Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah memangkas suku bunga acuan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5% pada periode Agustus 2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KE PBKN) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, mengatakan penurunan BI Rate telah diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan.
"Dibandingkan tahun sebelumnya, rerata suku bunga kredit rupiah pada Juli 2025 tercatat turun 36 bps untuk kredit investasi dan turun 20 bps untuk kredit modal kerja,” kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Jumat (12/9/2025).
Dian menjelaskan, umumnya penurunan BI Rate akan diikuti penurunan suku bunga kredit dengan jeda waktu beberapa periode. Oleh karena itu, suku bunga kredit diperkirakan masih akan menurun sebagai respons dari penurunan BI Rate pada 2025.
Ditambah lagi dengan ekspektasi penurunan suku bunga global pada Triwulan 4 tahun 2025, OJK melihat bahwa masih terdapat ruang untuk penurunan suku bunga lebih lanjut.
"Namun, penurunan suku bunga pada masing-masing bank akan tergantung pada strategi dan struktur biaya masing-masing bank, terutama terkait dengan biaya dana (Cost of Fund/CoF),” ujarnya.
Bank Perlu Kelola Strategi Pendanaan
Dian mengatakan, bank perlu mengelola strategi pendanaan mereka, khususnya untuk meningkatkan porsi dana murah, untuk menciptakan ruang penurunan suku bunga kredit.
"OJK senantiasa menghimbau agar bank dapat secara bertahap menyesuaikan tingkat suku bunganya, agar tetap sejalan dengan kondisi pasar, rasio keuangan yang sehat dan tidak menciptakan persaingan bunga yang kurang sehat,” ujarnya.
Selanjutnya, perbankan juga diminta untuk tetap menjagatransparansi dan perlindungan konsumen dalammenyampaikan informasi terkait produk perbankan.
Kinerja Perbankan
Kinerja intermediasi perbankan stabil dengan profil risiko yang terjaga dan aktivitas operasional perbankan tetap optimal untuk memberikan layanan keuangan bagi masyarakat. Di Juli 2025, kredit tumbuh 7,03 persen yoy menjadi Rp 8.043,2 triliun.
Berdasarkan jenis penggunaan, Kredit Investasi tumbuh tertinggi sebesar 12,42 persen, diikuti oleh Kredit Konsumsi 8,11 persen, sedangkan Kredit Modal Kerja tumbuh 3,08 persen yoy.
Ditinjau dari kepemilikan, kredit dari kantor cabang bank asing tumbuh paling tinggi yaitu sebesar 9,90 persen yoy. Dari kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 9,59 persen, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 1,82 persen, di tengah upaya perbankan yang berfokus pada pemulihan kualitas kredit UMKM.
OJK: Penutupan Kantor Cabang Bank Akibat Digitalisasi Masih Terkendali
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tren penutupan kantor cabang bank umum yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir merupakan bagian dari strategi bisnis perbankan di tengah percepatan digitalisasi layanan keuangan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan jumlah kantor cabang bank umum yang secara tren mengalami penurunan pada dasarnya merupakan langkah yang dilakukan berdasarkan keputusan bisnis masing-masing bank.
"Tren penurunan jumlah cabang akan terus berlanjut seiring dengan meningkatnya adopsi teknologi informasi di bidang keuangan yang semakin masif berdampak pada perubahan perilaku, ekspektasi, dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan keuangan dari bank,” kata Dian dikutip dari jawaban tertulisnya, Kamis (21/8/2025).
Perubahan di Masyarakat
Ia menegaskan langkah ini tidak lepas dari perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat yang kini lebih banyak mengakses layanan melalui kanal digital.
Menurut Dian, masifnya adopsi teknologi informasi membuat nasabah semakin terbiasa menggunakan layanan perbankan secara online. Hal ini berdampak pada menurunnya kebutuhan terhadap kantor cabang konvensional, khususnya yang memiliki volume transaksi rendah.
"Adopsi teknologi digital dalam layanan perbankan memungkinkan nasabah mengakses layanan kapan saja dan di mana saja, sehingga meminimalisir pemanfaatan layanan kantor bank dalam hal tidak produktif dan memiliki volume transaksi yang rendah,” ujarnya.