Liputan6.com, Jakarta Liverpool kembali jadi sorotan usai menumbangkan Atletico Madrid secara dramatis di Liga Champions 2025/2026 di Anfield, Kamis (18/9/2025) dini hari WIB. Kemenangan di menit-menit akhir itu membuat publik menjuluki momen tersebut sebagai ‘Arne Time’.
Julukan itu jelas mengingatkan publik pada istilah populer dalam sepak bola Inggris, yakni ‘Fergie Time’. Manchester United di era Sir Alex Ferguson terkenal dengan kemampuan mencetak gol telat.
Fenomena itu seakan menjadi ciri khas yang membedakan United dari tim lain pada masanya. Tidak sedikit laga yang berakhir dengan euforia besar karena gol dramatis di detik-detik terakhir.
Namun, bagaimana sebenarnya rahasia di balik kehebatan United kala itu? Mantan pelatih tim, Rene Meulensteen, akhirnya membongkar kunci di balik lahirnya gol-gol legendaris di penghujung laga.
Asal Usul Fergie Time
Istilah ‘Fergie Time’ muncul di era keemasan Sir Alex Ferguson bersama Manchester United. Tim Setan Merah kerap membalikkan keadaan di menit-menit akhir dengan cara yang dramatis.
Kebiasaan itu membuat lawan ketar-ketir setiap kali laga memasuki injury time. United sering tampil lebih agresif dan seolah mendapatkan energi tambahan.
Beberapa momen paling ikonik lahir dari fase ini, seperti gol Ole Gunnar Solskjaer di final Liga Champions 1999. Ada juga gol penentu gelar Steve Bruce pada tahun 1993 yang dikenang hingga kini.
Tak ketinggalan, gol dramatis Michael Owen ke gawang Manchester City pada 2009 semakin menguatkan mitos Fergie Time. Publik pun percaya United tak pernah benar-benar kalah sampai peluit akhir berbunyi.
Latihan Skenario ala Ferguson
Menurut Rene Meulensteen, fenomena itu bukan kebetulan semata. Ferguson dan stafnya sengaja menanamkan mentalitas khusus lewat latihan intensif.
Meulensteen menyebut hal itu sebagai "permainan skenario". Dalam latihan, tim dibuat seolah tertinggal 0-1 dengan sisa 10 menit plus tambahan waktu.
Dari situ, para pemain dipaksa mencari solusi taktikal cepat. Mereka dituntut memasukkan banyak bola ke kotak penalti dalam waktu singkat.
"Orang-orang membicarakan 'Fergie Time', dan orang-orang bertanya bagaimana mungkin? Kami melakukan banyak sesi latihan tentang itu. Saya menyebutnya permainan skenario," ungkap Meulensteen dalam wawancara dengan siniar High Performance, via Manchester Evening News pada Maret 2025 lalu.
"Satu tim harus bertahan, mereka unggul 1-0. Kami, sebagai tim lawan, punya waktu 10 menit ditambah waktu tambahan. Mungkin 14 menit. Jadi apa yang akan kami ubah secara taktis?"
"Kami mungkin akan bermain dengan empat pemain di depan. Apa artinya ini bagi lini belakang? Kami mendorong bek sayap, memindahkan pemain sayap ke tengah. Semua itu. Semuanya tentang memiliki pola pikir positif dan berapa banyak bola yang bisa kami masukkan ke dalam kotak penalti," terangnya.
Pemain Harus Berpikir Jernih
Rene Meulensteen menambahkan, dalam waktu tujuh menit, Man United harus bisa mencetak setidaknya satu gol. Jadi dengan waktu yang tersisa mereka bisa mencetak dua gol dan itu akan membuat skor berbalik.
Namun jika dalam waktu tujuh menit mereka belum bisa mencetak gol, mereka dituntut agar tidak sampai panik. Mereka harus bisa tetap berpikir dengan tenang.
"Intinya adalah memastikan para pemain memahami bahwa tekanan waktu bukanlah situasi di mana mereka merasa kehabisan waktu. Tidak, kita masih punya enam menit, bagaimana kita bisa memaksimalkannya? Kami memastikan mereka tetap sabar dan berpikir jernih untuk memberikan kualitas yang dibutuhkan."
Pemain Dengan Mentalitas yang Tepat
Selain latihan, faktor lain yang membuat United tajam di akhir laga adalah memiliki pemain dengan mental baja secara alami. Menurut Meulensteen, United memiliki banyak pemain yang tak pernah panik dalam tekanan.
Pemain seperti Paul Scholes dan Ryan Giggs jadi contoh nyata. Mereka mampu tetap tenang dan membuat keputusan jitu meski waktu tersisa sangat sedikit.
Momen gol Michael Owen ke gawang City pada 2009 menjadi bukti nyata. Giggs dengan jernih memberikan umpan terukur meski waktu hampir habis.
"Gol yang dicetak Michael Owen melawan Manchester City di menit-menit akhir pertandingan, kami mengejarnya, kami menekan. Bola dimasukkan ke kotak penalti dan disapu," kata Meulensteen.
"Itu hanya bisa jatuh ke tangan dua pemain, Paul Scholes atau Ryan Giggs. Siapa pun yang lain pasti menembak. Tidak ada yang akan melakukan apa yang dilakukan Giggs, ia mengoper bola menyamping ke kaki Michael Owen, ia menyentuhnya dan menyelesaikannya," kenangnya.
"Ini soal memiliki pemain dengan kualitas seperti itu. Tapi secara umum, dengan semua pemain, mereka perlu tahu bahwa ada tekanan waktu, tetapi mereka harus memanfaatkan waktu itu. Jadi itu bukan hal yang negatif. Kami masih punya waktu. Bahkan dengan satu menit. Itu masih 60 detik, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan bola ke kotak penalti? Itulah pemikirannya," tandasnya.
(Manchester Evening News)