Liputan6.com, Jakarta Awal Juni lalu, Pep Guardiola sempat menegaskan bahwa Manchester City tak membutuhkan kiper baru. Ia percaya Ederson dan Stefan Ortega cukup untuk menjaga gawang The Citizens musim ini.
Namun bursa transfer selalu menyimpan kejutan. Tiga bulan berselang, City justru menutup musim panas dengan merekrut tiga kiper baru sekaligus. Salah satunya adalah Gianluigi Donnarumma, nama besar yang tak disangka akan mendarat di Etihad.
Kedatangan Donnarumma sekaligus menandai berakhirnya era Ederson. Kiper asal Brasil itu resmi hijrah ke Fenerbahce, mengakhiri delapan musim penuh warna bersama City.
Langkah ini memperlihatkan sisi pragmatis Guardiola. Dari semula menolak perubahan di sektor kiper, ia akhirnya memilih jalan baru demi mengembalikan City ke puncak.
Pergantian Besar di Bawah Mistar
Guardiola awalnya menutup pintu untuk nama-nama seperti Joan Garcia, Diogo Costa, hingga Marc-Andre ter Stegen. Ia menegaskan Ederson dan Ortega tetap bertahan. Namun situasi berubah drastis menjelang deadline day.
Marcus Bettinelli lebih dulu datang dari Chelsea sebagai kiper ketiga, lalu James Trafford ditebus kembali dari Burnley senilai £27 juta. Klimaksnya terjadi pada 1 September ketika City mengumumkan kedatangan Donnarumma dari PSG dengan mahar 26 juta pounds.
Sebagai konsekuensinya, Ederson hengkang ke Fenerbahce dengan biaya 12 juta pounds. Kepergiannya menutup era panjang penuh trofi sekaligus membuka pintu untuk wajah baru di Etihad.
Taruhan Besar Pada Donnarumma
Menggantikan sosok sekelas Ederson bukan pekerjaan mudah. Kiper asal Brasil itu telah mengubah standar distribusi bola dari gawang di Premier League. Namun City memilih Donnarumma, kiper dengan gaya berbeda.
Donnarumma punya pengalaman besar meski baru berusia 26 tahun. Ia mencatat 486 penampilan bersama AC Milan, PSG, dan timnas Italia. Ia juga pernah memenangkan Euro 2020 dan Yashin Trophy.
Guardiola tahu Donnarumma bukan kiper dengan kemampuan kaki sehebat Ederson. Tetapi di balik itu, refleks dan nalurinya di bawah mistar diyakini lebih sesuai untuk kebutuhan City yang kini kebobolan lebih banyak peluang.
Nasib James Trafford dan Perubahan Filosofi
James Trafford menjadi cerita lain dari saga ini. Ia kembali ke Etihad dengan harapan bisa jadi penerus Ederson, setelah tampil gemilang di Burnley. Namun kedatangan Donnarumma membuat posisinya langsung terjepit.
Padahal Newcastle sempat menawarkan kesempatan Trafford menjadi kiper utama di bawah Eddie Howe. Keputusan kembali ke City kini tampak seperti perjudian besar bagi kiper berusia 22 tahun itu.
Guardiola jelas lebih memprioritaskan Donnarumma. Trafford mungkin hanya akan menjalani musim sebagai pelapis, sembari menunggu kesempatan membuktikan diri di masa depan.
Ederson dan Warisan yang Ditinggalkan
Dalam delapan musimnya, Ederson sudah meninggalkan jejak mendalam di Premier League. Sepakan jarak jauhnya menjelma senjata serangan, sementara distribusinya mendefinisikan ulang standar kiper modern.
Namun Guardiola kini kembali ke prinsip dasar: Menjaga gawang dari kebobolan. Dengan Donnarumma, ia ingin mengembalikan ketangguhan City yang sempat goyah musim lalu.
Ironisnya, keputusan ini kontras dengan 2016 saat ia menyingkirkan Joe Hart karena dianggap lemah dalam penguasaan bola. Kini, Guardiola justru menerima keterbatasan Donnarumma demi kekuatan baru di pertahanan.
Donnarumma, Pilar Baru Manchester City
Kepindahan Donnarumma bukan sekadar transfer besar, tapi juga titik balik untuk City. Ia datang dengan status salah satu kiper terbaik dunia, memasuki usia emasnya.
Bersama Guardiola, Donnarumma diharapkan membawa stabilitas dan kepercayaan diri di lini belakang. Jika sukses, City bisa merasa telah melakukan kompromi terbaik dalam sejarah mereka.
Pada akhirnya, keberanian Guardiola meninggalkan Ederson demi Donnarumma akan diuji di lapangan. Dan jika hasilnya positif, itu akan menjadi pembuktian bahwa visi baru sang pelatih kembali tepat sasaran.