Liputan6.com, Jakarta - Sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, semakin menjadi sasaran empuk bagi oknum-oknum yang berusaha mengambil keuntungan dari pengelolaan keuangan.
Oleh karena itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengusulkan kepada Pemerintah untuk segera mengambil langkah tegas dengan membentuk badan khusus yang mengurus perlindungan data pribadi.
Badan ini diharapkan mampu melakukan audit dan evaluasi terhadap sistem keamanan yang diterapkan oleh bank, memastikan setiap lembaga keuangan telah memenuhi standar perlindungan data pribadi yang ditetapkan oleh regulasi.
"YLKI mendorong pemerintah untuk segera membuat badan yang mengurus perlindungan data pribadi untuk mengaudit dan mengevaluasi sistem keamanan perbankan apakah sudah standar atau belum," kata Kabid Pengaduan dan Hukum YLKI Rio Priambodo, kepada Liputan6.com, Senin (3/2/2025).
Dalam hal ini, YLKI berpendapat evaluasi terhadap sistem keamanan perbankan harus dilakukan secara menyeluruh. Jika ditemukan celah atau kelemahan dalam sistem perlindungan data, langkah-langkah perbaikan harus segera dilakukan untuk menghindari potensi kerugian bagi konsumen.
Perbankan Perlu tingkatkan Sistem Keamanan Data Konsumen
Mengingat tingginya risiko serangan siber terhadap lembaga keuangan, Rio menegaskan perbankan perlu meningkatkan sistem keamanan data konsumen yang lebih berlapis.
Serangan siber yang semakin canggih dan beragam dapat mengancam keberlangsungan operasi bank, serta melibatkan dampak serius bagi nasabah, terutama terkait kebocoran data pribadi.
YLKI mengimbau kepada seluruh lembaga perbankan untuk memiliki sistem yang mampu memitigasi risiko serangan siber, baik dalam hal pencegahan maupun penanganan apabila serangan terjadi. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa bank dapat segera melakukan pemulihan data dan menjaga kepercayaan konsumen.
"YLKI mengimbau perbankan mempunyai sistem untuk memitigasi resiko serangan siber serta mitigasi penanganan/pemulihan serangan siber," ujarnya.
Pentingnya Komitmen Bank dalam Jaga Keamanan Data Konsumen
YLKI juga menegaskan pentingnya komitmen dari pihak bank dalam menjaga data pribadi konsumen. Jika terjadi kebocoran data atau kerugian yang timbul akibat kelalaian pihak perbankan dalam menjaga data, bank harus bertanggung jawab penuh terhadap dampak yang ditimbulkan bagi konsumen.
Dia menuturkan, hal ini termasuk kewajiban untuk memberikan kompensasi kepada konsumen yang dirugikan. Sebab, perlindungan data pribadi menjadi hal yang sangat krusial di era digital ini, dan perbankan sebagai lembaga yang mengelola data sensitif harus dapat memberikan rasa aman dan percaya kepada nasabahnya.
Oleh karena itu, YLKI berharap ada langkah konkret dari semua pihak baik lembaga perbankan maupun pemerintah untuk meningkatkan sistem keamanan yang ada, guna melindungi data pribadi konsumen dan mencegah kerugian yang bisa timbul akibat kelalaian dalam pengelolaan data tersebut.
"YLKI meminta bank berkomitmen menjaga data pribadi konsumen dan bertanggung jawab apabila ada kerugian konsumen akibat kelalaian pelaku usaha yang tidak menjaga data konsumen," pungkasnya.
Ancaman Serangan Siber Berpotensi Lumpuhkan Ekonomi Indonesia? Ini Kata Pengamat
Sebelumnya, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber terhadap sektor perbankan telah menjadi ancaman serius yang bisa berdampak besar pada perekonomian nasional.
Paul Sutaryon mengungkapkan gangguan layanan bank akibat serangan siber bisa menyebabkan kelumpuhan dalam transaksi nasabah. Hal ini pada gilirannya akan mengganggu kelancaran bisnis, yang ujung-ujungnya berpotensi merusak stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
"Layanan bank terhadap nasabah bisa lumpuh. Akibatnya, bisnis nasabah kurang lancar. Ujungnya, perekonomian juga jadi terganggu," kata Paul kepada Liputan6.com, Senin (3/2/2025).
Disisi lain, Paul menilai, serangan siber yang terus-menerus dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan suatu negara, namun dampaknya sangat tergantung pada seberapa besar bank yang terkena.
Menurutnya, semakin besar ukuran bank, semakin besar pula potensi gangguan pada sistem keuangan. Ketika bank besar terganggu operasionalnya, efek domino bisa meluas ke sektor lainnya.
"Itu tergantung pada seberapa besar bank yang terkena serangan siber. Makin besar bank, makin besar potensi sistem yang diakibatkannya," ujarnya.
Oleh karena itu, sektor perbankan yang lebih besar dan lebih terintegrasi dalam sistem ekonomi lebih rentan terhadap dampak negatif dari serangan siber.
Mitigasi Risiko dan Biaya Keamanan Siber
Adapun untuk menghadapi ancaman siber ini, Paul menilai hampir seluruh bank telah mengimplementasikan langkah-langkah mitigasi risiko. Namun, pengamanan ini tidak murah dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang tinggi untuk menjaga keamanan siber seringkali berdampak pada harga layanan perbankan.
Biaya tambahan ini bisa mempengaruhi nasabah, terutama yang bergantung pada layanan perbankan dengan tarif tertentu. Dengan demikian, ada keseimbangan yang harus dicapai antara pengamanan yang efektif dan biaya yang harus ditanggung oleh nasabah.
"Semua bank pasti sudah mitigasi risiko serangan siber. Ketika biayanya terlalu besar bisa jadi berdampak pada biaya layanan perbankan," ujar dia.
Kepercayaan Masyarakat terhadap Sistem Perbankan
Paul menjelaskan, dampak serangan siber terhadap sektor perbankan tidak hanya terbatas pada aspek teknis, tetapi juga berimbas pada kepercayaan masyarakat.
Serangan siber besar dapat merusak reputasi bank, yang kemudian memengaruhi kepercayaan nasabah. Ketika kepercayaan terhadap sistem perbankan terganggu, masyarakat cenderung menjadi lebih berhati-hati dalam menggunakan layanan perbankan, yang dapat berdampak pada konsumsi dan investasi.
Jika masyarakat merasa tidak aman dalam bertransaksi melalui bank, mereka bisa mencari alternatif lain yang lebih aman, yang pada gilirannya akan menurunkan aktivitas ekonomi.
"Tentu saja, serangan siber yang amat besar dapat memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Itu disebut risiko reputasi," ujar Paul.
Sejauh ini, kata Paul, kebijakan dan regulasi pemerintah sudah cukup efektif dalam melindungi sektor perbankan dari serangan siber. Aturan-aturan ini diharapkan dapat menjaga sistem perbankan tetap aman dan berfungsi secara optimal.
"OJK sebagai regulator sektor jasa keuangan sudah menerbitkan aturan tentang itu. Hal itu bertujuan untuk melindungi bank dan nasabahnya," pungkasnya.