Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy, menilai reindustrialisasi sebagai game changer agar bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kita di Bappenas menganggap reindustrialisasi adalah game changer untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga kita bisa tumbuh. Dengan pertumbuhan itu, kita ingin lepas dari middle of income trap," ujarnya dalam Seminar Nasional PII bertema Outlook Industrialisasi Indonesia di ICE BSD, Sabtu (5/7/2025).
Namun, Rachmat menyebut upaya mendorong reindustrialisasi bukan pekerjaan mudah. Lantaran Indonesia perlu membalikkan indikasi deindustrialisasi yang selama ini terjadi.
Oleh karenanya, Indonesia perlu meningkatkan kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang masih berada di kisaran 19 persen. Sehingga sumbangan industri manufaktur terhadap PDB bisa kembali di atas 20%, seperti sebelum terjadinya krisis moneter.
"Jadi kita ingin supaya kontribusi PDB itu meningkat terus. Tidak hanya di atas 20 (persen), tapi kalau bisa lebih tinggi lagi," kata Rachmat.
Lebih lanjut, ia turut menyoroti pergeseran lapangan kerja di Indonesia, dari yang sebelumnya mendapat upah tinggi menjadi pendapatan rendah. "Kenapa? Karena tenaga kerja kita umumnya unskilled, tidak terdidik, tidak terampil," imbuhnya.
Minta Saran Insinyur
Oleh karenanya, bos Bappenas turut meminta saran dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII), agar pemerintah bisa mempercepat program reindustrialisasi. Itu nantinya bakal tersusun dalam Rencana Panjang Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
"Tidak cukup hanya sekedar reindustrialisasi, tapi reindustrialisasi yang luar biasa, yang hebat.Kita perlu percepatan. Percepatan yang berbasis kepada comparative advantage yang kita punya," tutur dia.
"Kalau kita berbasis pada comparative advantage, dan engineers kita masuk di situ, maka kita akan meningkat pada competitive advantage yang orang lain tidak bisa," pungkas Rachmat Pambudy.
PII: Rakyat Menjerit Ingin Bekerja, Pemerintah Wajib Perkuat Industri
Sebelumnya, Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia (PII), Ilham Akbar Habibie, menyoroti kontribusi industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang masih tergolong rendah. Hal ini turut berdampak terhadap sisi lapangan kerja hingga pertumbuhan ekonomi nasional.
Ilham mengingatkan, satu hal yang tak bisa dilepaskan dari sisi penguatan industri adalah lapangan pekerjaan. "Bagaimana kita mau mendapatkan lapangan pekerjaan yang formal dan berkualitas kalau tidak ada industri yang berkuat," ujarnya dalam Seminar Nasional Outlook Industrialisasi Indonesia di ICE BSD, Sabtu (5/7/2025).
Oleh karenanya, Ilham menilai penguatan industri wajib dilakukan. Utamanya guna menaungi permintaan masyarakat terhadap penciptaan lapangan kerja, di tengah isu badai PHK (pemutusan hubungan kerja) yang belum mereda.
"Kalau kita mendengar suara rakyat saat ini, yang paling kedengarannya itu mereka semua menginginkan bekerja. Rakyat kita itu tidak bodoh, dia punya kemampuan. Dia itu ingin bekerja, ingin berkembang, perlu adanya pendidikan," tegasnya.
Sebagai perbandingan, ia menyoroti kontribusi industri manufaktur terhadap PDB nasional pada kuartal IV 2024 yang berada di kisaran 19,13 persen. Meskipun meningkat dari kuartal sebelumnya, namun itu masih di bawah target 20 persen.
"Targetnya sebetulnya kita mempunyai 23 persen sesuai dengan RPJMN 2020-2024. Sebagai pembanding, China dapat 28 persen, Vietnam 25 persen, Thailand 27 persen dari kontribusi industri kepada PDB," bebernya.