Liputan6.com, Jakarta Terkadang, kesetiaan membutuhkan waktu. Dan bagi Son Heung-min, waktu itu adalah satu dekade atau sepuluh tahun penuh pengorbanan, keringat, air mata, dan harapan yang tidak kunjung padam.
Di tengah era sepak bola yang kian transaksional, di mana bintang-bintang besar berpindah klub demi lemari trofi yang lebih penuh, Son memilih jalan berbeda: bertahan. Dan akhirnya, penantian panjang itu terbayar lunas di musim 2024/2025.
Son Heung-min baru saja membawa Tottenham meraih gelar juara Liga Europa. Pada laga final di San Mames, Kamis (22/5) dini hari WIB, Tottenham menang 1-0 atas Manchester United lewat gol Brennan Johnson.
Bagi Tottenham, ini adalah trofi pertama mereka dalam 17 tahun terakhir. Sedangkan, bagi Son Heung-min, ini adalah trofi pertama yang diberikan pada Tottenham. Trofi pertama pula yang dia raih pada level klub.
Dari Asia ke London, Dari Mimpi ke Kenyataan
Son Heung-min datang ke Tottenham dari Bayer Leverkusen pada tahun 2015. Ia bukan transfer blockbuster, tapi dari hari pertama, ia membawa sesuatu yang berbeda: kerja keras, kerendahan hati, dan senyum yang tak pernah pudar.
Selama bertahun-tahun, ia menjelma menjadi tulang punggung. Dia tetap bertahan ketika Harry Kane pindah ke Bayern Munchen untuk mencari trofi. Dia juga tidak tergiur dari tawaran klub lain dua atau tiga tahun lalu.
Namun selama bertahun-tahun itu pula, trofi selalu terasa terlalu jauh. Kini, apa yang sudah diimpikan Son Heung-min tiba. Dia punya satu trofi dalam 10 tahun kariernya di Tottenham.
"Saya merasa luar biasa. Inilah yang selalu saya impikan dan hari ini adalah hari ketika impian itu terwujud. Impian itu benar-benar menjadi kenyataan. Saya sangat bahagia. Saya adalah pria paling bahagia di dunia," kata Son Heung-min dikutip dari TNT Sport.
Son Heung-min Bisa Mengklaim Status Legenda
Harry Kane akan dikenang sebagai legenda bagi Tottenham. Dia adalah top skor sepanjang masa klub. Seperti Harry Kane, Son Heung-min kini juga bisa mengklaim sebagai legenda. Bahkan dengan lebih bangga karena punya trofi juara.
"Katakan saja aku seorang legenda. Kenapa tidak? Hanya hari ini!," katanya.
"Dengan pemain-pemain hebat yang telah membela klub ini selama bertahun-tahun, tidak ada yang berhasil melakukannya selama 17 tahun. Jadi, mungkin hari ini saya bisa bilang saya adalah legenda klub ini," tegasnya.
Son Heung-min masuk dari bangku cadangan di menit ke-67 pada final Liga Europa setelah pulih dari cedera kaki. Ia bukan protagonis utama di lapangan malam itu, tapi ketika peluit akhir berbunyi, dialah jantung dari seluruh selebrasi.
Pemimpin di Tengah Musim yang Suram
Musim ini bukan musim terbaik Tottenham. Klub sempat terpuruk di peringkat ke-17 menjelang akhir musim Premier League. Namun Son Heung-min, sebagai kapten, tak pernah berhenti memotivasi.
"Saya selalu berusaha memberi nasihat yang baik kepada para pemain muda, berbicara positif. Saya sangat beruntung memiliki sekelompok pemain yang luar biasa bersama saya," ucap pemain berusia 32 tahun itu.
Kepemimpinan Son Heung-min tak datang dari teriakan atau kontroversi. Ia memimpin lewat contoh, lewat kerja keras, dan lewat cinta yang tulus terhadap klub yang ia anggap rumah.