Liputan6.com, Jakarta Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional menyoroti beragam potensi ketimpangan yang terjadi dalam proses hilirisasi. Baik dari sisi investasi maupun masyarakat di sekitar kawasan hilirisasi.
Sekretaris Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, Ahmad Erani Yustika menanggapi hasil riset dari para akademisi soal hilirisasi di Indonesia. Salah satunya mengenai potensi ketimpangan yang ada.
"Saya melihat tadi ada intensi untuk menyampaikan bahwa kita harus hati-hati dengan munculnya potensi ketimpangan dari hilirisasi ini, dari beragam macam level," ujar Erani dalam Diskusi Hasil Riset Tantangan dan Implikasi Hilirisasi Mineral di Indonesia, di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Ada catatan yang jadi perhatiannya. Diantaranya, potensi ketimpangan investasi. Ini melibatkan perusahaan besar dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Pasalnya, investasi pada hilirisasi acapkali dieratkan dengan padat modal dan teknologi.
Hanya saja, dia belum melihat hasil riset yang menunjukkan fenomena ketimpangan tersebut secara spesifik.
"Ini yang mesti segera dilakukan. Saya tadi belum melihat ada temuan di suatu lokasi, di suatu wilayah bagaimana tingkat ketimpangan sebelum dan setelah ada hilirisasi di lokasi tadi itu," ucapnya.
"Kalau misalnya, katakanlah misalnya, berita buruknya ketimpangan melebar pasca ada hilirisasi, maka kita harus segera memetakan persoalannya itu pada aspek apa saja dan bagaimana itu bisa dicegah," sambung Erani.
Butuh Antisipasi
Dia mengatakan, segala potensi ketimpangan perlu diantisipasi. Dengan tindakan yang tepat, manfaat dari hilirisasi bisa berdampak positif kepada investor, negara, maupun masyarakat.
"Jangan sampai benefit, nisbah ekonomi yang bagus bagi daerah tadi itu pada satu sisi ini untuk investor bagus, untuk daerah bagus, tapi bencana bagi masyarakat di wilayah tersebut. Ini bukan konsep ideal pembangunan maupun kemajuan yang di cita-citakan," bebernya.
RI Bisa Cuan dari Hilirisasi Tembaga
Sebelumnya, Institute for Development of Economic and Finance (Indef) mencatat keuntungan yang bisa didapat Indonesia dari proses hilirisasi tembaga. Bahkan, Indonesia bisa untung 39 kali lipat jika tembaga diekspor tak cuma sebagai bahan mentah.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengungkapkan peluang tersebut. Menurutnya, Indonesia bisa mengambil peran dalam ekspor produk turunan tembaga yang jadi buruan pasar internasional.
"Sehingga ini merupakan peluang Indonesia untuk tidak mengekspor hanya dalam bentuk tembaga mentah, tapi bisa diolah dulu, bisa diolah jadi katoda, CU Rod, kemudian wire CU, dan electric wire," kata Esther dalam Diskusi Hasil Riset: Tantangan dan Implikasi Hilirisasi Mineral di Indonesia, di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Dia menjelaskan, pengolahan temabaga mentah menjadi produk turunannya bisa meningkatkan nilai tambah. Bukan hanya ke kas negara, tapi juga terhadap dampak ekonomi lainnya.
Esther mencoba menghitung nilai tambah dari sisi harga jual antara tembaga sebagai barang mentah dan setelah diolah. Misalnya, jika tembaga diolah jadi katoda, harganya bisa naik 3,9 kali lipat.
Peningkatan Nilai Tambah
Angka lebih besar bisa didapat jika diolah lagi menjadi produk lainnya. Seperti CU Rod, CU wire, hingga produk jadi electric wire. Untuk produk paling hilir, electric wire, nilai tambahnya bisa meningkat hingga 39 kali lipat.
Disini kalau kita lihat, ada manfaatnyavjuga ketika hanya dijual dalam bahan mentah ya tembaga yang mentah maka ini nilainya biasa saja.
"Ketika diolah menjadi CU Katoda ini nilainya menjadi berlipat ganda 3,9 kali artinya hampir 4 kali lipat dari sisi harga. Kemudian kalau diolah menjadi CU Rod menjadi CU wire ini sekitar 24 kali lipat, apalagi kalau diolah electric wire itu sekitar 39 kali lipat," terang dia.
"Jadi sangat menguntungkan ketika tembaga itu diekspor tak sebagai bahan mentah, tetapi diolah dulu," sambungnya.
Punya Cadangan Tembaga
Esther menegaskan kembali, Indonesia punya modal cukup untuk menangkap peluang tadi. Salah satunya tercermin dari besarnya cadangan tembaga yang dikuasai oleh Indonesia.
Dengan menggenggam 3 persen dari cadangan dunia, Indonesia diminta bisa memanfaatkan hilirisasi. Harapannya, hal tersebut memberikan nilai tambah maksimal bagi negara.
"Peluangnya bagi Indonesia sangat baik ya karena Indonesia itu merupakan produsen tembaga. Jadi 3 persen dari cadangan tembaga yang ada di dunia, ini dimiliki oleh Indonesia. Kita punya peluang untuk jadi pengekspor produk-produk derivatif," bebernya.