Bahlil Ogah Kasih Harga Gas Murah untuk Industri Berorientasi Ekspor

7 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan tak akan memberikan harga gas murah melalui program harga gas bumi tertentu (HGBT), untuk industri yang berorientasi ekspor.

Bahlil menceritakan, kelanjutan HGBT 2025 sudah diputuskan dalam rapat terbatas (ratas) untuk mengalami kenaikan secara harga. Dari tadinya USD 6 per MMBTU, menjadi USD 6,5 per MMBTU untuk bahan baku industri, dan USD 7 per MMBTU untuk listrik.

Namun, ia menegaskan, ketentuan harga gas murah ini tidak akan berlaku untuk industri yang punya orientasi pasar ekspor. Lantaran pemerintah sudah mengorbankan potensi pendapatan negara untuk itu, namun tidak dipakai industri untuk menciptakan nilai tambah di dalam negeri.

"Contoh Pupuk Kaltim. Dia mengelola pupuk tapi orientasinya ekspor. Nah itu kita tidak kasih HGBT. Karena ada pendapatan negara yang harusnya diterima, tapi tidak dipungut dalam rangka menciptakan nilai tambah di dalam negeri, hilirisasi," ujarnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).

Kehilangan Potensi Pendapatan

Sebagai contoh, ia menyebut negara sudah kehilangan total potensi pendapatan dari hulu migas sebesar Rp 87 triliun selama 2020-2024, akibat kompensasi daripada HGBT.

"Jadi HGBT itu bukan berarti negara enggak kasih duit. Itu ada potensi negara yang tidak dipungut, untuk memberikan sweetener kepada perusahaan agar dia membangun industri hilirsasinya," tuturnya.

Adapun berdasarkan data capaian kinerja ESDM di 2024, pemanfaatan gas bumi domestik dibagi berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan industri mendominasi dengan total 1.473 MMBTU atau sekitar 40 persen dari total pemanfaatan gas bumi tahun 2024.

Lalu, untuk kebutuhan pupuk sebesar 690 MMBTU setara 19 persen, kelistrikan sebesar 707 MMBTU setara 19 persen, domestik LNG sebesar 695 MMBTU setara 19 persen, domestik LPG sebesar 77 MMBTU atau sekitar 2 persen, cita gas 15,48 MMBTU atau 1 persen, dan BBG sebesar 3,95 MMBTU (kurang dari 1 persen).

Lanjut untuk 7 Sektor Industri

Sebelumnya, Bahlil telah memberikan sinyal, bahwa 7 sektor industri tetap bakal menikmati HGBT atau harga gas bumi murah.

Adapun kebijakan harga gas murah senilai USD 6 per MMBTU ini dikhususkan untuk 7 sektor industri, seperti pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Pemberian insentif tersebut telah berakhir pada Desember 2024.

Bahlil menceritakan, ia bersama jajarannya telah melakukan rapat khusus terkait kelanjutan penyaluran harga gas bumi murah untuk industri pada Rabu (15/1/2025) malam.

"HGBT kan sebenarnya filosofinya itu adalah, bagaimana proses nilai tambahnya adalah ada di dalam negeri. Gas dijadikan sebagai bahan baku subtitusi impor," ujarnya beberapa waktu lalu

"Agar industri itu bisa kompetitif, maka diberikan lah HGBT. Nah, sekarang kalau dari 7 itu rasanya hampir dapat bisa dipastikan untuk dilanjutkan," kata Bahlil.

Soal usul tambahan sektor industri penerima harga gas murah, Bahlil menyebut itu masih dihitung secara nilai keekonomian. Lantaran ia tak ingin alokasi anggaran negara bocor begitu saja tanpa mendapat pemasukan setimpal.

"Nah pengusulan tambahan itu kita lagi menghitung secara ekonominya. Kenapa? Karena HGBT selama 2021-2024, potensi pendapatan negara yang terkonversi menjadi HGBT itu sebesar Rp 67 triliun," bebernya.

"Jadi jangan sampai semua gas kita kasih ke HGBT, negara enggak dapat pendapatan. Jadi kita hitung betul, dia kita kasih tapi dia harus menciptakan lapangan pekerjaan," dia menegaskan.

Pakai Harga Komersial

Usai kebijakan HGBT selesai di 31 Desember 2024, Kementerian ESDM melaporkan, industri penerima harga gas murah sudah memiliki kontrak Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Itu dihitung berdasarkan harga komersial dengan pihak penyedia.

"Sekarang sudah putus yang 2024, HGBT yang 31 Desember sudah setop. Tapi nanti pemerintah memutuskan untuk HGBT mana yang akan diperpanjang, mana yang akan berlanjut, itu tuh kebijakan harganya. Jadi bukan kebijakan pasokan," jelas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana di kantornya beberapa waktu lalu.

Untuk aturan harga gas murah di 2025, pemerintah disebutnya bakal mempertimbangkan pasokan gas dan kecukupan penerimaan negara. Lantaran kebijakan pastinya belum diputuskan, maka harga gas murah untuk 7 industri penerima saat ini mengikuti harga komersial di atas USD 6 per MMBTU.

"Kalau sekarang kan belum ada pak aturannya untuk yang itu? Yang sekarang berjalan, harganya komersial. Tapi nanti kalau diputuskan, itu berlakunya dari 1 Januari," imbuh Dadan.

Dadan pun menjanjikan, aturan HGBT terbaru akan segera terbit. Kelanjutan atau perluasannya nanti akan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. "Kalau aturannya kalau diperluas itu kan harus sidang yang dipimpin oleh Presiden. Perpres-nya mengatur begitu," sambungnya.

Kendati begitu, ia belum bisa memastikan secara pasti kapan aturan terbaru soal harga gas murah untuk industri bakal keluar. Sebab, pasokan gas yang tersedia cenderung fluktuatif.

"Kemudian komposisi kalau turun pasokan, nanti ada komposisi yang berubah antara HGBT dan non HGBT. Ini harus dihitung dengan baik, supaya kewajiban pemerintah terhadap KKKS itu tetap terpenuhi," tutur Dadan.

Read Entire Article
Bisnis | Football |