Liputan6.com, Jakarta - Kabar gembira bagi yang biasa beraktivitas memakai kereta rel listrik (KRL). Armada KRL bertambah seiring kehadiran kereta baru buatan China yang resmi beroperasi demi mengurangi kepadatan saat jam sibuk. Selain meningkatkan kapasitas angkut penumpang, pengadaan KRL baru sebagai upaya PT Kereta Cepat Indonesia (KCI) atau KAI Commuter mengatasi krisis armada yang terjadi sejak semester II 2024.
Pada 2024, KAI Commuter hanya memiliki 108 rangkaian kereta, dengan 17 rangkaian di antaranya harus menjalani perawatan dan peremajaan. Dengan demikian, pada akhir 2024, hanya tersedia 89 rangkaian, sementara kebutuhan operasional mencapai 101 rangkaian. Kekurangan 12 rangkaian ini berpotensi menimbulkan penumpukan penumpang dan ketidaknyamanan bagi para pengguna KRL.
Upaya mengatasi krisis armada itu, KAI Commuter mendatangkan sarana Kereta Rel Listrik (KRL) dari perusahaan China yakni CRRC Qingdao Sifang dan PT INKA (Persero). KAI Commuter memesan sarana KRL baru sebanyak 27 trainset atau total sebanyak 324 unit kereta. Sarana KRL baru itu diproduksi di dalam negeri oleh PT INKA (Persero) dan melalui CRRC Sifang.
"Pada 2023 yang sempat kami sampaikan sesuai dengan kajian kami akan terjadi krisis ya, krisis kekurangan armada pada semester II tahun 2024 dan semester I 2025. Ini kami menjawab apa yang pernah kami sampaikan pada tahun sebelumnya,bahwa kita akan selesaikan kekurangan armada ini pada semester II Tahun 2025,” kata Direktur Utama KAI Commuter, Asdo Artriviyanto, seperti dikutip Senin, (2/6/2025).
Adapun KAI Commuter telah menerima tiga trainset CLI-125 dengan dua trainset dialokasikan untuk Bogor Line dan satu trainset untuk Cikarang Line. Satu trainset diprediksi dapat melayani hingga 10 perjalanan pulang-pergi per hari.
KAI Commuter resmi mengoperasikan sarana KRL baru jenis CLI-125 untuk melayani rute Bogor dan Cikarang pada akhir pekan lalu. KRL CLI 125 ini tiba di Indonesia pada 31 Januari 2025 setelah dilakukan kontrak pengadaan pada 31 Januari 2024. Selama setahun, rangkaian KRL China telah menjalani berbagai tahapan penting sebelum akhirnya resmi dioperasikan.
"Kereta ini datang di Indonesia dan melalui proses uji parameter, setting parameter, kemudian endurance, dicoba sesuai peraturan Menteri harus ada uji coba jalan minimal 4.000 kilometer. Dan ini sudah kita lakukan, kemudian dilakukan uji sertifikasi oleh tingkat perekertapian kemudian sudah dinyatakan lulus,” ujar Asdo.
Asdo menuturkan, rangkaian KRL CLI-125 terdiri dari 12 kereta dalam satu trainset (SF12) berkapasitas angkut mencapai 3.400 penumpang sekali jalan. Satu kereta menampung sekitar 289 orang sesuai spesifikasi teknis.
"Kereta ini, semua standar akan kita buat 12 kereta, 1 trainset SF12. Dengan daya tampung 1 keretanya ini kalau spek kurang lebih 289 orang, total 1 rangkaian ini bisa mengangkut 3.400 penumpang sekali jalan,” kata dia.
Mampu Urai Kepadatan
KRL baru mampu mengangkut hingga 3.400 penumpang dalam satu kali perjalanan, kapasitas naik 8 persen dibandingkan kereta sebelumnya. "Penambahannya sekitar 8 persen, karena dimensi kereta ini memang lebih besar. Lebarnya hampir setara dengan kereta jarak jauh, dan tetap sesuai dengan regulasi perkeretaapian,” ujar Asdo.
Kehadiran KRL baru itu diharapkan mampu mengurangi kepadatan penumpang terutama ketika jam-jam sibuk pada pagi hari yakni pukul 06.00-08.00 dan sore hari pada pukul 16.00-20.00. Waktu tersebut merupakan titik kritis dalam operasional Commuter Line.
“Ini mudah-mudahan bisa mengurangi kepadatan. Kepadatan terutama pada saat peak hours,” kata Asdo.
Seluruh sarana KRL baru akan menjalani uji coba parameter dan uji coba dinamis sesuai dengan Permenhub Nomor PM 49 Tahun 2023 tentang Standar, Tata Cara Pengujian, dan Sertifikasi Kelaikan Kereta Api Kecepatan Normal dengan Penggerak Sendiri oleh Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Usai seluruh rangkaian menjalani uji coba, KAI Commuter akan mengoperasikannya. Uji coba diperlukan untuk memastikan aspek keselamatan saat dioperasikan.
Plus Minus
KRL baru asal China dinilai akan berdampak positif untuk layanan KRL Jabodetabek seiring jumlah kereta yang dijalankan menjadi 12 kereta.
"Operasional armada baru KRL CRRC Sifang ini berdampak positif pada layanan KRL CL jabodetabek, karena armada ini memiliki 12 kereta per 1 rangkaian, sehingga bila ada 3 rangkaian maka akan ada tambahan 36 kereta," ujar Ketua Forum Transportasi Jalan dan Perkeretaapian MTI, Aditya Dwi Laksana kepada Liputan6.com, Senin (2/6/2025).
"Ini akan menambah kapasitas angkut karena sarana CL yang saat ini beroperasi selain 12 kereta per set, masih ada yang dioperasikan dengan 10 dan 8 kereta per set-nya karena keterbatasan sarana," ia menambahkan.
Dia mengatakan, penambahan rangkaian KRL yang dibuat perusahaan CRRC Qingdao Sifang tersebut menambah kapasitas meski frekuensi perjalanannya belum bertambah signifikan.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal YLKI, Rio Priambodo. Ia juga berharap penambahan KRL impor dari China dapat mengurangi kepadatan penumpang yang terlihat setiap hari. “YLKI meminta dengan adanya penambahan rangkaian KRL ini pihak KCI dapat mengurai kepadatan penumpang KRL serta memperpendek waktu tunggu konsumen,” kata Rio.
Harus Utamakan Keselamatan
Selain itu, beroperasinya 3 KRL baru dinilai Aditya dapat meningkatkan aspek keselamatan. Apalagi, jika melihat hampir seluruh rangkaian KRL Jabodetabek yang beroperasi saat ini adalah kereta bekas dari Jepang. "Dan juga tonggak penanda penggunaan sarana baru KRL karena selama ini operasional KRL didominasi oleh KRL bekas pakai dari Jepang," Aditya menambahkan.
Namun, Rio mengingatkan Pemerintah memastikan aspek keamanan, serta ada efisiensi waktu tunggu kedatangan kereta per hari.
“YLKI meminta pemerintah memastikan aspek keamanan rangkaian yang dibeli impor asal China untuk memastikan keamanan operasional dan menjamin keselamatan konsumen,” ujar Rio kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (2/6/2025).
“Kalau perlu hasil assesmen dan uji coba dipublilasi ke masyarakat,” ia menambahkan. Akan tetapi, Aditya bilang, penambahan rangkaian KRL yang bertahap ini belum bisa meningkatkan kapasitas angkut secara signifikan.
"Namun sebenarnya penambahan sarana yang saat ini dilakukan bertahap, secara keseluruhan hanya bersifat penggantian atau peremajaan dari armada yang sudah tua dan tidak lagi laik jalan, dan belum merupakan peningkatan armada atau penambahan kapasitas angkut KRL secara signifikan," tutur dia.
Pengakuan Penumpang Naik Kereta Buatan China
Berdasarkan data KAI Commuter, volume pengguna tertinggi tercatat di Bogor Line dengan total penumpang mencapai lebih dari 48,6 juta orang dari Januari-April 2025. Di sisi lain, Cikarang Line berada di peringkat kedua dengan volume penumpang lebih dari 26,5 juta orang.
Salah satu penumpang di Bekasi, Annisa (28) memuji saat pertama kali menjajal KRL baru buatan China. Annisa mengatakan, gerbong KRL baru nyaman, bahkan mirip dua moda transportasi MRT dan LRT.
"Kereta ini jauh lebih nyaman, dia sangat mirip dengan kereta MRT maupun LRT. Suaranya juga jauh lebih kecil ya dibanding suara KRL yang lama, karena KRL lama tuh sangat berisik, dan kalau bergetar tuh kerasa banget, ini dia smooth rasanya," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin (2/6/2025).
Perbedaan lainnya yang mencolok antara KRL baru dengan yang lama adalah tiap rangkaian gerbong kereta tidak dipisahkan dengan pintu, sehingga memberikan pengalaman yang berbeda. Selain itu, desain pegangan tangan untuk penumpang dibuat lebih rendah.
"Jadi saya yang pendek saja bisa dengan mudah pegangan kalau enggak kebagian tempat duduk. Untuk pintunya tadi saya lihat juga saat terbuka dan menutupnya lebih halus gitu ya. Dari segala aspek sepertinya ini memang jauh lebih bagus daripada yang lama," ucap Annisa.
Hal yang sama juga dirasakan Diba. Hanya saja warga asal Bekasi, Jawa Barat ini baru bisa menaiki KRL baru saat transit di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Maklum, baru satu rangkaian KRL China yang dioperasikan di lintas Bekasi, sementara dua lainnya beroperasi di lintas Bogor.
"AC (pendingin udara)-nya lebih dingin dan merata. Kalau (KRL) yang biasanya suka enggak merata, ada yang panas ada yang dingin banget," kata Diba saat berbincang dengan Liputan6.com, Senin.
Desain interior KRL baru asal China ini juga lebih modern. Selain itu, KRL tipe CLI-125 juga dilengkapi dengan alarm saat pintu gerbong kereta mau tutup.
"Suara dari luar kereta tak terdengar, jadi lebih kedap," kata Diba.
Namun, jika dinaiki pada jam sibuk, rasanya hampir sama dengan KRL lama. Bahkan terasa lebih sempit. Apalagi desain kursi yang lebih pendek memungkinkan jumlah penumpang yang berdiri jauh lebih banyak.
"Secara space menurut saya lebih sempit dari gerbong kereta pada umumnya, jadi sesaknya sama aja kalau mau dibabdingin. Letak kursi-kursi juga lebih pendek, jadi penumpang lebih diposisikan untuk berdiri," ujar Diba yang mengaku menaiki KRL baru pada pukul 08.00 WIB atau saat jam sibuk.
Permintaan DPR
Meski demikian, pengadaan armada KRL dari China itu tetap menuai sorotan. Anggota Komisi VI DPR RI, Mufti Anam menyoroti keputusan pengadaan kereta rel listrik (KRL) secara utuh dari China yang kini mulai beroperasi. Langkah tersebut dinilai bertentangan dengan semangat kedaulatan ekonomi dan industrialisasi nasional.
“Kalau kita bicara soal impor KRL dari China, saya harus katakan ini langkah yang sangat bertentangan dengan semangat kedaulatan ekonomi dan industri yang menjadi ruh utama dari Astacita Presiden Prabowo Subianto,” tegas Mufti dalam keterangan tertulisnya.
Ia menilai keputusan untuk mengimpor KRL secara completely built-up (CBU) menjadi antitesis dari arah kebijakan pemerintah yang mengedepankan produksi dalam negeri, penciptaan lapangan kerja, dan kemandirian ekonomi.
Menurut Mufti, Indonesia sudah memiliki kapasitas memproduksi kereta secara mandiri melalui PT INKA, BUMN yang telah mengekspor produk ke berbagai negara seperti Bangladesh, Filipina, Zambia, dan Malaysia.
Dia menegaskan, impor ini telah menutup peluang kerja bagi ribuan teknisi dan pekerja dalam negeri. "Kalau hanya asal cepat dan murah, ya sampai kapanpun kita akan jadi pasar, bukan produsen,” katanya.
Jangan Korbankan Industri Nasional
Mufti menyatakan tidak menolak solusi cepat jika memang dibutuhkan. Akan tetapi, solusi tersebut tidak boleh mengorbankan industri nasional. Sarannya, bila memang mendesak, pengadaan dilakukan dalam bentuk semi knock down (SKD) atau completely knock down (CKD), sehingga proses perakitan tetap dilakukan di dalam negeri untuk memberi nilai tambah dan ruang alih teknologi.
Mufti menyatakan akan mendorong Komisi VI DPR RI meminta pihak terkait guna mengklarifikasi kebijakan ini. Ini demi memastikan semua pihak di bawah pemerintah berjalan searah dengan visi Presiden, bukan mengambil keputusan yang justru melemahkan kemandirian industri nasional.
“Sebagai anggota Komisi VI DPR RI, saya tegas: hentikan pola-pola seperti ini. Jangan korbankan industri nasional demi kepraktisan jangka pendek. Indonesia bisa, dan harus percaya pada kemampuan bangsanya sendiri,” pungkas Mufti.