Mengenal Sosok Ellyas Pical, Sang Juara Dunia Tinju Pertama dari Indonesia

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Melalui sebuah siaran televisi, Ellyas Pical atau yang lebih akrab disapa Elly menyaksikan laga salah satu petinju terbaik era 70-an, Muhammad Ali. Usianya baru 13 tahun kala itu, namun lewat aksi Ali, Elly melihat secercah mimpi yang kelak akan jadi takdir hidupnya.

Elly tidaklah terlahir sebagai superstar. Pria asli Saparua, Maluku tersebut bahkan tidak lulus sekolah dasar. Ia memilih berhenti sebab hari-harinya di sekolah hanya diisi dengan perkelahian kasar. Kesehariannya hanya dihabiskan untuk menyelam, mencari mutiara di dasar laut cantik Indonesia timur.

Ketertarikan Elly pada dunia tinju membawanya untuk mulai berlatih. Dengan pertentangan dari kedua orang tuanya, ia mulai tiap pukulan itu secara sembunyi-sembunyi. Elly sadar bahwa sebagai seorang amatir, ia harus memulai semuanya dari tingkat terendah, kelas terbang. 

Tanpa disadari, sepasang sarung tinju tersebut mengantarnya mengarungi berbagai kompetisi. Mulai dari pertarungan tingkat kabupaten hingga nasional, Elly menyabet setiap gelar dengan tangan yang mengepal, dengan ambisi menjadi seorang petinju profesional.

Berita Video Kenangan dan Mimpi Ellyas Pical Untuk Tinju Indonesia

Awal Karier Profesional

Mimpi Elly mulai bersemi pada tahun 1983 di kelas bantam junior. Dikenal atas pukulannya yang mematikan, The Exocet, Elly sempat jadi juara di ajang Orient and Pacific Boxing Federation (OPBF) pada 19 Mei 1984. Elly yang saat itu berumur 24 tahun menundukkan wakil Korea Selatan, Hi-yung Chung dengan kemenangan angka 12 ronde di kandangnya sendiri.

Lewat kemenangannya, Elly jadi petinju asal Indonesia pertama yang berhasil meraih gelar internasional di luar negeri. Ia cepat, eksplosif, dan begitu mematikan. Nama Elly kian harum dan jadi idola baru dunia tinju nasional.

Setahun berselang, tepatnya pada 3 Mei 1985, Elly kembali juara pada gelaran International Boxing Federation kelas bantam yunior atau super terbang. Ia menaklukkan Chun Ju-do dan kembali memecahkan rekor sebagai orang Indonesia pertama yang meraih gelar dunia IBF di kelas bantam.

Sosok kelahiran 24 Maret 1960 tersebut mempertahankan sabuk yang ia raih dengan sekuat tenaga. Ia kembali jadi yang terbaik pada Agustus 1985 setelah mengalahkan petinju Australia, Wayne Mulholland. Meski begitu, dunianya harus dihempaskan ke tanah kala petinju Republik Dominika, Cesar Polanco mengalahkannya di Jakarta.

Sempat Depresi dan Tak Mau Balik ke Ring

Kegagalan kontra Cesar Planco tak membuat Elly mundur. Setahun setelahnya, kedua petinju ini kembali bertemu di Jakarta dan kali ini, Elly tak memberi ampun dan menjatuhkan Cesar Polanco dengan KO. Ia kemudian kembali mengamankan gelarnya dengan membabat habis petinju Korea Selatan, Lee Dong-chun.

Mimpi buruknya justru terjadi pada tahun 1987. Melawan unggulan Thailand, Khaosan Galaxy, Elly dihajar KO pada ronde 14 dan menjatuhkan dirinya ke titik terendah sepanjang karier profesional.

Berbulan-bulan setelahnya, Elly masih enggan kembali ke ring. Pikirannya terus berputar pada pukulan KO yang dilepaskan Khaosai pada dirinya. Hatinya bergelut dan perasaannya berkecamuk. Meski begitu, mimpinya sudah membawanya terlalu jauh. Melangkah maju adalah satu-satunya jalan bagi Elly.

Oktober 1987, Elly kembali ke Senayan. Ia menantang sang juara bertahan IBF kelas bantam yunior dari Korea Selatan, Tae-ill Chang. Setelah pertarungan panjang 15 ronde, Elly dinyatakan menang melalui keputusan angka tidak bulat (split decision). Gelar tersebut bertahan selama 2 tahun sebelum Elly harus mengakui keunggulan petinju Kolombia, Juan Polo Perez dalam laga yang digelar di Virginia, Amerika Serikat.

Legenda yang Terlupakan

Pasca kekalahan di Amerika Serikat, nama Elly perlahan meredup. Ia sempat memainkan sejumlah laga non-gelar, namun tak membuat kariernya kembali seperti pada masa kejayaan. Ia perlahan mengalihkan fokusnya pada kehidupan personal dan menjauh dari mimpinya yang telah rampung.

Fase hingar bingar dan ketenaran dirinya pun tak lagi terlihat. Demi melanjutkan hidup, Elly menggantungkan nasibnya pada hingar bingar yang lain, yaitu menjadi satpam sebuah diskotek.

Derita Elly tak hanya sampai di sana, ia juga pernah dipenjara sebab perdagangan narkoba. Tujuh bulan setelahnya, Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menjadikannya asisten ketua di KONI Pusat setelah hari pembebasan. KONI sempat dikecam masyarakat atas dasar melupakan jasa seorang legenda bangsa.

Ellyas Pical pensiun dengan rekor mengesankan. Ia meninggalkan ring tinju setelah memainkan total 26 pertandingan profesional dengan catatan 20 kemenangan (11 kemenangan melalui KO), 1 hasil imbang, dan 5 kekalahan. Namanya terpatri di puncak tertinggi blantika tinju nasional.

Penerus Ellyas Pical dari Masa ke Masa

Setelah pensiunnya Ellyas Pical, Indonesia tak kekurangan bakat petinju. Kejayaan Elly seakan membuka mata dunia bahwa negaranya tak dapat dianggap remeh. Indonesia total memiliki 5 petinju selain Elly yang sempat memenangkan gelar internasional, dengan 2 orang berhasil juara pada kategori badan besar (WBA, WBC, IBF, WBO).

Dari Merauke, Indonesia memiliki sosok bernama Muhammad Rachman. Ia jadi satu-satunya petinju Indonesia yang meraih juara pada dua kategori badan besar berbeda. Rachman sempat merasakan sabuk juara IBF Minimumweight pada periode 2004-2007. Kemudian, pada 2011-2012, Rachman juga berhasil mengamankan sabuk WBA Minimumweight.

Indonesia juga sempat dibuat bangga oleh sosok fenomenal asal Banjarnegara, Chris John. Bersaing pada kelas WBA Featherweight, ia berhasil menjadi juara dunia terlama dari Indonesia, yaitu sepanjang 10 tahun. Rekornya juga sangat fantastis, Chris John berhasil mempertahankan gelarnya sebanyak 18 kali. Ia dikenal dunia sebagai The Dragon.

Masih ada nama-nama seperti Daud Yordan dan Tibo Monabesa yang juga sempat merasakan gelar internasional. Selain itu, pada kategori wanita, terdapat nama Irma Arifin yang meledak pada era 2000an awal dengan gelar juara dunia WIBF Flyweight. Mereka adalah para petarung bangsa yang siap terluka demi kebanggan dan sebuah sabuk juara.

Read Entire Article
Bisnis | Football |