Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai, kebijakan moneter global dan Indonesia memasuki fase baru yakni bergeser ke pelonggaran. Amerika Serikat melalui Federal Reserve (The Fed) resmi memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,00–4,25 persen.
Menurut Josua, sinyal lanjutan pemangkasan pun terbuka, meski tetap dilakukan hati-hati mengikuti data ekonomi dan inflasi. Di saat yang sama, Bank Indonesia (BI) juga menempuh jalur pelonggaran dengan menurunkan BI-Rate 25 basis poin menjadi 4,75 persen pada September lalu.
"Arah kebijakan di Amerika Serikat dan Indonesia sama-sama sudah bergeser ke pelonggaran. The Fed memulai pemangkasan pertama tahun ini dan memberi sinyal ruang untuk melanjutkan penurunan secara bertahap, sementara Bank Indonesia telah memangkas suku bunga tiga bulan beruntun dan menyatakan masih ada ruang untuk melanjutkan bila stabilitas rupiah terjaga dan inflasi tetap rendah," kata Josua kepada Liputan6.com, Kamis (18/9/2025).
Kesamaan arah kebijakan dua bank sentral besar ini menandakan adanya tren global menuju penurunan suku bunga.
Melonggarkan Tekanan
Kondisi tersebut dipandang akan melonggarkan tekanan pada perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
Josua menilai sinkronisasi ini memberi sinyal positif karena membuka ruang bagi stabilitas rupiah tetap terjaga, sembari mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Ini adalah sinyal bahwa arah kebijakan masih menurun, tetapi secara hati-hati dan bergantung pada data inflasi yang masih di atas sasaran," ujarnya.
Dampak Internasional dan Domestik
Di level global, kata Josua, pemangkasan The Fed menurunkan imbal hasil obligasi pemerintah AS dan sempat menekan indeks dolar. Dampaknya, kondisi keuangan dunia menjadi lebih longgar dan biaya pendanaan global ikut turun. Situasi ini berpotensi menghidupkan kembali arus modal ke pasar negara berkembang.
Bagi Indonesia, langkah tersebut menjadi angin segar. Pelonggaran The Fed memberi ruang bagi BI untuk melanjutkan penurunan suku bunga tanpa dibayangi tekanan nilai tukar. Stabilitas rupiah relatif terjaga berkat intervensi terukur dan kewajiban konversi devisa hasil ekspor.
"Untuk Indonesia, pelonggaran The Fed mengurangi tekanan eksternal sehingga memberi ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga sambil menjaga rupiah," ujarnya.
Dampak Lainnya
Dampak domestik juga mulai terasa. BI mencatat suku bunga acuan pasar uang turun lebih dari satu poin sepanjang tahun ini, sementara imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 2 tahun terkoreksi hampir dua poin sejak awal tahun.
"Di pasar keuangan domestik, pelonggaran BI sudah terlihat pada turunnya suku bunga pasar uang dan imbal hasil SBN. BI mencatat suku bunga acuan pasar uang turun lebih dari satu poin pada tahun ini, imbal hasil SBN tenor 2 tahun turun hampir dua poin sejak awal tahun, dan rupiah relatif stabil didukung intervensi terukur serta kewajiban konversi devisa hasil ekspor," ujar dia.
Selain itu, arus masuk portofolio asing pun kembali terlihat pada kuartal III, menjadi bukti kepercayaan investor terhadap pasar keuangan Indonesia mulai pulih.