Liputan6.com, Jakarta Final Piala Dunia Antarklub 2025 akan mempertemukan dua raksasa Eropa, yakni Chelsea dan PSG. Laga akbar ini dijadwalkan berlangsung di MetLife Stadium, East Rutherford, pada Senin, 14 Juli 2025 pukul 02.00 WIB. Di tengah sorotan menuju partai puncak ini, satu nama mencuri perhatian, yaitu Enzo Fernandez.
Kurang dari tiga tahun sejak menjadi bintang muda Argentina di Piala Dunia 2022, Enzo kini menjelma sebagai pemimpin di lini tengah Chelsea. Ia bahkan mengenakan ban kapten dalam dua laga terakhir The Blues di turnamen ini. Perannya tak hanya vital secara teknis, tapi juga simbolik bagi tim muda yang tengah dibentuk Enzo Maresca.
Momen kecil usai semifinal melawan Fluminense menjadi gambaran kepemimpinannya. Saat melewati Thiago Silva—eks rekan satu tim di Chelsea yang kini membela Fluminense—Enzo menepuk perut sang veteran dengan hangat. Tak ada kata-kata, tapi penuh makna. Pemuda 24 tahun itu memberi penghormatan pada sosok legendaris, sekaligus menunjukkan bahwa ia kini adalah pemimpin baru yang siap membawa Chelsea ke tangga tertinggi.
Dari Qatar ke New York: Evolusi sang Juara Dunia
Enzo Fernandez bukan nama asing bagi pencinta sepak bola. Ia bersinar di Qatar 2022, membantu Argentina meraih gelar juara dunia dan membawa pulang penghargaan Pemain Muda Terbaik. Kini, ia kembali memburu trofi dunia, kali ini bersama Chelsea.
Transformasi Enzo dari anak muda penuh potensi menjadi pemimpin lapangan terjadi dalam waktu singkat. “Saya telah melihat bahwa Enzo memimpin dengan sangat baik,” kata Moises Caicedo. “Musim ini, dia luar biasa. Saya senang dia ada di sini dan menunjukkan mengapa dia seorang juara dunia.”
Statistiknya pun bicara banyak. Enzo memimpin turnamen dalam hal assist (3), memenangkan 20 duel, mencatat 10 umpan kunci, dan mencatatkan akurasi umpan 85 persen. Namun, lebih dari angka, ia membawa aura juara ke dalam tim muda Chelsea yang tengah mencari jati diri di level tertinggi.
Kepercayaan Rekan, Ketenangan di Tengah Tekanan
Dalam skuad Chelsea yang didominasi pemain muda, Enzo menjadi jangkar dan panutan. Ia tidak sekadar bermain baik, tapi menjadi tolok ukur permainan tim. Pedro Neto menganggapnya sebagai sosok inspiratif di ruang ganti dan di atas lapangan.
“Enzo, sejak dia datang, sudah menjadi teman baik saya, dan sangat membantu saya,” kata Neto. “Dia punya kualitas luar biasa dan sikap yang luar biasa juga. Tim bisa melihatnya sebagai pemimpin dari cara dia bermain. Dia pemimpin dan menunjukkan bagaimana kami seharusnya bermain.”
Begitu pula Joao Pedro, yang menilai bahwa Chelsea masih dalam proses membentuk chemistry, tapi memiliki bahan baku yang sangat menjanjikan. “Enzo, misalnya, sudah memenangkan gelar besar di usia yang sangat muda. Saya rasa masih banyak yang bisa kami capai sebagai tim,” ujarnya.
Ujian Terakhir: Menghadapi Raksasa dari Paris
Tantangan terakhir Chelsea adalah PSG, tim yang melaju ke final dengan tiga kemenangan 4-0, termasuk menghancurkan Atletico Madrid dan Real Madrid. Di atas kertas, tim asuhan Luis Enrique lebih matang dan menakutkan.
Namun, Chelsea punya sesuatu yang tak bisa dihitung statistik, yakni pengalaman besar Enzo Fernandez. Pemain yang telah mencicipi panggung tertinggi dunia tak mudah gentar. Kehadirannya bahkan membuat rekan-rekannya lebih percaya diri menghadapi tekanan partai final.
“Selama ada Enzo di lapangan, rasanya Chelsea selalu punya peluang,” begitu narasi yang berkembang dari ruang ganti dan para pengamat. Ia menjadi penyeimbang, penyemangat, sekaligus simbol dari potensi besar yang bisa meledak kapan saja.
Sumber: FIFA