OJK: Pengguna Pindar Banyak Ibu Rumah Tangga

4 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, mengungkapkan bahwa perempuan mendominasi penggunaan produk keuangan digital, khususnya di sektor fintech. Berdasarkan data, sebanyak 50,3 persen peminjam di fintech adalah perempuan, sedikit lebih tinggi dibandingkan laki-laki yang sebesar 49,7 persen.

"Data menyatakan 50,3 persen dari peminjam di fintech itu perempuan, ya sama sih sebenarnya 49,7 persen (laki-laki) jadi perempuan lebih banyak menggunakan," kata Ismail dalam acara SiCantiks "Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah, di Menara Radius Prawiro, Jakarta, Senin (28/4/2025).

Namun, Ismail menekankan tingginya akses keuangan ini belum sepenuhnya dibarengi dengan tingkat literasi keuangan yang memadai. Dia menuturkan, literasi keuangan termasuk pengelolaan keuangan sangat penting, terlebih perempuan berperan besar dalam keluarga sebagai 'Menteri Keuangan', 'Menteri Pendidikan', dan 'Menteri Kesejahteraan'.

"Karenanya kita menganggap ibu-ibu menjadi sasaran yang tepat untuk kita garap di dalam literasi dan inklusi dengan membekali informasi-informasi dan pengetahuan tentang keuangan secara benar dan juga keuangan syariah secara khususnya," ujarnya.

Kata Ismail, sayangnya tingkat inklusi keuangan perempuan, terutama ibu rumah tangga, masih tergolong rendah. Data OJK mencatat tingkat inklusi perempuan baru mencapai 40,19 persen, sementara literasi keuangan syariah di kalangan perempuan hanya 13,32 persen.

OJK Nantikan data SNLIK BPS

Ismail menyebutkan, pihaknya tengah menantikan hasil terbaru Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang akan dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada awal Mei 2025.

Berdasarkan sinyal sementara, ada indikasi tingkat literasi dan inklusi perempuan mengalami sedikit penurunan dibandingkan laki-laki, berbeda dengan survei sebelumnya di mana perempuan mencatat angka lebih tinggi.

"Tetapi yang saya dengar data sementara, perempuan yang awalnya lebih tinggi dibanding per laki-laki di dalam segmentasi ini survei ini, kalau di survei ini memang perempuan literasinya lebih tinggi dibanding laki-laki," ujarnya.

Ungkap Modus Penipuan

Meski demikian, ia optimistis, perbedaan angka tersebut tidak akan terlalu besar. Ia juga menekankan pentingnya upaya bersama untuk memperkuat literasi dan inklusi keuangan perempuan di masa depan.

"Ini menjadi PR kita, meskipun pasti angkanya tidak beda-beda tipis ya dengan laki-laki tetapi tahun sebelumnya itu laki-laki lebih tinggi dan sekarang perempuan kemungkinan ya sinyal yang disampaikan itu menurun, jadi laki-laki lebih tinggi," ujarnya.

OJK Ungkap Modus Penipuan Scam

Ismail mengimbau masyarakat agar segera melaporkan kasus penipuan keuangan ke layanan Indonesia Anti-Scam Center (IASC). Ia mengungkapkan bahwa kecepatan pelaporan menjadi faktor krusial dalam menekan kerugian akibat penipuan.

"Kecepatan menjadi sangat penting di dalam IASC. Sekali ketipu, dalam waktu kurang dari 5 menit, segera telpon untuk bisa diblokir," ujarnya.

Ia menjelaskan, scammer biasanya segera membagi-bagi dana hasil penipuan ke beberapa rekening bank atau mengubahnya menjadi aset kripto agar sulit dilacak. Namun, dengan respons cepat, penyelamatan dana tetap bisa dilakukan.

"Karena dari scamer ini, itu akan melarikan uangnya dari, dipecah-pecah melalui beberapa bank, kemudian juga terakhir ini juga diarahkan kepada kripto, untuk bisa tidak dilacak gitu," jelasnya.

Alasan OJK Tak Naikkan Batas Usia Pindar Jadi 21 Tahun

Sebelumnya, Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Nasrullah mengatakan, OJK mendapatkan usulan dari asosiasi fintech untuk menaikkan batas usia peminjam dari 18 tahun menjadi 21 tahun.

"Nah kemarin saya bicara juga sama asosiasi, sebenarnya kalau 18 dihapus pun enggak ada masalah Pak, karena apa namanya, kecil sekali segmennya," kata Ahmad dalam Media Briefing OJK, Selasa (21/1/2025).

Namun, OJK tidak mengabulkan usulan tersebut, Ahmad menjelaskan keputusan untuk membatasi usia peminjam pada 18 tahun bukan tanpa alasan. Selain untuk menjaga kedewasaan peminjam, hal ini juga didasari oleh pemahaman bahwa mayoritas peminjam yang menggunakan layanan pembiayaan digital berusia antara 19 hingga 34 tahun.

"Tapi enggak, ya kita enggak gitulah, tetap kita masuk dan kita batasi juga selain dari sisi usia 18 tahun, tapi ada sisi penghasilannya juga. Jadi itu ya latar belakang kenapa kita membatasi 18 tahun. Ada juga wacana waktu itu, kenapa nggak 21 tahun. Ya karena setelah kita diskusikan lagi, ya nanti ini akan kita evaluasi," katanya.

Namun, meskipun ada wacana untuk menaikkan batas usia menjadi 21 tahun, ia menyatakan hal tersebut tidak serta-merta akan diubah. Lantaran, usulan tersebut berpotensi menimbulkan kekisruhan karena ada kelompok usia di bawah 21 tahun yang sudah cukup dewasa dan membutuhkan akses pembiayaan.

Oleh karena itu, OJK menetapkan usia minimum peminjam tetap pada 18 tahun, sembari memberikan perhatian pada penghasilan peminjam sebagai kriteria tambahan.

"Nanti akan terjadi kekisruhan juga, karena kelompok-kelompok usia di bawah 21 tapi sudah dewasa, mungkin juga mereka memerlukan fasilitas pembiayaan lalu pindar ini. Jadi kita tetapkan akhirnya usia minimumnya itu 18 tahun," jelasnya.

Tujuan Pembatasan Usia Bisa Akses Pindar

Adapun salah satu tujuan dari pembatasan ini adalah untuk memastikan bahwa pengguna platform, baik dari sisi lender (pemberi pinjaman) maupun borrower (peminjam), dapat memahami risiko yang terkait dengan pinjaman secara lebih matang.

Ahmad juga menekankan pentingnya edukasi yang baik untuk pengguna platform agar mereka dapat bertanggung jawab dalam mengelola kewajiban pembayaran pinjaman.

"Sekaligus itu kan memberikan sinyal juga, selain kita akan memberikan edukasi yang baik pada mereka. Diharapkan pengguna platform ini, baik dari sisi lender dan borrower, itu secara dewasa memahami risiko dan segala macamnya, termasuk ada tanggung jawab sebenarnya bagi dia untuk mengembalikan pinjaman," jelas Ahmad.

Read Entire Article
Bisnis | Football |