5 Kesalahan Manchester United di Final Liga Europa: Ruben Amorin Blunder tak Mainkan Manuel Ugarte?

3 days ago 6

Liputan6.com, Jakarta Manchester United harus memupus harapan untuk menjadi juara Liga Europa musim 2024/2025. Setan Merah kalah 0-1 dari Tottenham pada laga yang dimainkan di San Mames pada Kamis (22/5) dini hari WIB.

MU tampil dominan pada duel itu dengan 73 persen penguasaan bola. Namun, dominasi Bruno Fernandes dan kolega berjalan hampa. MU gagal bikin gol dan kebobolan dari aksi Brennan Johnson.

Laga final Liga Europa jadi bukti bahwa penguasaan bola bukan penentu hasil laga. Keputusan Ange Postecoglou memilih taktik bertahan untuk Tottenham terbukti sangat efektif. Bertahan adalah salah satu seni untuk menang.

Kematangan Ange Postecoglou meracik taktik layak diacungi jempol. Sementara, di kubu MU, ada beberapa kesalahan yang dilakukan, termasuk oleh sang manajer Ruben Amorim. Apa saja kesalahannya? Simak ulasannya di bawah ini.

Duet Gelandang Pilihan Ruben Amorim

Banyak yang punya ekspektasi bahwa Ruben Amorim akan memainkan duet Casemiro dan Manuel Ugarte di lini tengah. Sebab, duet ini menunjukkan kinerja yang bagus pada beberapa laga terakhir.

Namun, Ruben Amorim memilih memainkan duet Casemiro dan Bruno Fernandes sebagai gelandang pada formasi 3-4-2-1. Duet ini tidak berjalan buruk, akan tetapi tidak efektif dengan gaya bermain Tottenham.

Tottenham memilih pendekatan fisik di lini tengah. Ada banyak pelanggaran (22 kali) dan duel yang dilakukan pemain Tottenham. Jika Ugarte yang berada di sana, MU mungkin bisa berbicara lebih banyak di lini tengah.

Pergantian Pemain Terlambat

Pelatih Ruben Amorim melakukan pergantian pemain seperti memasukkan Garnacho dan Zirkzee. Meskipun pergantian ini menambah daya gedor, United tetap gagal menemukan solusi.

Amorim harusnya menyadari bahwa starting XI pilihannya tidak berjalan pada babak pertama. Hojlund gagal meladeni duel fisik yang ditawarkan Romero dan Van de Ven. Mount juga kurang efektif dan jarang dapat peluang.

Namun, dia baru melakukan perubahan pemain pada menit ke-71. Pergantian itu bisa dibilang terlambat karena Tottenham sudah dapat momentum. Mereka dalam kepercayaan diri yang bagus dan pemain bertahan mereka bekerja dengan baik.

Peran Bruno Fernandes tak Optimal

Bruno Fernandes diharapkan memainkan peran sentral. Dimainkan untuk peran lebih dalam, dia diminta untuk lebih terlibat dalam permainan. Namun, pemain 30 tahun itu gagal jadi faktor penentu.

Bruno Fernandes tidak tampil buruk, akan tetapi perannya tidak optimal. Dia lebih baik daripada pemain depan MU lain. Hanya saja, dengan ekspektasi tinggi, Bruno Fernandes gagal menjawabnya.

Dia mengkreasi tiga peluang dan bikin empat shots (satu tepat sasaran). Namun, tak ada gol yang dihasilkan. Bruno Fernandes mungkin akan lebih efektif jika lebih dekat dengan kotak penalti lawan.

Serangan MU tak Efektif

Meskipun memiliki beberapa peluang emas, Manchester United gagal mengkonversinya menjadi gol. Amad Diallo sempat mengancam beberapa kali, namun tembakannya menyamping atau berhasil digagalkan kiper.

Rasmus Hojlund juga memiliki peluang di babak kedua, namun sundulannya melebar. Kegagalan memaksimalkan peluang ini sangat krusial, apalagi di pertandingan final yang ketat.

MU memang lebih banyak melepas shots (16) jika dibanding Tottenham (3). Namun, MU tak efektif. Mereka hanya mencatat Expected goals (xG) sebesar 0,97. Sedangkan, dengan sedikit peluang, kubu Tottenham punya xG sebesar 1.01.

Sedikit Lengah, Dampaknya Parah!

Gol tunggal Tottenham yang dicetak oleh Brennan Johnson pada menit ke-41 babak pertama menunjukkan adanya kelengahan di lini pertahanan Manchester United.

Gol ini bermula dari Bruno Fernandes yang kehilangan bola. Tottenham mengolah momen itu untuk jadi peluang. Pape Sarr melepas umpan yang dikonversi Johnson jadi gol.

Sebenarnya, ada Luke Shaw yang menjaga Johnson. Namun, dia tidak berada pada posisi ideal. Shaw berada di belakang Johnson sehingga tidak bisa menghalau bola yang masuk kotak penalti.

Read Entire Article
Bisnis | Football |