Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PD FSP RTMM-SPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta para calon kepala daerah untuk memberikan perlindungan kepada industri hasil tembakau (IHT) sebagai salah satu sektor padat karya.
Ketua PD FSP RTMM-SPSI DIY, Waljid Budi Lestarianto, menyatakan industri hasil tembakau merupakan sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja secara besar.
Saat ini, RTMM DIY memiliki anggota sekitar 5.250 orang pekerja yang mayoritas bekerja di pabrik rokok. Sayangnya, belakangan IHT mendapatkan ancaman bertubi-tubi dari berbagai aturan pemerintah yang memberatkan.
Tak hanya di perkotaan, ekosistem tembakau juga menjadi tumpuan masyarakat yang hidup di pedesaan. Terlebih, pemerintah saat ini sedang gencar menggalakan pembangunan dari desa dan dusun sebagai wilayah terkecil dari interaksi sosial ekonomi masyarakat.
“Tentu kami sangat mengapresiasi program calon kepala daerah yang berupaya memulai pembangunan dari dusun dan desa. Dari dusun dan desa inilah para petani dan pekerja di sektor tembakau memiliki keluarga yang harus mereka jaga kehidupannya,” kata Waljid dikutip Selasa (22/10/2024).
Ancaman Gelombang PHK
Waljid menjelaskan di tengah ancaman gelombang PHK akibat situasi ekonomi yang tidak stabil, para pekerja sektor tembakau kini resah akibat berbagai regulasi pemerintah yang sangat memberatkan dan tidak adil.
Di antara regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP 28/2024) yang di dalamnya memuat larangan sepihak penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak serta pelarangan iklan media luar ruang dalam radius 500 meter. Hal ini berdampak langsung bagi mata pencaharian toko kelontong dan pekerja kreatif.
Selain itu, ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) sebagai aturan turunan PP 28/2024 juga semakin memperburuk keadaan.
Rokok legal dan Ilegal
Aturan ini akan menyeragamkan produk rokok dan menghilangkan identitas dan merek produk tembakau sehingga akan menjadi sulit untuk membedakan produk rokok legal dan rokok ilegal. Di saat yang sama, aturan ini akan berdampak buruk pada usaha pemilik warung kecil yang omzetnya besar dari produk tembakau.
Padahal, petani tembakau dan cengkeh menggantungkan harapan pada industri hasil tembakau untuk menyerap hasil panen mereka. Regulasi ekstrim dalam PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes akan berdampak langsung pada mata pencaharian petani untuk memasarkan hasil panennya.
Keberadaan industri, baik skala besar maupun skala kecil dan menengah, selama ini mampu memberikan kepastian bagi para petani tembakau untuk menyalurkan hasil panennya.
“Ancaman terhadap industri dan sistem pemasaran tak hanya akan membuat para pekerja kehilangan pendapatan, tetapi saudara-saudara kami para petani juga akan turut terdampak,” kata Waljid.
Sejumlah pihak telah melayangkan protes keras terhadap berbagai aturan yang memberatkan ini. Mereka mendesak agar aturan tersebut ditinjau ulang bahkan dibatalkan.
“Aturan ini jelas akan mengancam anggota kami yang sekarang harus dilindungi dari ancaman PHK. Terus terang, kami kecewa terhadap Kementerian Kesehatan dan tegas menolak berbagai aturan tersebut. Kami berharap para calon kepala daerah khususnya di Kabupaten Bantul berkenan memberikan perlindungan atas semua ketidakadilan ini,” tegasnya.
Cukai Rokok Tak Naik
Di lain sisi, RTMM DIY sendiri mengapresiasi keputusan Kementerian Keuangan yang tidak menaikkan cukai rokok 2025 serta menilainya sebagai langkah tepat dan bijaksana bagi keberlangsungan ekosistem tembakau. Keputusan ini diharapkan akan terus konsisten diberlakukan di tahun-tahun berikutnya, sehingga tidak membebani pekerja lagi.
Data Pemerintah Kabupaten Bantul mencatat, daerah ini memiliki 75 desa yang tersebar di 17 kecamatan. Kabupaten Bantul memiliki 933 pedukuhan dengan pertanian sebagai andalan utama mata pencaharian masyarakat.
Bantul juga termasuk kabupaten di mana sebagian masyarakat, khususnya kaum Nahdliyin, menggantungkan mata pencaharian terhadap sektor tembakau. Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan luas areal perkebunan tembakau rakyat di Bantul pada tahun 2023 mencapai 71,96 hektare dengan produksi 81,75 ton.
Sebagai daerah sentra tembakau, Kabupaten Bantul memiliki sejumlah Mitra Produksi Sigaret (MPS) dan pengusaha tembakau daerah lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja dan menggerakan perekonomian daerah. Maka, RTMM DIY menekankan perlu adanya perlindungan menyeluruh kepada industri tembakau, termasuk para pekerja di dalamnya, khususnya pekerja di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Calon Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, sepakat bahwa industri tembakau adalah bagian budaya sejak lama, namun terus dibenturkan dengan aspek hukum dan kesehatan. Maka dari itu, Abdul berkomitmen untuk terus melakukan peningkatan kualitas pertanian tembakau yang sudah menjadi sumber kesejahteraan warga Bantul.
“Budidaya tembakau harus lebih baik tidak hanya di hulu tapi juga pemasarannya. Perlu ada semangat untuk bagaimana membudidaya dan memasarkan tembakau yang lebih baik, saya rencanakan itu dalam program kedepan,” ungkapnya.
Kemasan Rokok Polos
Abdul mengatakan Selomapiro menjadi desa yang banyak mendapatkan bantuan sarana dan prasarana padat karya, sehingga ia tegas berupaya untuk terus meningkatkan potensi Selomapiro menuju desa sejahtera dengan berbagai program seperti pembangunan jalan, hilirisasi air bersih yang memadai, hingga prioritas pemanfaatan lahan pertanian juga pupuk yang berkualitas bagi petani tembakau.
Adapun terkait PP 28/2024 dan kemasan rokok polos tanpa merek, Abdul menilai adanya kontradiksi berbagai kepentingan terhadap kesehatan. Abdul mengatakan penting bagi pemerintah pusat untuk melihat kepentingan tata niaga rokok dari hulu ke hilir yang telah mensejahterakan jutaan orang, termasuk warga Bantul.
“Aturan tersebut menjadi kontradiksi di Indonesia karena kalau sifatnya melarang rokok, jutaan orang akan alami pengangguran dan pertanian tembakau akan mati,” tegasnya.
Mewakili RTMM DIY, Waljid juga kembali menyampaikan tiga rekomendasi yang ditujukan kepada calon kepala daerah di Bantul. Pertama, RTMM DIY memohon perlindungan dan dukungan kepada calon kepala daerah untuk keberlangsungan industri tembakau, termasuk melalui kebijakan daerah yang adil dan pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang optimal.
Kedua, Pemerintah Daerah perlu menghindari kebijakan pertembakauan yang memberatkan dan mengancam mata pencaharian pekerja. Termasuk di dalamnya membatalkan rencana aturan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Permenkes dan mengkaji ulang PP 28/2024, terutama terkait pasal-pasal yang mengancam keberlangsungan industri tembakau.
Ketiga, RTMM DIY memohon calon kepala daerah melindungi pekerja dan buruh pabrik rokok dengan memastikan tidak ada kenaikan cukai rokok pada tahun 2025 dan menghindari kenaikan cukai yang tinggi pada tahun-tahun berikutnya.
“Melalui dialog ini, kami berharap komitmen calon kepala daerah untuk melindungi dan mendukung keberlangsungan sektor tembakau sebagai salah satu upaya menjaga mata pencaharian para petani dan pekerja industri padat karya yang telah berkontribusi terhadap bangsa dan negara,” tutup Waljid.