Liputan6.com, Jakarta - Wakil Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Todotua Pasaribu mengungkapkan, rencana impor energi dari Amerika Serikat (AS) ke Indonesia senilai USD 15,5 miliar atau sekitar Rp 252,44 triliun (asumsi kurs dolar AS terhadap rupiah di kisaran 16.286), masih dalam tahap pembicaraan.
Pernyataan itu muncul usai Presiden Amerika Serikat, Donald Trump memutuskan untuk memangkas tarif impor untuk Indonesia, dari sebelumnya 32% menjadi 19%.
"Masih pembicaraan mengenai itu (impor energi)," ujar Todotua di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Adapun impor energi tersebut jadi salah satu strategi Indonesia untuk berunding dengan Amerika Serikat. Dengan menawarkan perjanjian impor minyak mentah dan LPG dari Negeri Paman Sam.
Todotua yang juga merupakan Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala BKPM menyampaikan, pemangkasan tarif Trump menjadi 19 persen merupakan bukti Amerika Serikat memandang Indonesia sebagai negara mitra yang strategis.
"Ya artinya kalau mau berbicara begitu negara kita strategik. Artinya, Amerika sudah mau untuk menurunkan dari 32 persen ke 19 persen. Artinya, Amerika pun sendiri sangat mempertimbangkan daripada keberadaan negara Indonesia," kata Todotua.
Tak hanya Indonesia, negara tetangga seperti Vietnam pun sukses memangkas tarif resiprokal, dari 46% menjadi 20-40% . "Kalau saya lihat secara strategik, di wilayah Asia Tenggara ini yang signifikan sangat turun," ia meambahkan.
Diminta Lihat Dalam Konteks Lebih Luas
Terpisah, Research Director di Prasasti Center for Policy, Studies Gundy Cahyadi, mengingatkan bahwa penting bagi Indonesia untuk melihat dinamika soal tarif resiprokal ini dalam konteks yang lebih luas.
"Tarif ala Trump lebih merupakan panggung politik ketimbang kebijakan jangka panjang yang serius. Pasar keuangan global sudah cukup terbiasa dengan gaya berpolitik teatrikal ini," ujarnya.
Sebagai ilustrasi, Gundy mencatat setelah Liberation Day di April 2025 lalu, volatilitas pasar global melonjak. Dengan indeks VIX menyentuh level tertingginya sejak pandemi. Namun pada Juli 2025, reaksi pasar cenderung mereda.
"Investor cenderung melihat ancaman tarif sebagai bagian dari pola lama: ancaman di depan layar, negosiasi di balik layar," ungkapnya.
Indonesia Tak Terlalu Bergantung pada Ekspor
Gundy menyoroti, perekonomian Indonesia tidak terlalu bergantung pada ekspor, bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN.
"Ekspor ke AS hanya mencakup sekitar 10 persen dari total ekspor Indonesia. Dengan nilai ekspor tahun lalu sebesar USD 290 miliar. Skenario terburuk, jika akses pasar ke AS tertutup sepenuhnya, akan berdampak sekitar USD 29 miliar," bebernya.
"Angka ini signifikan, namun setara dengan hanya 2 persen dari total PDB Indonesia. Terasa, tapi tidak sampai mengguncang fondasi ekonomi," dia menegaskan.
Prabowo Akan Umumkan Detail Kesepakatan Tarif Impor dengan AS Setibanya di RI Hari Ini
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto direncanakan akan mengumumkan kesepakatan dan perjanjian tarif impor dengan pemerintah Amerika Serikat (AS) setibanya di Indonesia. Prabowo dijadwalkan tiba di Indonesia pada Rabu (16/7/2025) sore, usai menyelesaikan lawatan luar negeri.
"Sebentar lagi Insya Allah Pak Presiden Prabowo Subianto akan mendarat di Tanah Air dan akan memberikan keterangan lebih lengkap soal kesepakatan tarif, perjanjian tarif dengan pihak pemerintah Amerika Serikat," kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi di Kantor PCO Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Dia mengatakan, tim negosiasi Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tengah menyusun detail kesepakatan tarif impor dengan pemerintah AS. Hasan pun meminta masyarakat bersabar menunggu keterangan dari Prabowo.
"Detailnya sedang dikerjakan oleh tim negosiasi, kesepakatan payungnya sudah ada, detailnya segera akan dirampungkan," ujarnya.
Hasan menekankan pemerintah melewati perjuangan luar biasa dalam bernegoasiasi dengan pemerintah AS hingga akhirnya tarif impor turun dari 32 persen menjadi 19 persen. Menurut dia, Prabowo juga bernegoasiasi langsung dengan Presiden AS Donald Trump.
"Ini merupakan negosiasi luar biasa yang juga dilakukan oleh Presiden kita secara langsung dengan Presiden Donald Trump. Dan ini titik temu antata pemerintah kita dengan pemerintah Amerika Serikat," jelas Hasan.