Liputan6.com, Jakarta Upaya mengejar penurunan emisi karbon diharapkan tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini menjadi salah satu tantangan yang perlu dihadapi Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin menegaskan upaya transisi energi harus dijalankan secara terukut.
"Semua transisi ini jangan sampai mengganggu pertumbuhan, harus pro jobs and pro growth. Alangkah ironisnya, jika kita melakukan transisi tapi ternyata ini membuat industri dalam negeri kita lemah. Misalnya barang-barangnya ini kedepan semuanya impor," kata Rachmat dalam Indonesia Connect by Liputan6, ditulis Minggu (10/8/2025).
Dia menegaskan, dalam mengerjakan transisi energi, kalangan industri lokal juga perlu terlibat. Hal ini sejalan dengan kebijakan mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
"Makanya ada policy-policy yang kita sebut juga TKDN. Kenapa? Karena pada saat transisi ini. Kita butuh teman-teman di Indonesia lah yang bikin solar panelnya, yang bikin baterainya, yang bikin mobilnya, yang bikin workshopnya yang bikin motornya, dan sebagainya," tutur dia.
Melalui pembukaan industri dalam negeri ini, Rachmat juga melihat peluang penyerapan tenaga kerja. Hal ini tentunya bisa juga berkontribusi pada ekonomi nasional. "Karena adik-adik ini begitu lulus kuliah mereka butuh tempat-tempat bekerja yang bukan hanya mensejahterkan mereka. Tapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi hijau," terangnya.
Jurus Pemerintah Kurang Emisi Karbon
Sebelumnya, Pemerintah menyusun strategi jitu dalam upaya menekan emisi karbon. Caranya melalui peningkatan pembangunan energi baru terbarukan (EBT) hingga mendorong penggunaan kendaraan listrik.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin mengungkapkan pembangkit listrik di Indonesia mayoritas dipasok energi fossil. Sama halnya dengan kendaraan yang didominasi bertenaga bahan bakar minyak (BBM).
"Strategi pemerintah secara umum ini ada dua yang utama. Yang pertama dari sisi electricity, bangunlah sebanyak-banyaknya renewable (EBT). Ya itu kita support dan itu dengan RUPTL sudah muncul.Yang kedua, dari sisi transportasi terutama kurangi jumlah knalpot sebanyak-banyaknya," ungkap Rachmat dalam Indonesia Connect by Liputan6, ditulis Sabtu (9/8/2025).
Fokus Kendaraan Minim Emisi
Pemerintah akan fokus pada implementasi transportasi minim emisi, seperti LRT, MRT, hingga bus-bus listrik. Kedepannya akan diperluas ke kendaraan komersil dan pribadi.
"Transjakarta atau bis-bis kalau bisa listrik juga, mengurangi knalpot. Kedepan dan juga tentunya kendaraan komersial dan kendaraan pribadi," tegas dia.
"Kalau bisa kita juga buat yang tidak menggunakan BBM fosil. Kita berikan insetif, kita berikan kemudahan-kemudahan, dan ini yang kita lakukan," imbuh Rachmat.
Tantangan Transisi Energi
Sebelumnya, Pemerintah menargetkan nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060 mendatang. Namun, target itu menghadapi tantangan yang tak mudah: ketergantungan pada energi fosil.
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Rachmat Kaimuddin mengatakan, perjalanan ke energi bersih tidak semudah yang diperkirakan. Ada proses yang perlu dilalui.
"Bikin aja listriknya green gitu ya, bikin aja transportasi green, gampang gitu. Tapi ternyata enggak semudah itu. Ini tentunya butuh kerja sama kita dan perjalanannya juga nggak bisa instan," jata Rachmat dalam Indonesia Connect by Liputan6, ditulis Sabtu (9/8/2025).