Gaji di Atas UMR Jadi Incaran, Begini Keluh Kesah Buruh hingga Fresh Graduate

8 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Kebutuhan pada upah/gaji yang cukup kembali menjadi topik pembahasan masyarakat luas di media sosial, termasuk di antara lulusan baru (fresh graduate).

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Moh Jumhur Hidayat mengakui Jakarta menjadi salah daerah dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang tinggi. 

Namun, ia menilai, angka tersebut belum cukup besar untuk menyeimbangkan dengan biaya hidup di Ibu Kota yang kini cukup tinggi. Sebagai catatan, UMR Jakarta kini berada di kisaran Rp5,3-5,4 juta.

"Biaya hidup di Jakarta juga tinggi. Karena itu UMP yang tepat sekitar Rp 7 juta, bukan Rp 5,4 juta seperti sekarang ini,” ujar Jumhur kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Jumhur menyebut, terdapat sejumlah kebutuhan pokok yang digunakan untuk menentukan UMR. “Yang paling banyak mengambil porsi itu untuk tempat tinggal (kontrakan), transportasi dan kebutuhan pokok,” bebernya.

"Kalau sudah bisa dapat UMR ya itu baik sebagai semacam social safety net (jaring pengaman sosial), walau masih jauh dari Hidup Layak,” lanjutnya.

Lonjakan Pelamar PPSU dengan Gaji UMR dan Tunjangan Menjadi Sorotan

Dalam beberapa waktu terakhir, Jakarta mencatat lonjakan pelamar PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum)  yang mencapai 7.000 pelamar dalam 2 hari terakhir. Tawaran upah dengan besaran setara UMR serta tunjangan menjadi salah satu hal yang disorot masyarakat. 

Namun, pengamat menilai lonjakan ini menandai adanya kekurangan lapangan pekerjaan bagi populasi di Ibu Kota, yang terus mengalami peningkatan.

"Bukan hanya pelamar PPSU yang membludak, tetapi semua bursa lowongan kerja selalu dipadati pencaker  (pencari kerja). Masalahnya memang kita banyak pengangguran baik pengangguran terbuka (sekitar 5%) maupun pengangguran terselubung yang jumlahnya jauh lebih banyak,” Jumhur menyoroti.

Lulusan Baru Harapkan Dapat Upah Cukup Untuk Lebih Produktif

Seorang lulusan baru di Cipinang, Jakarta Timur, Fina (24) mengungkapkan ia sempat mematok pengajuan gaji setara UMR saat melamar pekerjaannya di sebuah perusahaan swasta di Jakarta Selatan.

Namun, seiring berjalannya waktu, dengan kebutuhan yang meningkat sebagai warga Jakarta, Fina mengaku semakin sulit untuk menghabiskan gaji UMR sesuai dengan kebutuhannya.

“Untuk cukup atau tidaknya itu tergantung dengan kebutuhan masing-masing, karena seperti yang kita tahu, semakin lama ini semakin banyak Gen Z yang juga membiayai orang tuanya di rumah,” cerita Fina kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (25/4/2025).

"Bagi saya, di saat itu, untuk memenuhi kebutuhan di Jakarta memang cukup sulit terlebih situasi ekonomi dan inflasi semuanya naik. Maka untuk saya bisa bertahan hidup (dengan gaji UMR) tidak cukup,” ia menambahkan.

Namun, Fina juga menilai, besaran UMR yang ideal tidak bisa ditentukan secara luas. Lantaran, kebutuhan hidup masyarakat Jakarta cukup beragam.

"Mungkin untuk awal-awal fresh graduate itu bisa (gaji) sesuai UMR, namun untuk pertambahan tahun, ketika kita perlu meningkatkan skill lebih banyak, mungkin dibutuhkan di atas UMR-saya bisa bilang 2 digit ya, karena bisa memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Seperti tadi saya bilang juga, sekarang ekonomi semakin lama semakin meningkat,” imbuhnya.

Apakah Gaji di Atas UMR Ideal?

Menurut Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Anggawira gaji di atas UMR memang ideal secara prinsip, selama ada korelasi antara kualitas SDM, produktivitas, dan beban hidup.

"Maka permintaan upah di atas UMR bisa dipahami dan bahkan diperlukan, terutama di sektor-sektor yang padat keahlian atau beroperasi di wilayah metropolitan,” katanya di Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Namun, harus diingat, UMR adalah angka minimum, bukan angka final. Banyak perusahaan memang memberikan upah di atas UMR jika melihat kompetensi yang dibawa karyawan sepadan dengan kebutuhan organisasi. Jadi wajar jika lulusan dengan kualifikasi dan soft skills yang baik menegosiasikan upah lebih tinggi,” ucapnya.

Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan, apakah pengusaha bisa mendukung hal itu? Menurut Angga, penyaluran gaji diatas UMR tergantung pada kapasitas usaha masing-masing sektor.

"Perusahaan besar dan mapan relatif mampu membayar di atas UMR, apalagi untuk posisi yang strategis," kata dia.

Lantaran, UMKM dan sektor padat karya, di sisi lain, masih banyak yang berjuang untuk sekadar mematuhi UMR, terutama dalam situasi pascapandemi dan kenaikan biaya operasional.

"HIPMI mendorong dua solusi utama: Peningkatan produktivitas dan efisiensi operasional, agar upah tinggi tidak menjadi beban, tapi konsekuensi wajar dari hasil kerja, serta Dukungan pemerintah berupa insentif, tax break, dan pelatihan vokasi, agar UMKM bisa berkembang dan mampu menggaji tenaga kerja secara layak,” tutupnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |