Ekspor Jepang ke AS Anjlok, Trump Pukul Industri Otomotif

2 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Ekspor Jepang ke Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan drastis sebesar 13,8% pada Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini paling besar memukul industri otomotif.

Data dari Kementerian Keuangan Jepang menunjukkan, ini menjadi penurunan kelima secara beruntun dan merupakan dampak langsung dari kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump, khususnya pada sektor otomotif.

Anjloknya ekspor ini menjadi sinyal kuat bahwa perang dagang antara dua negara ekonomi besar tersebut semakin memukul industri Jepang.

Laporan yang dirilis pada Rabu (waktu setempat) ini menunjukkan angka penurunan yang lebih buruk dari bulan sebelumnya, di mana ekspor pada Juli hanya terpangkas 10,1%.

Dilansir dari ABC News pada Kamis, (18/9/2025), penurunan ekspor ini terjadi saat tarif AS untuk mobil dan suku cadang dari Jepang masih berada di level tinggi. Meskipun tarif tersebut telah turun dari 27,5% menjadi 15% pada pekan ini, angkanya masih jauh lebih tinggi dari tarif normal sebesar 2,5%.

Sementara itu, secara keseluruhan ekspor Jepang hanya turun tipis 0,1%, berkat pertumbuhan ekspor ke Eropa dan Timur Tengah yang mampu menahan laju penurunan.

Impor dari AS Naik 11,6%

Di sisi lain, data provisional untuk Agustus juga menunjukkan total impor Jepang dari seluruh dunia turun 5,2% dari tahun sebelumnya. Impor dari Tiongkok justru naik 2,1%, meskipun ekspor ke China sendiri turun 0,5%. Uniknya, impor dari AS malah naik signifikan, mencapai 11,6%.

Beberapa sektor menunjukkan performa positif di tengah gejolak ini, dengan ekspor produk makanan naik 18% dan ekspor kapal meningkat hampir 25%. Dari sisi impor, barang elektronik seperti komputer melonjak hampir 35%, disusul impor pesawat terbang yang naik 21%.

Trump Tepati Janji Dongkrak Tarif 50% ke India, Warga AS Kena Imbas

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, menepati ancamannya dengan menaikkan tarif impor terhadap produk asal India menjadi 50 persen. Langkah ini berpotensi merusak hubungan dengan salah satu mitra dagang terpenting Negeri Paman Sam, sekaligus memicu kenaikan harga bagi konsumen di dalam negeri.

Dikutip dari CNN, Kamis (28/8/2025), kebijakan tersebut muncul hanya beberapa pekan setelah Trump menetapkan tarif dasar baru sebesar 25 persen untuk barang asal India.

Kini, bea masuk terhadap barang India yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kelima di dunia menjadi salah satu yang tertinggi yang diberlakukan AS terhadap negara mana pun.

Trump menegaskan, putaran terbaru tarif ini bertujuan menghukum India karena tetap membeli minyak dari Rusia, yang dinilai membantu mendanai perangnya dengan Ukraina.

Sebelumnya, Trump juga mengadakan pertemuan terpisah dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, untuk menengahi konflik berkepanjangan tersebut. Namun, hingga kini pembicaraan masih menemui jalan buntu. 

Dampak Tarif Bagi Perusahaan

Dampak tarif yang semakin tinggi mulai dirasakan perusahaan-perusahaan Amerika, bahkan konsumen juga terkena imbas berupa kenaikan harga. Kondisi pasar tenaga kerja yang sedang melemah diperkirakan kian tertekan dengan bea masuk baru terhadap barang asal India.

New Delhi sendiri sejak awal sudah mengisyaratkan bakal membalas kebijakan Trump. India menyebut ancaman tarif tambahan AS sebagai bentuk “sanksi sekunder”. Menteri Muda Luar Negeri India, Kirti Vardhan Singh, menegaskan pemerintah telah menyiapkan langkah untuk melindungi perekonomian.

“Kami mengambil langkah tepat agar tidak merugikan ekonomi kami, dan saya pastikan kekuatan ekonomi India mampu menghadapi situasi ini,” kata Singh kepada wartawan pada Rabu bahwa pemerintah.

“kekhawatiran kami adalah ketahanan energi kami, dan kami akan terus membeli sumber energi dari negara mana pun yang memberi keuntungan bagi India.” ujarnya

India juga menuding pemerintahan Trump bertindak tidak adil, karena negara lain yang juga mengimpor minyak dari Rusia tidak mendapat beban tarif setinggi itu. China misalnya, yang merupakan pembeli terbesar minyak Rusia, hanya dikenakan tarif minimum 30 persen. Meski demikian, Trump sudah mengingatkan bahwa negara lain yang membeli minyak dari Rusia bisa sewaktu-waktu menghadapi tarif lebih tinggi.

Read Entire Article
Bisnis | Football |