Liputan6.com, Jakarta - Indonesia tidak termasuk dalam kategori Negara Industri Baru saat memasuki abad ke-21. Namun, berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia menjadi salah satu negara yang maju pada 2024 dengan PDB lebih dari USD 1 triliun. Terjadi lonjakan pertumbuhan PDB yang luar biasa sejak 2020 hingga saat ini, seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia dari pandemi COVID-19.
Profesor John Ure, seorang ekonom, menyatakan bahwa pertumbuhan pesat seperti yang terjadi di Indonesia ini sering kali membawa tantangan, terutama jika bergantung pada industri ekstraktif seperti pertambangan untuk ekspor dan energi dalam negeri. Perubahan harga minyak dan gas bumi (migas) global dapat mengganggu anggaran pemerintah.
Dua BUMN, yaitu Pertamina dan MIND ID, berhasil meraih keuntungan besar seiring meningkatnya permintaan pasca-COVID. Pada 2023, laba bersih Pertamina mencapai Rp 14 triliun dan MIND ID Rp 7 triliun. Kedua perusahaan ini menjadi penyumbang dividen tertinggi kedua dan kelima bagi ekonomi Indonesia.
Namun, John Ure melihat bahwa Indonesia perlu beralih ke ekonomi hijau dengan memanfaatkan keuntungan BUMN untuk berinvestasi di energi terbarukan. Investasi ini dapat menciptakan lapangan kerja lokal dan menarik investasi modal yang lebih besar.
Sebagai negara yang kaya akan bahan bakar fosil dan mineral seperti nikel, emas, dan aluminium, Indonesia menghadapi tantangan besar. Indonesia terus melakukan eksploitasi sumber daya alam untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya dengan membangun industri baterai kendaraan listrik.
Namun, eksploitasi pasti akan mengorbankan kelestarian lingkungan.
Kabar Baik
Kabar baiknya, Indonesia mau berubah. Indonesia menjadi pemimpin dalam transisi energi ke energi baru terbarukan dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Indonesia adalah negara Asia pertama yang menandatangani Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) di bawah G20 pada 2022, tahun ketika Indonesia menjadi ketua G20.
Perjanjian ini ditandatangani di Gedung Putih oleh Presiden Joko Widodo, Presiden AS Joe Biden, dan para pemimpin negara anggota lainnya seperti Uni Eropa, Inggris, dan Jepang.
Kemitraan ini bertujuan mengumpulkan dana hingga USD 20 miliar dalam 3-5 tahun ke depan melalui hibah, pinjaman lunak, dan investasi swasta. Dana ini akan membantu Indonesia untuk mengurangi emisi karbon pada 2030 dan mencapai netral karbon di sektor listrik pada 2050.
Penciptaan Lapangan Kerja
Saat ini, Pertamina dan MIND ID diperkirakan berhasil mengurangi emisi karbon sebesar 1,3 MtCO2 dari 2019 hingga 2023. Inisiatif energi bersih ini juga menghemat biaya energi hingga Rp 2,5 miliar per tahun, yang bisa dialihkan untuk usaha lokal.
Program Desa Energi Mandiri (DEB) adalah bagian penting dari strategi energi hijau ini. Melalui DEB, Pertamina telah menyediakan 64 pembangkit tenaga surya, 12 biogas, 6 tenaga air, 1 hybrid surya-angin, dan 2 biodiesel untuk mendukung kebutuhan energi lokal.
Di Jawa Tengah, DEB telah membangun fasilitas desalinasi bertenaga air. Program ini juga melibatkan pelatihan energi hijau bagi masyarakat lokal, seperti di Rantau, Aceh, di mana warga difabel dilatih dan dipekerjakan di bengkel motor bertenaga surya.
Penciptaan lapangan kerja menjadi prioritas dalam strategi hijau Indonesia. Pertamina telah merekrut tenaga kerja baru untuk bisnis energi surya dan panas bumi, sedangkan MIND ID membuka peluang kerja di sektor mineral hijau melalui anak perusahaannya, INALUM.
BUMN juga diproyeksikan menciptakan lebih dari 62.000 pekerjaan baru di luar sektor energi, seperti di bidang konstruksi.