Gaji Layak pada 2025 Ternyata Segini, Sudah Sesuai dengan yang Diterima?

11 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah tekanan ekonomi yang terus meningkat, pertanyaan soal berapa sebenarnya gaji yang layak kembali mencuat. Banyak pekerja merasa bahwa penghasilan mereka saat ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi keinginan pribadi. Kenaikan harga barang pokok dan kebutuhan sehari-hari semakin memperkecil ruang gerak keuangan mereka.

Namun, definisi 'gaji layak' ternyata tidak sesederhana kelihatannya. Perbedaan sudut pandang antara pekerja dan pemberi kerja sering menjadi sumber konflik yang berlarut-larut. Apa yang dianggap cukup bagi pemberi kerja, belum tentu memenuhi ekspektasi pekerja yang hidup langsung dengan dampak kenaikan harga.

Pengamat keuangan Andy Nugroho menyatakan gaji layak sejatinya harus mampu mencukupi kebutuhan dasar manusia. Ia menekankan bahwa pemahaman ini harus dipisahkan dari konsep memenuhi gaya hidup atau keinginan konsumtif.

“Menurut saya yang disebut gaji yang layak tersebut adalah layak untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seorang manusia, bukannya layak dalam artian dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan serta gaya hidup yang diinginkan,” kata Andy kepada Liputan6.com, Jumat (25/4/2025).

Peran Lokasi dan Standar Regional

Penilaian terhadap kelayakan gaji juga sangat ditentukan oleh lokasi tempat tinggal. Besarnya biaya hidup antara kota besar dan daerah kecil bisa sangat berbeda. Maka, gaji yang dianggap cukup di satu kota bisa jadi jauh dari cukup di kota lain.

Itulah sebabnya Upah Minimum Regional (UMR) menjadi salah satu acuan penting dalam menentukan standar gaji. UMR disesuaikan dengan biaya hidup di tiap daerah dan menjadi patokan awal dalam menentukan gaji yang layak. Namun, Andy mengingatkan UMR bukan solusi mutlak karena belum tentu mencakup semua kondisi pribadi seseorang.

Bagi banyak orang, terutama yang memiliki tanggungan keluarga atau cicilan, UMR mungkin masih belum memadai. Oleh karena itu, penting untuk memiliki perhitungan mandiri berdasarkan kebutuhan aktual dan gaya hidup yang dijalani. Dengan begitu, kita bisa membuat keputusan keuangan yang lebih realistis dan bertanggung jawab.

Biaya Hidup

Sebagai gambaran, biaya hidup di Jakarta yang memiliki populasi 11,4 juta jiwa, ditaksir mencapai 14,83 juta. Mengutip temuan Numbeo dalam artikel Liputan6.com sebelumnya, biaya perkiraan bulanan hidup di luar sewa mencapai USD 515,30 atau sekitar Rp 8,40 juta.

Kemudian biaya sewa untuk satu kamar tidur di pusat kota sekitar USD 394,60 atau sekitar Rp 6,43 juta. Sehingga total biaya hidup di Jakarta diperkirakan mencapai USD 909,90 atau sekitar Rp 14,83 juta. Sedangkan berdasarkan data survei BPS, biaya hidup di Jakarta mencapai sekitar Rp 14,88 juta per bulan untuk rumah tangga yang terdiri dari dua hingga enam orang.

Mengenali Kebutuhan Pokok di Era Modern

Konsep kebutuhan pokok kini mengalami pergeseran. Jika dahulu hanya terbatas pada sandang, pangan, dan papan, kini daftar kebutuhan itu bertambah mengikuti perkembangan zaman. Kebutuhan komunikasi, seperti paket data internet, serta hiburan ringan pun kini dianggap sebagai bagian dari keseharian yang tak terpisahkan.

Andy menyebut bahwa meskipun beberapa kebutuhan modern tampak seperti kemewahan, nyatanya hal-hal tersebut kini menjadi bagian dari kebutuhan pokok yang relevan. Dalam dunia kerja yang semakin digital, akses internet bahkan menjadi keperluan dasar, bukan lagi sekadar pelengkap.

“Kalau dengan kondisi kebutuhan manusia saat ini berarti ditambah dengan kebutuhan komunikasi (paket data), hiburan, serta kebutuhan untuk membayar cicilan hutang bila ada,” ujar dia.

Bagaimana Jika Gaji Tidak Mencukupi?

Tidak semua orang memiliki kemewahan untuk hidup sesuai porsi keuangan ideal. Bagi sebagian besar masyarakat, realitanya adalah gaji bulanan bahkan belum mampu menutup seluruh kebutuhan pokok. Dalam situasi seperti ini, menyesuaikan gaya hidup adalah langkah pertama yang harus diambil.

Andy menganjurkan pendekatan realistis. Yakni bukan hanya mengencangkan ikat pinggang, tapi juga mulai mencari peluang tambahan. Penghasilan tambahan bisa datang dari pekerjaan sampingan, bisnis kecil-kecilan, atau keterampilan freelance yang dimiliki. Pendeknya, jangan bergantung pada satu sumber pendapatan saja.

“Gaya hidup disesuaikan dengan penghasilan, berusaha mendapatkan penghasilan tambahan. Bisa dengan cara bekerja ekstra, punya side job, berbisnis, dan lainnya,” jelasnya.

Strategi Mengatur Gaji agar Tetap Cukup

Mengelola gaji dengan cermat menjadi kunci utama agar penghasilan yang terbatas tetap bisa mencukupi kebutuhan. Tanpa perencanaan keuangan yang baik, pengeluaran bisa cepat membengkak tanpa disadari. Andy menawarkan pendekatan sederhana untuk membagi gaji ke dalam beberapa kategori yang proporsional.

Ia menyarankan alokasi pengeluaran sebagai berikut: 40% untuk kebutuhan harian (termasuk hiburan), 30% untuk cicilan atau utang, 20% untuk tabungan, dan 10% untuk kegiatan sosial atau amal. Pembagian ini memungkinkan seseorang menjaga keseimbangan antara kebutuhan hidup dan tujuan keuangan jangka panjang.

Tentu saja, pembagian ini bisa disesuaikan tergantung pada kondisi masing-masing individu. Yang terpenting adalah kesadaran untuk membatasi konsumsi dan memprioritaskan pengeluaran yang benar-benar esensial agar tidak terjebak dalam siklus kekurangan tiap akhir bulan.

Tetap Menabung Meski Penghasilan Terbatas

Menabung dan berinvestasi kerap menjadi hal yang dianggap mewah oleh mereka yang berpenghasilan pas-pasan. Namun, Andy meyakini bahwa kebiasaan menabung sebaiknya tetap dilakukan meski hanya dalam jumlah kecil. Yang terpenting adalah membentuk kebiasaan, bukan besaran nominalnya.

Ia menyarankan alokasi ideal sebesar 10% dari penghasilan untuk ditabung atau diinvestasikan. Namun dalam kondisi darurat, persentase tersebut bisa dikurangi sesuai kemampuan.

Yang penting, kegiatan menabung tidak sampai mengganggu pemenuhan kebutuhan dasar. “Jangan sampai karena memaksakan diri untuk menabung atau investasi bikin kita tidak bisa makan atau tidak bayar cicilan hutang,” tegas Andy.

Read Entire Article
Bisnis | Football |