Liputan6.com, Jakarta - Minggu 11 Mei 2025 sore, suasana mencekam menyelimuti Stadion Kanjuruhan, Malang. Usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC dan Persik Kediri, bus tim tamu dilempari batu oleh oknum tak bertanggung jawab.
Peristiwa ini terjadi setelah hampir tiga tahun Arema FC menjadi tim musafir dan akhirnya kembali bermain di kandang sendiri. Kejadian ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi manajemen Arema FC dan menimbulkan pertanyaan besar tentang keamanan di stadion kebanggaan Aremania tersebut.
General Manager Arema FC, Yusrinal Fitriandi, mengungkapkan rasa kecewanya. "Kita kecewa dengan beberapa stakeholders pertandingan kemarin," ujarnya.
Ia menekankan perjuangan panjang Arema FC selama tiga tahun terakhir untuk bisa kembali bermain di Malang, setelah tragedi Kanjuruhan yang memilukan. Namun, kembalinya mereka ke kandang justru diwarnai insiden yang sangat disayangkan.
Lebih lanjut, Yusrinal menjelaskan bahwa selama tiga tahun menjadi tim musafir, Arema FC menghadapi berbagai kesulitan, termasuk keterbatasan dana.
"Tiga tahun kami berusaha mempertahankan eksistensi klub. Bersungguh-sungguh untuk kembali ke rumah sendiri," kata Yusrinal. Ia merasa perjuangan tersebut seakan tidak dihargai, bahkan dibalas dengan tindakan yang tidak sportif dari oknum yang terlibat dalam pelemparan bus Persik Kediri.
Kekecewaan Mendalam dan Masa Depan Stadion Kanjuruhan
Insiden pelemparan bus Persik Kediri menjadi pukulan telak bagi Arema FC. Manajemen klub merasa tidak dihormati di kandang sendiri, setelah melewati perjuangan panjang untuk kembali bermain di Stadion Kanjuruhan pasca renovasi.
Kekecewaan semakin bertambah karena harapan akan dukungan penuh dari Aremania, yang selama tiga tahun tak bisa menyaksikan langsung pertandingan Arema FC, justru ternodai oleh insiden ini.
Yusrinal juga menyoroti masalah harga tiket yang mahal dan sistem pembelian online yang menyulitkan suporter untuk hadir ke stadion. Hal ini dinilai turut berkontribusi pada minimnya dukungan langsung dari Aremania. "Kami mengingatkan suporter itu pendukung, tiga tahun mereka tidak dapat memberi dukungan ke Arema FC, begitu kita pulang, alih-alih dukungan yang didapat tapi justru tuntutan kesempurnaan yang berlebihan harus dituruti," pungkas Yusrinal.
Akibat insiden ini, manajemen Arema FC kini mempertimbangkan untuk tidak menggunakan Stadion Kanjuruhan untuk laga kandang dalam waktu dekat. Mereka akan mengevaluasi situasi keamanan dan mencari solusi terbaik untuk memastikan keselamatan tim dan suporter.
Langkah ke Depan
BRI Liga 1 2024-2025 tinggal menyisakan dua pertandingan lagi. Arema FC akan menjalani laga tandang melawan PSBS Biak di Stadion Lukas Enembe Jayapura, kemudian menutup musim dengan laga kandang melawan Semen Padang.
Namun, pertanyaan besar masih menggantung: di mana Arema FC akan memainkan laga kandang terakhirnya tersebut? Keputusan manajemen terkait penggunaan Stadion Kanjuruhan masih dinantikan.
Kejadian ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak terkait untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban di stadion sepak bola. Peran suporter, manajemen klub, dan pihak keamanan sangat krusial dalam menciptakan lingkungan sepak bola yang aman dan sportif. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk menciptakan sepak bola Indonesia yang lebih baik.