Tantangan Bek Modern di Liga Champions: Antara Menekan dan Menjaga Ruang

2 days ago 5

Liputan6.com, Jakarta Menjadi bek di sepak bola modern bukan lagi sekadar soal tekel atau duel udara. Kini, bek dituntut menguasai ruang, baik di depan maupun di belakang, dalam sistem yang menekankan pressing tinggi. Di era ini, satu kesalahan posisi bisa berarti satu peluang emas bagi lawan.

Menjelang Matchday 3 Liga Champions, UEFA menghadirkan dua pengamat teknis, Frank de Boer dan Michael Carrick, untuk meninjau laga Barcelona melawan PSG pada pertandingan sebelumnya. Dari analisis itu, keduanya membahas tuntutan ruang dan pemahaman taktik yang harus dikuasai para bek modern.

Pertahanan bukan lagi sekadar blok rapat di depan gawang. Kini, pemain belakang dituntut aktif, agresif, dan cerdas membaca situasi dalam hitungan detik. Mereka harus tahu kapan menekan, kapan bertahan, dan bagaimana menjaga jarak dengan rekan satu lini.

Melalui analisis tersebut, terlihat jelas bahwa bermain di lini pertahanan saat ini membutuhkan lebih dari sekadar fisik kuat, tapi juga insting, komunikasi, dan kecerdasan posisi tingkat tinggi.

Mengelola Ruang: Antara Menekan dan Menutup Celah

Dalam momen pertama dianalisis, Jules Kounde tampil menonjol dengan total jarak 868 meter dalam sprint dan lari intensitas tinggi saat bertahan, tertinggi di antara semua bek pada Matchday 2. De Boer menyoroti bagaimana Kounde berani meninggalkan posisi dalam formasi empat bek kompak untuk menekan Nuno Mendes di sisi kiri Paris.

Langkah agresif seperti itu memang berisiko, namun menjadi bagian penting dari filosofi bertahan modern. Bek kini harus berani naik untuk memotong aliran bola sebelum lawan bisa membangun serangan. Contoh serupa juga tampak dari Willian Pacho di kubu PSG dan Gerard Martin di Barcelona, dua pemain yang tak segan maju menekan jauh ke depan.

Namun, di balik langkah ke depan, ada konsekuensi besar, ruang di belakang yang terbuka lebar. Karena itu, antisipasi menjadi hal krusial. Eric Garcia, misalnya, memperlihatkan dua momen penting saat ia menjaga ruang di belakang rekan setimnya yang sudah naik menekan, memastikan celah tak menjadi peluang emas bagi lawan.

Carrick menegaskan bahwa keputusan seperti ini sangat bergantung pada intuisi. “Ini soal merasakan di mana bahaya berada dan membuat pilihan yang tepat,” ujarnya. “Kadang Anda harus membiarkan satu pemain lawan memiliki bola karena itu pilihan yang paling aman.”

Pentingnya Keputusan dan Antisipasi dalam Bertahan

Dalam permainan yang serba cepat, keputusan kecil di lapangan bisa menentukan hasil akhir. Carrick menjelaskan bahwa setiap bek harus tahu prioritasnya. “Apakah Anda menekan lawan yang membawa bola dan meninggalkan ruang untuk pemain lain? Atau tetap menjaga pelari yang lebih berbahaya?” katanya.

Keputusan-keputusan seperti itu tak selalu hitam putih. Bek harus mampu menilai risiko secara instan, kapan harus menyerang bola, kapan menunggu, dan kapan menutup ruang berbahaya. Sebab satu langkah terlalu cepat atau terlambat bisa membuka jalur gol bagi lawan.

De Boer menambahkan bahwa selain membaca situasi, koordinasi antarpemain belakang menjadi faktor kunci. Bek tengah dan bek sayap harus terhubung dalam garis yang sama, dengan jarak antarpemain dijaga agar tidak ada celah yang bisa dieksploitasi.

Dalam laga sebesar Barcelona kontra PSG, setiap inci ruang bisa jadi perbedaan antara blok sukses atau kebobolan. Karena itu, kemampuan membaca permainan menjadi senjata utama bek modern.

Recovery Run: Langkah Terakhir, Bukan Solusi Utama

Tekanan tinggi sering kali menghasilkan risiko, yaitu saat lawan berhasil mematahkan pressing, pertahanan bisa terbuka. Dalam satu momen di laga tersebut, PSG sebenarnya melakukan hampir semua hal dengan benar sebelum Gerard Martin dari Barcelona berhasil membawa bola melewati tekanan mereka.

Ketika itu, Bradley Barcola melakukan sprint panjang untuk merebut bola kembali, aksi heroik yang tampak mengesankan. Namun Carrick mengingatkan bahwa situasi seperti itu seharusnya tidak terjadi jika pressing sebelumnya berhasil.

“Itu adalah langkah terakhir,” jelasnya. “Ketika Anda harus melakukan tekel besar seperti itu, berarti ada yang salah sebelumnya.”

Artinya, dalam sistem pressing tinggi, semua pemain, bukan hanya bek, bertanggung jawab menjaga struktur pertahanan. Jika satu pemain gagal menutup ruang, bek di belakang harus bekerja dua kali lebih keras.

Peran antisipasi dan koordinasi menjadi penting untuk menghindari momen recovery run semacam ini. Karena di level Liga Champions, satu detik kehilangan posisi bisa berujung fatal.

Garis Pertahanan Tinggi: Antara Risiko dan Keberanian

Analisis kali ini juga menyoroti salah satu ciri khas Barcelona, bertahan dengan garis tinggi. Dalam semifinal melawan Inter musim lalu, rata-rata ketinggian garis pertahanan mereka mencapai 40,8 meter dari gawang.

Menurut De Boer, kunci dari sistem ini adalah koneksi antarbek dan komunikasi yang konstan. “Semua bek harus terhubung satu sama lain,” katanya. Bek tengah harus menjadi pusat koordinasi, memastikan garis tetap sejajar dan siap merespons bola panjang di belakang.

Selain itu, sikap tubuh juga menjadi elemen teknis penting. De Boer menekankan pentingnya open stance, yaitu posisi tubuh terbuka yang memungkinkan bek bereaksi cepat terhadap bola di belakang. Peran kiper pun krusial; ia harus berdiri di tepi kotak penalti untuk mengantisipasi bola lambung lawan.

Namun risiko tetap ada. “Saat pemain lawan punya waktu dan ruang untuk mengoper bola ke belakang, bek harus siap sprint ke arah gawang sendiri,” ujar De Boer. Dalam hal ini, koordinasi dengan kiper dan komunikasi menjadi satu-satunya cara agar garis tinggi tidak menjadi bumerang.

Read Entire Article
Bisnis | Football |