Pada akhir November, Chelsea sempat menunjukkan progres. Kemenangan 3-0 atas Barcelona dan hasil imbang 1-1 melawan Arsenal memberi harapan bahwa proyek Maresca berada di jalur tepat. Namun, hasil tersebut tidak berlanjut. Dua kekalahan dari Leeds United dan Atalanta, serta hasil imbang melawan Bournemouth, memperburuk suasana ruang ganti.

Di tengah performa yang naik-turun, keputusan Maresca merotasi pemain dalam jumlah besar kembali dipertanyakan. Musim ini, ia sudah melakukan 119 perubahan dalam susunan starter, terbanyak di Inggris. Namun, tidak semua pemain mendapat bagian yang proporsional.

Facundo Buonanotte menjadi salah satu pemain yang paling terdampak. Chelsea mengeluarkan £2 juta (sekitar Rp39,6 miliar) untuk mendatangkan sang gelandang muda dari Brighton pada musim panas. Ekspektasinya jelas: memberi kedalaman sekaligus menjadi opsi progresif dalam skema Maresca.

Namun, realitas di lapangan jauh berbeda. Buonanotte baru tampil enam kali sepanjang musim, lalu melewati tujuh pertandingan berturut-turut tanpa dimainkan. Kondisi itu membuatnya dikabarkan mulai “frustrasi” karena tak kunjung mendapat menit bermain yang signifikan meski Chelsea kerap mengalami pasang-surut dalam performa.

Ketika tim kehilangan kreativitas di beberapa laga penting, absennya Buonanotte dari rotasi lini tengah justru memunculkan tanda tanya. Bagi pemain 20 tahun yang semestinya berada dalam masa percepatan perkembangan, situasi seperti ini berpotensi menghambat pertumbuhannya.

Dari sudut pandang klub, keputusan untuk meminjamkan pemain berbakat lalu jarang memainkannya menimbulkan pertanyaan besar. Sementara itu, dari perspektif pemain, wajar bila ia mempertimbangkan langkah berbeda bila kondisi terus berlanjut.

Filip Jorgensen menghadapi dilema yang lebih serius. Kiper berusia 23 tahun itu dibeli dengan harga £21 juta (sekitar Rp415 miliar) pada 2024. Ia datang dengan keyakinan mampu menantang Robert Sanchez untuk posisi penjaga gawang utama. Namun, hingga memasuki Desember, harapan itu belum terwujud.

Jorgensen dikabarkan “gatal ingin bermain” karena sadar bahwa duduk di bangku cadangan terlalu lama dapat mengancam peluangnya masuk skuad Denmark untuk Piala Dunia mendatang. Sebagai pemain muda yang sudah mendapat panggilan internasional, kehilangan jam terbang jelas menjadi ancaman besar bagi kariernya.

Beberapa laporan bahkan mengatakan bahwa Jorgensen mempertimbangkan mengajukan permintaan transfer pada Januari. Keputusan itu dianggap wajar mengingat ia hanya ingin memastikan masa depannya tetap berada pada jalur kompetitif. Bila Chelsea tidak memberi kejelasan mengenai perannya, peluang hengkang tentu semakin terbuka.

Situasi ini menempatkan Maresca dalam posisi sulit. Di satu sisi, ia membutuhkan stabilitas dalam pemilihan pemain. Di sisi lain, mempertahankan talenta muda tanpa memberi mereka peran berarti dapat menimbulkan ketegangan baru dalam skuat.

Akhir pekan ini, ketika Chelsea menjamu Everton di Stamford Bridge, Maresca tidak hanya dituntut menang. Ia juga harus mulai menunjukkan arah yang lebih jelas bagi para pemain muda yang tengah menuntut kesempatan. Jika tidak, Januari bisa menjadi bulan yang ramai dengan potensi kepergian dari ruang ganti The Blues.

Sumber: Metro.co.uk