Piala Presiden 2025: Tradisi Pramusim yang Kini Menggema hingga 16 Ribu Kilometer

6 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta Dalam kalender sepak bola nasional, Piala Presiden bukan lagi sekadar turnamen pramusim. Sejak pertama kali digelar pada 2015, kompetisi ini telah menjelma menjadi panggung tradisi, semangat sportivitas, dan simbol kemandirian industri sepak bola Indonesia.

Kini, di edisi ke-8 tahun 2025, Piala Presiden mencatat sejarah baru, gema kompetisinya melintasi 16.000 kilometer hingga ke Inggris.

Bukan sekadar metafora. Tahun ini, Oxford United, klub League One asal Inggris, datang jauh-jauh ke Stadion Si Jalak Harupat, Jawa Barat, untuk ambil bagian dalam turnamen yang dulunya hanya diikuti klub-klub domestik.

Selain Oxford United, Piala Presiden 2025 juga diramaikan oleh Port FC dari Thailand. Untuk pertama kalinya, kompetisi ini menjelma menjadi ajang internasional, tanpa meninggalkan nilai-nilai yang telah menjadi fondasinya selama satu dekade.

Port FC sendiri kemudian keluar sebagai juara Piala Presiden 2025. Asnawi Mangkualam dan meraih kemenangan dengan skor 2-1 atas Oxford United pada laga final. Namun, cerita tentang Piala Presiden 2025 bukan hanya tentang siapa tim yang menang, akan tetapi juga sisi menarik yang melibatkan unsur budaya dan manusia.

Jejak Tradisi yang Terawat

Turnamen pramusim bukan hal baru dalam dunia sepak bola. Di Spanyol, ada Trofi Joan Gamper yang rutin digelar Barcelona sejak 1966. Di Italia, publik mengenal Trofeo Luigi Berlusconi sebagai warisan AC Milan. Sementara Arsenal punya Emirates Cup yang sudah eksis sejak 2007.

Indonesia tidak ketinggalan. Piala Presiden lahir dari kekosongan kompetisi pada 2015 dan kini tumbuh menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi sepak bola nasional. Lebih dari sekadar pemanasan sebelum liga, Piala Presiden menjadi arena pembuktian, panggung regenerasi, dan yang tak kalah penting, pesta rakyat.

Namun yang membuat Piala Presiden benar-benar istimewa adalah prinsip penyelenggaraannya. Ketua Steering Committee, Maruarar Sirait, menegaskan bahwa turnamen ini digelar tanpa menggunakan dana negara.

"Selama Piala Presiden kita tidak pernah menggunakan uang negara, tidak ada APBN, dan tidak ada BUMN. Kita mau industri olahraga ini maju bukan dengan pembiayaan dari pemerintah," kata Maruarar.

Selain itu, tiga nilai lainnya terus dijaga: pelibatan UMKM, komitmen pada fair play, dan transparansi keuangan—yang dibuktikan dengan audit rutin oleh PricewaterhouseCoopers (PwC).

Lebih dari Sepak Bola: Piala Presiden jadi Diplomasi Budaya

Edisi 2025 menjadi bukti bahwa sepak bola bisa menjadi jembatan diplomasi budaya. Pelatih Oxford United, Garry Rowett, dan pelatih Port FC, Alexandre Gama, bahkan merasakan pengalaman budaya yang tak terlupakan: menaiki Sisingaan di Gedung Sate.

Kesenian khas Subang itu biasanya hanya tampil di perayaan lokal, tapi kali ini menjadi simbol penyambutan tamu internasional. Para pemain Persib Bandung, usai juara BRI Liga 1 2024/2025, juga diarak dengan Sisingaan.

Liam Rice, jurnalis dari Oxford Mail yang turut meliput perjalanan Oxford United di Indonesia, menyampaikan kekagumannya dalam kolom pribadi. Ia tidak hanya menulis soal pertandingan, tapi juga membagikan pengalaman mencicipi kuliner lokal seperti terong panggang, mi, jamur, nasi, dan tahu Bandung yang ia sebut 'lezat dan berair'.

"Saya belum pernah mencicipi tahu yang begitu lezat dan berair. Itu menjadi awal hari yang luar biasa," tulisnya.

Liam juga dibuat takjub oleh atmosfer suporter Indonesia yang menurutnya 'tidak jauh berbeda dari suasana pertandingan League One di Inggris'. Ia menggambarkan para pendukung yang mengenakan atribut khas seperti jaket Fred Perry dan Stone Island, menyanyikan yel-yel, serta mengibarkan spanduk, layaknya pertandingan besar di tanah Britania.

Dampak Ekonomi dan Sosial yang Nyata

Namun, Piala Presiden bukan hanya soal pertandingan dan atraksi budaya. Turnamen ini juga memberikan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat sekitar. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM), menyebut kegiatan ini sebagai berkah bagi pelaku ekonomi lokal.

"Ekonomi juga tumbuh. Banyak pedagang di luar. Sopir angkot dapat orderan. Ini angin segar bagi masyarakat Jawa Barat," ungkap KDM.

Setiap pertandingan menjadi momen panen bagi ratusan pelaku UMKM yang menjajakan dagangan di sekitar stadion. Hebatnya, mereka tidak dipungut biaya sewa. Ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto, yang meminta agar kegiatan olahraga berdampak langsung pada rakyat kecil.

“Tidak bayar uang sewa. Supaya mereka gembira. Seperti pesan Presiden, harus berdampak kepada rakyat kecil. Kepada ojek-ojek, hotel, rumah sewa, pedagang kaki lima, semua harus ikut merasakan manfaat,” kata Maruarar Sirait.

Menatap Masa Depan yang Lebih Terbuka

Dengan partisipasi klub-klub luar negeri, penyelenggaraan yang profesional, serta dampak ekonomi yang merata, Piala Presiden 2025 telah menembus batas sebagai turnamen pramusim. Ia menjadi peristiwa budaya, alat diplomasi, dan ajang pemberdayaan ekonomi rakyat dalam satu paket utuh.

Garry Rowett, pelatih Oxford United, merangkum pengalaman klubnya dengan singkat namun padat.

“Ini pengalaman baru bagi kami. Sangat menarik, berbagai jenis pertandingan yang kami jalani,” ujarnya.

Bukan tidak mungkin, di masa mendatang, Piala Presiden akan menjadi salah satu turnamen pramusim paling bergengsi di kawasan Asia—atau bahkan dunia. Sebab dari Bandung hingga Oxford, satu pesan tersampaikan dengan jelas: sepak bola adalah milik semua, dan tradisi yang dijalankan dengan tulus, akan menemukan jalannya menuju hati siapa pun, di mana pun.

Read Entire Article
Bisnis | Football |