Liputan6.com, Jakarta - Gempa dahsyat yang melanda Myanmar terasa hingga ke Thailand pada Jumat, 28 Maret 2025. Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira menyatakan gempa yang terjadi baru-baru ini yang terasa hingga ke Thailand tidak berdampak pada ekonomi dan struktur keuangan.
Mengutip nationthailand.com, Sabtu (29/3/2025), Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira menuturkan, bencana alam itu tidak menyebabkan dampak signifikan pada struktur atau sistem keuangan negara.
Ia mengatakan, Kementerian Keuangan bersama dengan lembaga terkait, memantau situasi dengan seksama. Ia menambahkan, gempa bumi itu tidak berdampak pada operasi lembaga pemerintah, bank negara dan sistem keuangan negara.
Pichai mencatat Kementerian Keuangan telah meluncurkan langkah-langkah pencegahan untuk memeriksa gedung dan sistemnya guna meningkatkan kepercayaan terhadap keselamatan di kalangan pegawai negeri dan masyarakat, serta untuk memastikan kelancaran operasi keuangan.
Sementara itu, ia menambahkan, kementerian sedang evaluasi situasi secara menyeluruh dan mencari cara untuk membantu korban yang terkena dampak gempa bumi sesegera mungkin.
Ia menyebutkan, tujuh lembaga keuangan milik negara telah diinstruksikan untuk menerapkan langkah-langkah guna meringankan penderitaan, mengurangi beban keuangan, dan meningkatkan likuiditas keuangan di antara para korban, antara lain pinjaman berbunga rendah, jaminan pinjaman, atau pelunasan utang.
"Masyarakat dapat menghubungi cabang atau hotline semua lembaga keuangan milik negara untuk mendapatkan bantuan,” ia menambahkan.
Ia juga menyatakan, Kantor Komisi Asuransi telah diinstruksikan untuk bekerja sama dengan Asosiasi Asuransi Jiwa Thailand dan Asosiasi Asuransi Umum Thailand untuk memantau gempa bumi dan siap membantu perusahaan asuransi.
Pichai menekankan masyarakat, investor, dan pengusaha harus yakin sistem ekonomi Thailand kuat dan stabil. Lembaga pemerintah siap untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mengelola situasi dengan hati-hati dan efektif.
Ia mengatakan, Kementerian Keuangan akan memantau situasi dengan saksama dan memberikan informasi lebih lanjut jika ada perkembangan.
Update Korban Tewas Gempa Thailand dan Myanmar Jadi 704 Orang, Ribuan Lainnya Terluka
Sebelumnya, korban tewas akibat gempa dahsyat magnitudo 7,7 pada Jumat (28/3/2025) yang melanda Myanmar telah mencapai hampir 700 orang, sementara tim penyelamat terus menggali puing-puing bangunan yang runtuh dalam upaya mencari korban selamat.
Gempa dangkal mengguncang wilayah barat laut Kota Sagaing di Myanmar tengah pada 12.50 waktu setempat, disusul beberapa menit kemudian oleh gempa susulan magnitudo 6,4. Gempa merobohkan bangunan, meruntuhkan jembatan, dan merusak jalan di berbagai wilayah Myanmar. Kerusakan parah dilaporkan terjadi di kota terbesar kedua, Mandalay, di mana terdapat lebih dari 1,7 juta penduduk.
Seorang warga yang dihubungi melalui telepon mengatakan kepada AFP bahwa kota itu sangat kekurangan personel penyelamat.
Junta militer Myanmar seperti dikutip dari The Guardian menyatakan bahwa setidaknya 694 orang tewas dan hampir 1.700 luka-luka di wilayah Mandalay. Sekitar 10 korban jiwa tambahan dikonfirmasi di Bangkok, ibu kota Thailand, di mana sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun runtuh.
Namun, dengan jaringan komunikasi yang masih kacau, laporan lengkap dari negara tertutup di bawah rezim militer ini belum bisa diperoleh. Jumlah korban diprediksi akan terus bertambah secara signifikan.
Menurut ahli geologi Amerika Serikat (AS), ini adalah gempa terbesar yang melanda Myanmar dalam lebih dari satu abad. Guncangannya begitu kuat hingga merusak bangunan di Bangkok, yang berjarak ratusan kilometer dari pusat gempa.
Upaya Tim Penyelamat
Di Bangkok, Thailand, tim penyelamat bekerja sepanjang malam mencari pekerja yang terjebak ketika gedung pencakar langit 30 lantai yang sedang dibangun roboh, berubah dalam hitungan detik menjadi tumpukan puing.
Gubernur Bangkok Chadchart Sittipunt menuturkan kepada AFP bahwa sekitar 10 orang dikonfirmasi tewas di seluruh kota, sebagian besar akibat runtuhnya gedung pencakar langit tersebut. Namun, hingga 100 pekerja masih belum ditemukan di lokasi bangunan itu, yang terletak dekat pasar akhir pekan Chatuchak — tempat wisata populer.
"Kami melakukan yang terbaik dengan sumber daya yang ada karena setiap nyawa penting," kata Chadchart kepada wartawan di lokasi. "Prioritas kami adalah bertindak secepat mungkin untuk menyelamatkan mereka semua."
Otoritas Kota Bangkok mengatakan akan mengerahkan lebih dari 100 insinyur untuk memeriksa keamanan bangunan setelah menerima lebih dari 2.000 laporan kerusakan.
"Hingga 400 orang terpaksa bermalam di ruang terbuka di taman kota karena rumah mereka tidak aman untuk ditinggali," ujar Chadchart.
Junta Militer Myanmar Mohon Bantuan
Gempa signifikan sangat jarang terjadi di Bangkok dan guncangan pada Jumat itu membuat para pembeli dan pekerja berhamburan ke jalan dengan panik di seluruh kota. Meski tidak ada kehancuran masif, guncangan itu menciptakan pemandangan dramatis seperti kolam renang di atap gedung yang tumpah.
Bahkan rumah sakit pun dievakuasi. Seorang perempuan melahirkan di luar ruangan setelah dipindahkan dari gedung rumah sakit. Seorang ahli bedah juga terus mengoperasi pasien setelah evakuasi, menyelesaikan operasi di luar ruangan.
Namun, kerusakan terparah terjadi di Myanmar, di mana empat tahun perang saudara pasca-kudeta militer telah menghancurkan sistem kesehatan dan tanggap darurat.
Pemimpin junta militer Min Aung Hlaing telah menyampaikan permohonan bantuan internasional yang sangat langka, menandakan betapa seriusnya bencana ini. Rezim militer sebelumnya biasanya menolak bantuan asing bahkan setelah bencana alam besar.
Myanmar memberlakukan keadaan darurat di enam wilayah terdampak terparah setelah gempa. Di salah satu rumah sakit besar di ibu kota Naypyidaw, tenaga medis terpaksa merawat korban luka di tempat terbuka. Seorang pejabat menggambarkannya sebagai "area korban massal".
"Saya belum pernah melihat (kejadian) seperti ini sebelumnya. Kami berusaha menangani situasi. Saya sangat kelelahan sekarang," kata seorang dokter kepada AFP.