Liputan6.com, Jakarta Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang diinisiasi oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan ditunda. Diketahui, BPN dibentuk awalnya untuk menggantikan peran Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai yang selama ini berada di bawah Kementerian Keuangan.
"Yang jelas bakal tertunda entah sampai kapan," kata Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Dradjad Wibowo, kepada Liputan6.com, Jumat (18/10/2024).
Drajad mengungkap, alasan ditundanya pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) karena tidak mendapatkan restu dari Sri Mulyani Indrawati, yang akan kembali menjadi Menteri Keuangan di kabinet Prabowo Subianto.
"Sri Mulyani Indrawati selama ini tidak setuju pemisahan tersebut," ujarnya,
Adapun berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 Tentang Kementerian Keuangan, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Kementerian Keuangan membawahi Ditjen Anggaran, Ditjen Pajak.
Kemudian, membawahi Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Kekayaan Negara, Ditjen Perimbangan Keuangan, Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan risiko, Badan Kebijakan Fiskal, dan Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan tidak ada pemisahan lembaga di Kementerian Keuangan. Menyusul diskusinya bersama Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Sri Mulyani mengaku diminta kembali menempati posisi Menteri Keuangan pada kabinet Prabowo-Gibran periode 2024-2029. Dia mengakui ada sejumlah perubahan nomenklatur kementerian dan lembaga nantinya, namun, Kementerian Keuangan tetap menjadi satu.
TKN Prabowo Optimistis Badan Penerimaan Negara Tambal Kebocoran Pajak
Wakil Komandan Tim Kampanye Nasional (TKN) Pemilih Muda Prabowo-Gibran, Anggawira optimistis pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) bakal mendongkrak pemasukan negara, sekaligus menutup celah kebocoran pajak yang selama ini ada.
"Ada Badan Penerimaan Negara, kita tambal yang bocor-bocor. Ya mau enggak mau harus meningkatkan neraca ekspor kita begitu," ujar Anggawira di Jakarta, Senin (29/7/2024).
Soal pembentukannya, ia belum bisa memastikan apakah Badan Penerimaan Negara bisa muncul di tahap awal masa pemerintahan Prabowo Subianto. Sebab, tugas dan fungsinya kini masih bernaung di bawah Kementerian Keuangan.
"Disiapkan. Tapi apakah di tengah praboperiode ini ada badan, karena pastinya resource-nya dari Kementerian Keuangan," ungkap dia.
Adapun rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara digaungkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk memusatkan pendapatan negara dari sektor pajak, non pajak maupun bea cukai lewat satu pintu.
Rencana ini masuk ke dalam program prioritas Prabowo-Gibran, agar bisa mendongkrak rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional dari kisaran 10 persen menjadi 23 persen.
Sebelumnya, Kementerian PPN/Bappenas memastikan pembentukan BPN masuk ke dalam Rencana Kerja Pemerintah atau RKP 2025 dari presiden dan wakil presiden terpilih.
"Sudah, sudah mulai kita melakukan adjustment," ujar Deputi Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas, Amalia Adininggar Widyasanti di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta beberapa waktu lalu.
Rencana kerja Prabowo-Gibran tahun depan pun turut memasukan pembentukan Badan Penerimaan Negara, yang dalam RKP 2025 disebut sebagai Badan Otorita Penerimaan Negara. Tujuannya, untuk mendongkrak rasio pajak (tax ratio).
Namun, Amalia belum bisa memaparkan lebih jauh soal pembentukan BPN. Dengan dalih, RKP 2025 masih sebatas rancangan awal terkait target makro ekonomi.
Sasaran Pertumbuhan Ekonomi
Termasuk sasaran pertumbuhan ekonomi nasional lebih cepat pada tahun depan, lantaran 2025 dianggap sebagai pintu gerbang pertama untuk menggapai cita-cita Indonesia Emas.
"Jadi, sasaran pertumbuhan ekonomi 2025 di-set 5,3-5,6 persen. Nah, itu yang harus dikawal bersama-sama, tentunya tidak hanya peran pemerintah, tetapi peran seluruh stakeholder untuk mengawal itu," ungkapnya.
Khususnya dalam mengawal target pertumbuhan ekonomi di tengah situasi dunia yang tak menentu akibat ancaman konflik geopolitik, seperti memanasnya konflik Israel dan Iran di Timur Tengah.
"Oleh sebab itu, nanti pemerintah sebagai fasilitator di tengah tekanan geopolitik kita harus kuatkan perekonomian domestik," tekan Amalia.