Liputan6.com, Jakarta Setelah Inggris memastikan tiket ke Piala Dunia 2026 di Amerika Utara, sorotan kini beralih pada satu pertanyaan besar: seberapa siap mereka bersaing dengan para raksasa dunia?
Thomas Tuchel, yang kontraknya bersama timnas Inggris hanya berlaku hingga akhir turnamen nanti, menyebut timnya sebagai underdog. Meski begitu, Inggris disebut telah all-out mempersiapkan diri menuju turnamen empat tahunan tersebut.
Sementara itu, Argentina dan Brasil berharap atmosfer benua Amerika memberi mereka keuntungan historis. Dari delapan edisi Piala Dunia yang digelar di kawasan tersebut, tujuh dimenangkan tim asal Amerika Selatan.
Namun Eropa tetap punya kekuatan luar biasa. Dari 11 edisi Piala Dunia yang digelar di benua itu, 10 dimenangkan tim Eropa. Jadi, siapa yang paling siap menantang supremasi dunia tahun depan?
Spanyol: Kombinasi Konsistensi dan Regenerasi Tak Tertandingi
Tak mengejutkan bila Spanyol menjadi favorit utama di bursa taruhan untuk juara Piala Dunia 2026. Mereka adalah juara Euro 2024 setelah menumbangkan Inggris di final, dan sejak itu performanya tak pernah melorot.
Di bawah Luis de la Fuente, La Roja tak terkalahkan dalam laga kompetitif sejak Maret 2023, kecuali kekalahan adu penalti di final Nations League melawan Portugal. Meski belum memastikan tiket ke Piala Dunia, Spanyol memuncaki Grup E dengan poin sempurna.
Kekuatan mereka juga ditopang oleh Lamine Yamal, bintang muda Barcelona yang disebut sebagai salah satu pemain terbaik dunia saat ini. Dengan perpaduan pemain muda dan sistem permainan matang, Spanyol tampak seperti tim yang berada satu langkah lebih maju dibanding rival-rivalnya.
Prancis: Era Deschamps Segera Berakhir, Tapi Mbappe Masih Jadi Harapan
Didier Deschamps akan menutup masa jabatannya yang panjang setelah Piala Dunia 2026, namun ambisinya jelas: mencapai final untuk ketiga kalinya beruntun. Setelah juara di 2018 dan kalah dramatis dari Argentina di 2022, Prancis masih jadi kekuatan besar yang menakutkan.
Kylian Mbappe menjadi motor utama Les Bleus. Pemain Real Madrid itu telah mencetak 17 gol hanya dalam 13 pertandingan musim ini untuk klub dan negara. Statistik yang menegaskan statusnya sebagai penyerang paling tajam di Eropa saat ini.
Prancis memuncaki Grup D meski baru saja ditahan 2-2 oleh Islandia. Masalah mereka bukan pada kualitas, tapi pada menjaga konsistensi di tengah masa transisi generasi yang perlahan dimulai.
Inggris: Tuchel dan Misi Besar Akhiri Puasa Gelar Dunia
Bagi Inggris, Piala Dunia 2026 bisa jadi momentum sejarah baru. Setelah beberapa kali gagal di fase akhir turnamen besar, kini harapan mereka ditumpukan pada sentuhan Thomas Tuchel.
FA menunjuk Tuchel hanya untuk periode menuju Piala Dunia, bukti bahwa mereka benar-benar menargetkan gelar. Dan sejauh ini, hasilnya menjanjikan. Inggris menjadi tim Eropa pertama yang lolos dengan rekor luar biasa: sembilan kemenangan dari sepuluh laga terakhir.
Harry Kane tampil di level terbaiknya, mencetak 20 gol dalam 11 pertandingan untuk Bayern Munich dan Inggris. Dengan skuad yang seimbang dan motivasi tinggi, Inggris bisa saja mengubah status “underdog” menjadi ancaman nyata di Amerika Utara nanti.
Brasil: Era Baru Bersama Ancelotti Belum Sepenuhnya Stabil
Brasil, pemegang lima gelar Piala Dunia, kini berada di fase transisi yang penuh tantangan. Mereka belum kembali ke final sejak 2002 dan performa di kualifikasi kali ini jauh dari ideal.
Kekalahan telak 1-4 dari Argentina membuat Dorival Junior dipecat, dan Federasi Sepakbola Brasil kemudian menunjuk Carlo Ancelotti sebagai pelatih kepala, pelatih asing pertama sejak 1965.
Namun hasil awal belum sesuai ekspektasi. Brasil hanya finis di posisi kelima klasemen kualifikasi zona Amerika Selatan dengan enam kekalahan dari 18 pertandingan. Mereka lolos, tetapi bukan sebagai kekuatan menakutkan yang biasa dikenal publik dunia.
Argentina: Juara Bertahan dan Ancaman Abadi
Sebagai juara bertahan, Argentina akan datang dengan kepercayaan diri tinggi. Lionel Scaloni masih memimpin tim yang memuncaki klasemen kualifikasi Amerika Selatan dengan keunggulan sembilan poin dari peringkat kedua, Ekuador.
Isu terbesar justru soal masa depan Lionel Messi. Kapten berusia 38 tahun itu belum memastikan apakah akan tampil di Piala Dunia 2026, meski banyak yang yakin ia tidak akan menutup karier internasional tanpa mencoba mempertahankan gelarnya.
Scaloni kini juga sedang mengeksplorasi kombinasi baru di lini depan. Lautaro Martinez dan Julian Alvarez diberi kesempatan tampil bersama, eksperimen yang bisa menjadi kunci keberhasilan mereka di turnamen nanti.
Portugal: Ronaldo Belum Habis, Tim Semakin Padu
Meski belum memastikan tiket ke Piala Dunia, Portugal tampil impresif di Grup F. Mereka masih tak terkalahkan dan unggul jauh atas pesaing.
Usai Euro 2024, banyak yang berpendapat Cristiano Ronaldo sudah melewati masa emasnya. Namun justru sejak itu, pemain berusia 41 tahun tersebut menunjukkan kebangkitan luar biasa dengan mencetak 13 gol dalam 13 pertandingan.
Portugal pun menegaskan kekuatannya dengan menjuarai Nations League setelah menaklukkan Spanyol lewat adu penalti. Dengan generasi baru yang semakin matang, termasuk Rafael Leao dan Bruno Fernandes, Portugal siap menjadi ancaman serius di Amerika Utara.
Jerman: Butuh Lebih dari Sekadar Reputasi
Sejak menjuarai Piala Dunia 2014, Jerman mengalami penurunan tajam. Dua kali gagal lolos dari fase grup dan tersingkir lebih awal di Euro jadi bukti bahwa Die Mannschaft belum menemukan bentuk terbaiknya.
Situasi kualifikasi pun belum aman. Mereka hanya unggul selisih gol atas Slovakia di Grup A dan baru saja menelan kekalahan dari tim tersebut bulan lalu, kekalahan keempat di kualifikasi Piala Dunia.
Untuk kembali bersaing di level elite, Jerman perlu lebih dari sekadar nama besar. Mentalitas dan struktur tim masih jadi pekerjaan rumah besar bagi staf pelatih menjelang turnamen tahun depan.
Melihat peta kekuatan saat ini, Spanyol memang tampak paling siap, stabil, muda, dan disiplin. Namun sejarah menunjukkan bahwa Piala Dunia tidak selalu dimenangkan oleh tim terbaik di atas kertas.
Argentina tetap jadi favorit kuat, Inggris tengah dalam misi khusus bersama Tuchel, sementara Prancis dan Portugal punya kedalaman skuad yang bisa membuat perbedaan.