Matthijs de Ligt Tak Tergantikan di MU: Dari Benteng Pertahanan Hingga Penentu Hasil di Detik Akhir

3 weeks ago 17

Liputan6.com, Jakarta Manchester United lagi-lagi harus puas dengan hasil imbang setelah bermain 2-2 melawan Tottenham di London, Sabtu (8/11/2025). Sempat unggul dan kemudian tertinggal, MU diselamatkan oleh sundulan Matthijs de Ligt di menit ke-96, sebuah momen dramatis yang sekaligus menutupi banyak kekurangan tim Ruben Amorim malam itu.

Gol De Ligt bukan sekadar penyelamat skor, tapi simbol ketangguhan di tengah situasi sulit. Dengan 10 pemain tersisa setelah Benjamin Sesko cedera dan semua pergantian pemain sudah dilakukan, United menunjukkan karakter untuk tetap menekan hingga akhir. Hasil ini memperpanjang rekor tak terkalahkan mereka menjadi lima laga beruntun.

Namun di balik euforia gol telat itu, ada peringatan besar bagi Amorim, bahwa timnya masih terlalu rapuh saat menghadapi tekanan, terutama setelah kehilangan kontrol di lini tengah.

De Ligt, Mesin yang Tak Pernah Berhenti

Tidak ada pemain Manchester United yang lebih konsisten musim ini daripada Matthijs de Ligt. Bek asal Belanda itu menjadi satu-satunya pemain yang bermain penuh di seluruh menit Premier League 2025/26 sejauh ini, total 990 menit tanpa absen satu detik pun. Di usia 26 tahun, ia tampil sebagai jangkar pertahanan sekaligus simbol disiplin dan daya tahan tim.

Di Tottenham Hotspur Stadium, perannya terasa di dua ujung lapangan. Sebagai bek kanan dalam formasi tiga bek, De Ligt agresif menutup ruang, membaca arah bola, dan beberapa kali maju untuk memutus serangan di tengah lapangan. Ketika Harry Maguire cedera di menit ke-72, ia bergeser ke posisi bek tengah murni dan tetap menjaga ketenangan di situasi berisiko tinggi.

Namun, De Ligt tak sekadar bertahan. Ia ikut maju pada menit akhir, memanfaatkan sepak pojok Bruno Fernandes dengan tajuk tajam ke tiang jauh.

Gol itu bukan kebetulan, melainkan hasil perhitungan cermat. Ia sengaja menarik perhatian Brennan Johnson yang sebelumnya sudah mendapat kartu kuning, agar lebih berhati-hati, sebelum melakukan gerakan tipu dan lepas dari kawalan.

Simbol Ketangguhan di Tengah Kelelahan

Usai laga, De Ligt mengakui timnya kelelahan. “Kami sedikit kehilangan energi di babak kedua,” ujarnya kepada media. Tapi justru di saat-saat itulah dirinya memperlihatkan kepemimpinan sejati.

Dengan kondisi tim kehilangan dua pemain utama, Maguire dan Casemiro, De Ligt mengambil inisiatif menyerang hingga menit akhir, membuktikan tekad untuk tidak menyerah.

Ruben Amorim memuji sikapnya. “Dia bermain dengan agresivitas yang luar biasa dan bertahan dengan baik. Ia punya kualitas dengan bola yang belum sepenuhnya keluar, tapi itu karena ia tidak ingin membuat kesalahan."

“Ketika kami mencapai titik terbaik nanti, tiga bek kami akan jadi pengendali tempo dan kualitas permainan,” kata pelatih asal Portugal itu.

Peran De Ligt di tim Amorim kini lebih kompleks daripada sekadar bertahan. Ia menjadi penghubung antara lini belakang dan tengah, memastikan tim tetap kompak dalam transisi cepat. Dalam laga ini, catatan sentuhannya menunjukkan pergerakan luas, mulai memotong bola di tengah lapangan hingga membantu serangan ke kotak penalti lawan.

Gol yang Menyelamatkan, Tapi Menyembunyikan Masalah

Gol De Ligt di masa tambahan waktu memang menyelamatkan satu poin, tapi tidak bisa menutupi fakta bahwa United kembali gagal menjaga keunggulan.

Ini adalah kali kedua dalam dua pekan terakhir mereka kehilangan kontrol di babak kedua, setelah sebelumnya juga terjadi saat ditahan imbang Nottingham Forest.

Masalah terbesar muncul setelah Casemiro ditarik keluar. Penggantinya, Manuel Ugarte, gagal menjaga posisi dan terlibat dalam proses dua gol Tottenham, pertama saat dilewati Wilson Odobert, lalu ketika tidak mampu menahan Rodrigo Bentancur sebelum Richarlison mencetak gol kedua Spurs. Amorim tampak frustrasi di tepi lapangan, bahkan sempat melempar botol air ketika skor berubah menjadi 2-1.

Kehilangan fokus, kesalahan dalam pergantian pemain, dan cedera mendadak Sesko di menit ke-86 membuat United bermain dengan 10 orang hingga akhir laga. Ironisnya, justru saat kekurangan pemain, mereka menemukan kembali semangat tempur yang menghasilkan gol De Ligt di penghujung laga.

De Ligt, Pemimpin yang Belum Dikenal sebagai Kapten

Menariknya, meski menjadi pemain paling konsisten dan berpengalaman, De Ligt bukan bagian dari “leadership group” resmi Amorim di United. Posisi itu diisi oleh Bruno Fernandes, Harry Maguire, Lisandro Martinez, Diogo Dalot, Noussair Mazraoui, dan Tom Heaton.

Amorim menjelaskan alasannya sederhana. “Kami memilih pemimpin dengan gaya berbeda. Ada yang memimpin lewat permainan, ada yang lewat sikap di Carrington,” ujarnya. “Tapi pada akhirnya, semua harus jadi pemimpin.”

Ia bukan sosok paling vokal, tapi penampilannya di London menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati tidak selalu datang dengan ban kapten. Dalam situasi sulit, De Ligt menjadi representasi mentalitas yang diinginkan Amorim dari seluruh pemainnya.

Masih Ada PR Besar untuk Amorim dan United

Meski tak terkalahkan dalam lima laga terakhir, Manchester United masih jauh dari sempurna. Mereka gagal menutup pertandingan dengan efisien, dan performa tandang mereka tetap buruk: hanya lima kemenangan dari 25 laga Premier League di luar Old Trafford sejak awal musim lalu.

Namun, tanda-tanda positif tetap ada. Gol-gol dari skema tekanan tinggi seperti milik Bryan Mbeumo di babak pertama dan koordinasi antara Amad, Cunha, dan Mount menunjukkan perkembangan dalam sistem permainan Amorim.

Pergerakan terorganisasi dan intensitas pressing sudah mulai terbentuk, hanya saja, kedisiplinan bertahan belum sepadan dengan agresivitas menyerang.

Gol Matthijs de Ligt mungkin menyelamatkan MU dari kekalahan, tapi juga menjadi pengingat bahwa tim ini masih jauh dari persaingan merebut gelar juara.

Read Entire Article
Bisnis | Football |