Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Presiden Prabowo Subianto setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi penetapan upah minimum provinsi (UMP).
"Terkait dengan keputusannya MK, tentu pemerintah akan melihat keputusan tersebut dan akan menghormati keputusan dan melaksanakan keputusan tersebut," ujar Airlangga kepada awak media di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (5/11/2024).
Menko Airlangga mengatakan pemerintah sudah mengantongi formula penghitungan UMP dengan memasukkan variabel kebutuhan hidup layak sebagaimana putusan MK. Dia menyebut aturan UMP anyar ini akan terbit maksimal 2 (dua) hari ke depan.
"Komponen kebutuhan layak hidup ini sudah diformulasikan, dan diharapkan dalam satu dua hari ini Kementerian Ketenagakerjaan sudah bisa mengeluarkan formulasi beserta hal tersebut," tegas dia.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menargetkan aturan upah minimum provinsi (UMP) selesai dalam dua hari atau 7 November 2024. Aturan baru ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (putusan MK) yang membatalkan sejumlah pasal UU Cipta Kerja Sektor Ketenagakerjaan terkait pengupahan.
"Ini yang sedang kami coba rumuskan. Kami punya batas waktu sampai tanggal 7 November untuk keluar," kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli.
Menaker Yassierli mengatakan, revisi aturan pengupahan yang ditarget selesai dalam dua hari tersebut bisa berbentuk peraturan menteri atau surat edaran yang ditujukan kepada gubernur di seluruh Indonesia.
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta rumus penetapannya menggunakan ketentuan lama.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Respons Apindo
Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam turut menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sektor ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
Salah satunya, adalah penetapan upah minimum yang mencakup variabel kebutuhan hidup layak (KHL). Bob bersikukuh, penetapan UMP 2025 sepatutnya masih menggunakan rumus yang sudah ada.
"Namun khusus terkait dengan proses penetapan Upah Minimum untuk tahun 2025 yang sudah diambang pintu, Apindo berharap agar proses penetapan upah minimum untuk tahun 2025 masih tetap mengikuti ketentuan yang ada sebelum terbitnya putusan MK No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024," ujar Bob dalam keterangannya.
Bob menegaskan harapannya dalam menyusun kebijakan ketenagakerjaan ke depan. Dia meminta keputusan-keputusan yang diambil agar mempertimbangkan situasi ekonomi makro yang dihadapi dunia usaha.
Tolak Perhitungan Upah Minimum Pemerintah, Buruh: Hormati Putusan MK!
Sebelumnya kelompok buruh yang terkumpul dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menentang rumusan upah minimum, yang bakal tersusun dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) tentang pengupahan.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, pemerintah perlu memastikan kebijakan pengupahan selaras dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan tetap mengedepankan keadilan bagi buruh.
"Permenaker tentang upah minimum saat ini dalam tahap penyusunan. Namun sayangnya, ada indikasi kuat bahwa proses tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah mencabut pasal-pasal terkait pengupahan dalam Omnibus Law atau UU Cipta Kerja," ungkapnya, Selasa (5/11/2024).
Putusan MK sebelumnya menyatakan bahwa beberapa norma hukum terkait pengupahan tidak sesuai dengan konstitusi dan harus dicabut. Karena itu, kelompok buruh mendesak agar setiap aturan turunan, termasuk PP Nomor 51 Tahun 2023 juga tidak lagi diberlakukan.
Iqbal menyatakan, pemerintah wajib mematuhi keputusan MK terkait pencabutan 21 norma hukum. Termasuk ketentuan pengupahan yang diatur dalam pasal-pasal yang dinyatakan tidak berlaku. "Putusan MK tidak dapat ditafsirkan secara sepihak. Segala aturan yang didasarkan pada norma yang telah dicabut harus dihentikan," pintanya.
Said Iqbal juga mengkritik metode penyusunan Permenaker, lantaran dinilai tidak memberikan ruang diskusi yang substansial bagi perwakilan buruh untuk bernegosiasi. Ia juga mengkritisi formula perhitungan upah minimum yang disebut menggunakan batas atas dan batas bawah dengan indeks tertentu. Formula ini dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
"Kami menolak penggunaan formula alpha atau indeks tertentu dalam perhitungan upah minimum yang tidak memiliki dasar undang-undang," tegasnya. Ia lantas meminta agar Badan Pusat Statistik (BPS) tidak terlibat dalam pembuatan formula upah, yang dianggap dapat mengurangi daya beli buruh.
Kebutuhan Hidup Layak
Buruh juga menyoroti perubahan metode penentuan kebutuhan hidup layak (KHL) yang kini menggunakan Survei Biaya Hidup (SBH) oleh BPS. Iqbal menyebut metode SBH seharusnya tidak menggantikan KHL dalam menentukan upah minimum. Lantaran SBH lebih relevan untuk kebutuhan perusahaan, bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar buruh.
Lebih lanjut, ia pun menuntut agar gubernur tidak lagi memiliki wewenang untuk membatalkan rekomendasi kenaikan upah minimum yang diajukan oleh bupati atau wali kota.
"Keputusan MK sudah sangat jelas, dewan pengupahan daerah wajib dilibatkan aktif dalam penetapan upah minimum, dan gubernur tidak boleh lagi membatalkan usulan daerah," pungkas dia.
Buruh Usul Upah Minimum Naik 10%, Pengusaha Tolak Tegas
Sebelumnya, buruh menuntut kenaikan upah minimum 10% pada 2025. Tuntutan ini ditolak tegas oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani.
Shinta memastikan pengusaha sulit untuk memenuhi kenaikan UMP buruh tersebut. "(Kenaikan UMP) nggak bisa disamaratakan semua daerah di Indonesia, gitu," kata Shinta di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (30/10/2024).
Apindo akan mengikuti kenaikan upah minimum mengacu pada regulasi yang berlaku. Yakni, Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.
"Ya prinsip kami mengikuti aturan pemerintah yaitu PP 51 tahun 2023," ucap dia.
Dalam regulasi tersebut telah mengatur formulasi kenaikan UMP. Yakni, menggunakan tiga variabel yaitu inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.
"PP 51 sudah jelas ada formulanya, berdasarkan juga kondisi perekonomian daerah maupun inflasi dan pertumbuhan ekonomi, jadi itu yang akan diikuti," tandasnya.
Sedangkan ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti, menilai sangat wajar buruh menuntut kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 naik sebesar 8 - 10 persen.
"Kalo menurut saya wajar. Kalo menurut saya permintaan kenaikan 8-10% itu make sense, karena tiap tahun memang harus ada kenaikan upah sesuai dengan kenaikan inflasi," kata Esther kepada Liputan6.com, Kamis (24/10/2024).
Menurutnya, apalagi kondisi perekonomian Indonesia saat ini mengalami deflasi 5 bulan berturut turut. Hal itu menandakan bahwa ekonomi dalam negeri sedang lesu.
"Artinya, ada penurunan real income sehingga daya beli masyarakat melemah," ujarnya.
Hal ini juga ditandai dengan pengeluaran untuk konsumsi makanan dan minuman lebih banyak sekitar 50-60 persen dari total pendapatan. Sedangkan untuk pendidikan dan kesehatan dan lainnya sangat kecil.
Namun di sisi lain, hal tersebut mendorong terjadinya kenaikan biaya produksi yang mengakibatkan naiknya harga barang yang diproduksi. Oleh karena itu, perlu kontrol pemerintah untuk stabilisasi harga barang terutama bahan kebutuhan pokok.
Reporter : Sulaeman
Sumber: Merdeka.com