Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus menunjukkan komitmennya menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok di tengah tekanan global. Upaya ini membuahkan hasil positif dengan tetap terjaganya daya beli masyarakat dan terkendalinya inflasi bahan pangan.
Pengamat Ekonomi Doddy Ariefianto, menyampaikan stabilnya harga ini patut diapresiasi dan didukung kebijakan lainnya.
Pada kuartal I-2025, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 4,9% secara tahunan. Ini merupakan sinyal bahwa fondasi ekonomi nasional cukup kuat, meski tantangan masih terlihat di sisi konsumsi dan investasi. Konsumsi rumah tangga tumbuh di bawah 5%, sementara investasi barang modal naik 2,1%. Belanja pemerintah sempat terkoreksi sebesar -1,4%.
“Menjaga stabilitas sembako perlu diapresiasi tetapi belum cukup karena elastisitas konsumsi bahan pokok itu rendah,” ujarnya dikutip Rabu (7/5/2025).
Ia menyorot pentingnya memperhatikan pelemahan konsumsi domestik secara serius agar pertumbuhan bisa lebih optimal.
“Lemahnya spending rumah tangga ini perlu menjadi warning, perlu dukungan stimulus fiskal dan moneter. Pemerintah perlu speed up pengeluaran,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa pola kontraksi belanja pemerintah di awal tahun merupakan fenomena berulang yang disebabkan oleh proses birokrasi anggaran.
“Memang dari dulu setiap kuartal pertama itu pemerintah selalu negatif karena proses birokrasi, kuartal pertama baru proses pengadaan (feasibility study, pitching, dsb). Biasanya baru kenceng di kuartal 3–4,” jelasnya.
Investasi barang modal yang masih tumbuh terbatas juga tak lepas dari siklus yang sama.
Pertumbuhan Ekonomi Tak Capai 5%, Investor Masih Percaya Indonesia
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 tercatat 4,87%. Angka ini sedikit meleset dari perkiraan pasar yang sebelumnya menargetkan pertumbuhan ekonomi di angka 4,92% dan jauh di bawah target pemerintah di angka 5,1% hingga 5,5%.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) Bank Indonesia, Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan walaupun sedikit di bawah ekspektasi, BI menilai bahwa angka ini tetap tergolong solid, terutama di tengah tekanan ekonomi global yang belum sepenuhnya mereda.
"Meskipun rilis kemarin Q 1 kelihatannya di bawah konsensus pelaku pasar, di mana konsensus pelaku pasar kita ada di 4,92%, kejadiannya di 4,87%. Tapi 4,87% still high enough ya bagi investor," kata Erwin dalam Taklimat Media, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5/2025).
Ia menambahkan bahwa keyakinan investor terhadap kondisi ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh perbaikan nilai tukar rupiah serta kinerja pasar saham yang mulai bangkit. IHSG tercatat berhasil kembali mendekati level 6.900 setelah sempat merosot ke bawah 6.000 pada awal April lalu.
Adapun menjelang periode penting repatriasi dividen dan pembayaran utang luar negeri pada Mei dan Juni, BI berkomitmen untuk menjaga likuiditas agar tetap stabil dan mencukupi.
“Kami memastikan bahwa liquidity cukup untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan investor yang memang melakukan repatriasi dividend, dan juga korporasi-korporasi yang melakukan pembayaran utang luar negeri,” jelasnya.
SBN mengalami Pemulihan
Di sisi lain, Erwin melihat, pasar Surat Berharga Negara (SBN) juga sudah mulai menunjukkan pemulihan. Hal itu dilihat dari lelang terakhir, di mana porsi investor asing yang masuk kembali cukup signifikan.
"Jadi, ini tanda-tanda yang benar-benar menurut hemat kami, kepercayaan investor sudah mulai kembali, dengan kita bagaimana upaya kita melakukan menjaga agar supply instrument tetap ada, dengan stabilitas dalam konteks nilai tukar dan kecukupan rupiah tersebut tetap berada di pasar," jelasnya.
Erwin menegaskan bahwa ke depan, BI akan terus mengedepankan stabilitas nilai tukar rupiah dan ketersediaan instrumen investasi di pasar sebagai bagian dari strategi moneter yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan menjaga daya tarik Indonesia di mata investor global.