Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menyusun strategi jitu dalam upaya menekan emisi karbon. Caranya melalui peningkatan pembangunan energi baru terbarukan (EBT) hingga mendorong penggunaan kendaraan listrik.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin mengungkapkan pembangkit listrik di Indonesia mayoritas dipasok energi fossil. Sama halnya dengan kendaraan yang didominasi bertenaga bahan bakar minyak (BBM).
"Strategi pemerintah secara umum ini ada dua yang utama. Yang pertama dari sisi electricity, bangunlah sebanyak-banyaknya renewable (EBT). Ya itu kita support dan itu dengan RUPTL sudah muncul.Yang kedua, dari sisi transportasi terutama kurangi jumlah knalpot sebanyak-banyaknya," ungkap Rachmat dalam Indonesia Connect by Liputan6, ditulis Sabtu (9/8/2025).
Pemerintah akan fokus pada implementasi transportasi minim emisi, seperti LTR, MRT, hingga bus-bus listrik. Kedepannya akan diperluas ke kendaraan komersil dan pribadi.
"Transjakarta atau bis-bis kalau bisa listrik juga, mengurangi knalpot. Kedepan dan juga tentunya kendaraan komersial dan kendaraan pribadi," tegas dia.
"Kalau bisa kita juga buat yang tidak menggunakan BBM fosil. Kita berikan insetif, kita berikan kemudahan-kemudahan, dan ini yang kita lakukan," imbuh Rachmat.
Tantangan Transisi Energi
Sebelumnya, Pemerintah menargetkan nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang. Namun, target itu menghadapi tantangan yang tak mudah: ketergantungan pada energi fosil.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin mengatakan, perjalanan ke energi bersih tidak semudah yang diperkirakan. Ada proses yang perlu dilalui.
"Bikin aja listriknya green gitu ya, bikin aja transportasi green, gampang gitu. Tapi ternyata enggak semudah itu. Ini tentunya butuh kerja sama kita dan perjalanannya juga nggak bisa instan," jata Rachmat dalam Indonesia Connect by Liputan6, ditulis Sabtu (9/8/2025).
Listrik dari PLTU
Ada sejumlah tantangan yang menurutnya perlu dihadapi oleh Indonesia. Tak lain aspeknya berada pada ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil, baik dari sisi pembangkit listrik, maupun penggunaan kendaraannya.
Dia mencatat sekitar 80 persen listrik Indonesia disumbang energi fossil, mayoritas dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan bahan bakar batubara. Pada saat yang sama, kegiatan pengeboran minyak bumi masih terus dilakukan demi kepentingan nasional.
"Ini semuanya penting, enggak bisa dengan serta-merta, oke kita berhenti menggunakan fossil. Ada yang mau misalnya tiba-tiba listriknya mati, atau listriknya nyala pada saat matahari bersinar dan angin berhembus? Kan nggak mau kan, pasti maunya listriknya 24 jam tapi bersih," tuturnya.
Kendaraan BBM
Sama halnya dengan penggunaan kendaraan. Rachmat mengatakan setidaknya ada 150 juta kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Sedangkan, baru ada sekitsr 200-300 ribu kendaraan listrik. Angka ini membuktikan masih jomplangnya penggunaan kendaraan dengan emisi rendah. Namun, pemerintah kembali lagi tidak bisa membatasinya dengan tiba-tiba.
"Apa iya misalnya kita bilang, oke semua masyarakat sekarang enggak boleh lagi pake mobil yang pake bensin atau kita enggak jual lagi BBM fossil. Kan enggak mungkin, hari ini enggak mungkin," tegas dia.