Liputan6.com, Jakarta Kepala Ekonom BCA David Sumual mengapresiasi rencana Presiden Prabowo Subianto yang akan menerbitkan kebijakan untuk menghapus utang milik 6 juta pengusaha UMKM, petani hingga nelayan.
Menurut dia, penghapusan hak tagih bank kepada para peminjam yang telah dihapusbukukan utangnya berdampak positif secara ekonomi, baik untuk pihak pengutang maupun perbankan.
"Memang perlu dilakukan pemutihan berkala, baik bagi individu dan korporasi agar pertumbuhan ekonomi jangka panjang tidak terganggu, karena masih dalam black list dan tidak bisa mengakses kredit," ujar David kepada Liputan6.com, Sabtu (26/10/2024).
Namun begitu, David mengingatkan potensi risiko kredit macet (NPL) yang meluas bagi perbankan. Lantaran kebijakan pemutihan utang berisiko membuat peminjam lalai dalam melunasi kewajibannya.
"Perlu ada aturan dan kriteria yang jelas (bagi para calon peminjam), agar tidak ada moral hazard (aji mumpung) dan merugikan keberlanjutan dan permodalan perbankan," tegas David.
Senada, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai kebijakan pemutihan utang bisa menimbulkan tantangan bagi stabilitas kredit di masa mendatang. Khususnya jika bank tidak selektif dalam menggelontorkan kredit.
"Meskipun penghapusan utang akan mengurangi beban UMKM, bank perlu berhati-hati dalam menilai risiko pemberian kredit baru. Terutama karena beberapa UMKM yang utangnya dihapus mungkin telah menunjukkan kinerja finansial yang kurang baik di masa lalu," kata Josua kepada Liputan6.com di waktu terpisah.
Jika dilakukan secara cermat, ia menyebut rencana Prabowo untuk menghapus utang 6 juta nasabah ini bisa memberikan dampak potensial yang signifikan terhadap ekonomi, perbankan, dan sektor keuangan.
Penghapusan Utang
Dari sisi ekonomi, dengan adanya penghapusan utang ini, ia menyebut para nasabah UMKM, petani, dan nelayan akan mendapatkan kelonggaran likuiditas. Lantaran mereka tidak lagi terbebani oleh kewajiban pembayaran utang.
"Ini dapat meningkatkan daya beli mereka dan memberikan modal tambahan untuk investasi atau pengembangan usaha," kata Josua.
Sehingga, UMKM yang diuntungkan oleh penghapusan utang dapat lebih percaya diri dalam menjalankan usaha, dan berpotensi untuk mengembangkan bisnis mereka.
"Hal ini juga bisa berdampak positif pada ketahanan ekonomi lokal, terutama di sektor-sektor padat karya seperti pertanian dan perikanan," imbuh Josua.
Prabowo Segera Terbitkan Aturan Pemutihan Utang Pengusaha, Ini Alasannya
Presiden Prabowo Subianto bakal menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk menghapus hak tagih bank kepada para peminjam yang telah dihapusbukukan utangnya.
Pengusaha sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengatakan, itu jadi salah satu cara untuk memperkuat penyaluran kredit bank ke pelaku usaha, baik UMKM maupun pengusaha besar.
"Mungkin minggu depan, Pak Prabowo akan tekan suatu Perpres, Pemutihan. Sedang disiapkan oleh Pak Supratman, Menteri Hukum. Semua sesuai dengan undang-undang. Mungkin minggu depan, saya berharap minggu depan ya beliau akan tanda tangan Perpres pemutihan," ujar Hashim di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (23/10/2024).
Hashim menyebut kebijakan ini diambil Prabowo mengetahui ada sekitar 6 juta nelayan, petani, dan pelaku UMKM tak bisa mengakses kredit perbankan. Lantaran, bank masih memiliki hak tagih meski utang tersebut telah dihapusbukukan.
Sistem Layanan Informasi Keuangan
Sehingga data 6 juta orang tersebut terbaca bermasalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Ada utang 20 tahun lalu, utang dari Krismon 1998. Hutang dari 2008. utang dari mana-mana, 5-6 juta petani dan nelayan. Mereka sekarang terpaksa karena tidak boleh pinjam lagi dari perbankan. Setiap kali mereka masuk SLIK di OJK ditolak," bebernya.
"Semua utang ini sudah dihapusbukukan sudah lama. Dan sudah diganti oleh asuransi perbankan. Tapi hak tagih dari bank belum dihapus. Sehingga 6 juta ini, 5 juta ini mereka tidak bisa dapat kredit. Mereka kemana? Ke rentenir dan pinjol," dia menambahkan.
Pada kesempatan sama, konglomerat sekaligus Ketua Dewan Usaha Kadin Indonesia Chairul Tanjung menyampaikan, salah satu kendala yang dihadapi industri dalam negeri untuk tumbuh yakni sulitnya mendapatkan akses permodalan dari bank.
"Memang jujur aturan dari OJK. Ini yang membatasi perbankan untuk memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan, mau kecil, menengah, besar yang tidak capable secara perbankan," ungkap dia.