APBN Defisit Rp 31,2 Triliun, Penerimaan Pajak Anjlok 30,19%

7 hours ago 1

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk bulan Januari hingga Februari 2025 mengalami defisit sebesar Rp 31,2 triliun, yang setara dengan sekitar 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Walaupun defisit ini tercatat, angka tersebut masih dalam batas yang telah ditetapkan dalam APBN, yang memperbolehkan defisit hingga 2,3% dari PDB atau sekitar Rp616,2 triliun.

"Dari total keseimbangan terjadi defisit sebesar Rp 31,2 triliun untuk posisi akhir Februari atau 0,13% dari PDB," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers APBN Kita Maret 2025, yang diadakan di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Kamis (13/3/2025).

Dia juga menjelaskan bahwa pada akhir Februari, pemerintah telah mengeluarkan belanja negara sebesar R p348,1 triliun, yang merupakan 9,6% dari total anggaran belanja yang direncanakan untuk tahun ini.

Belanja tersebut mencakup belanja Pemerintah Pusat yang mencapai Rp 211,5 triliun, terdiri dari belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp83,6 triliun (7,2% dari target belanja Kementerian/Lembaga) dan belanja non K/L sebesar Rp 127,9 triliun (8,3% dari target belanja non K/L).

"Hingga akhir Februari dengan berbagai terjadinya inpres, efisiensi dan lain-lain, kita masih melihat belanja negara Rp 348,1 triliun realisasi ini 9,6% dari total belanja yang akan dianggarkan tahun ini," kata Menkeu Sri Mulyani.

Di samping itu, transfer ke daerah juga menunjukkan perkembangan yang signifikan, dengan total transfer yang telah dilaksanakan hingga akhir Februari mencapai Rp 136,6 triliun, atau sekitar 14,9% dari total transfer yang direncanakan untuk tahun ini sebesar Rp 919 triliun.

"Untuk transfer lebih maju, kita sudah mentransfer ke daerah sampai akhir Februari mencapai Rp 136,6 triliun dari persentase lebih tinggi dari kecepatan Pemerintah pusat yaitu 14,9% dari total transfer tahun ini sebesar Rp 919 triliun," jelasnya.

Promosi 1

Pendapatan Negara pada bulan Januari dan Februari 2025.

Pada periode Januari hingga Februari, pendapatan negara tercatat mencapai Rp 316,9 triliun, yang setara dengan sekitar 10,5% dari target pendapatan untuk tahun 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 3.005,1 triliun. Sumber utama dari pendapatan ini adalah penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 240,4 triliun, yang rinciannya terdiri dari pajak sebesar Rp 187,8 triliun serta penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang berjumlah Rp 52,6 triliun.

Secara rinci penerimaan pajak negara mengalami penurunan signifikan pada awal 2025. Realisasi penerimaan pajak hingga 28 Februari 2025 hanya capai Rp 187,8 triliun. Angka ini turun drastis sebesar 30,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 269,02 triliun.

Selain itu, kontribusi dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tidak kalah signifikan, dengan total mencapai Rp 76,4 triliun. Di sisi lain, keseimbangan primer hingga akhir Februari 2025 menunjukkan surplus sebesar Rp 48,1 triliun, yang mencerminkan hasil yang positif meskipun masih ada catatan defisit. "Untuk posisi 2025 akhir Februari keseimbangan primer dalam posisi surplus R p48,1 triliun. Di dalam APBN UU nantinya kalau itu terlaksana semua adalah Rp 63,3 triliun masih defisit," ungkapnya.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit tersebut merupakan bagian dari strategi perencanaan pembiayaan yang telah disusun sebelumnya.

"Artinya, dua bulan pertama kita telah menentralisir pembiayaan cukup besar 35,7% implisit ada perencanaan dari pembiayaan yang front loading," tambahnya.

Ia menekankan bahwa dengan defisit yang masih terjaga dan pendapatan serta belanja yang menunjukkan perkembangan sesuai dengan rencana, pemerintah berkomitmen untuk mempertahankan kestabilan fiskal demi mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sepanjang tahun 2025.

Penundaan Laporan APBN KiTa untuk bulan Januari dan Februari.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan mengenai penundaan penyampaian laporan APBN KiTa untuk bulan Januari dan Februari 2025. Penundaan ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk media, yang mempertanyakan alasan di balik tidak disampaikannya laporan tersebut pada bulan Februari.

Sri Mulyani menyatakan bahwa penundaan ini dilakukan untuk memastikan stabilitas data yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran negara. Dia menambahkan bahwa ada berbagai faktor yang memengaruhi kinerja APBN di awal tahun, sehingga data yang tersedia belum cukup stabil untuk dipublikasikan.

Dalam konferensi pers APBN KiTa Maret 2025 yang berlangsung di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, pada Kamis (13/3/2025), Sri Mulyani mengungkapkan, "Banyak pertanyaan dari media, waktu itu bulan Februari tidak dilakukan (penyampaian APBN KiTa) untuk bulan Januari. Mungkin untuk menjelaskan beberapa hal yang emmang terkait pelaksanaan APBN di awal tahun kita melihat datanya belum stabil, karena berbagai faktor."

Bendahara negara ini menekankan bahwa penundaan tersebut diambil agar laporan yang disampaikan memiliki dasar yang lebih stabil dan dapat dibandingkan dengan akurat. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya interpretasi yang salah terkait pelaksanaan APBN.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menjelaskan, "Ini semua Kita pertimbangkan untuk kita menunggu data cukup stabil sehingga kami bisa memberikan suatu laporan mengenai pelaksanaan APBN KiTa 2025 dengan dasar yang jauh lebih bisa stabil dan diperbandingkan, sehingga tidak terjadi salah interpretasi."

Dengan demikian, langkah penundaan ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dan tepat mengenai kinerja anggaran negara di awal tahun, serta memastikan bahwa semua informasi yang disampaikan kepada publik adalah akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Read Entire Article
Bisnis | Football |