Harga Minyak Dunia Menguat di Tengah Sentimen Produksi hingga Geopolitik

1 week ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak menguat ikuti pasar saham seiring pelaku pasar mencerna narasi mengenai langkah Donald Trump akan pengaruhi pasar minyak mentah.

Mengutip Yahoo Finance, Jumat (8/11/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,9 persen menjadi USD 72 per barel. Hal ini seiring dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah dan harga saham yang menguat. Harga minyak Brent naik menjadi di bawah USD 76.

Citigroup Inc mengatakan, Donald Trump mungkin akan berikan sentimen negatif terhadap harga minyak mentah karena prospek produksi yang lebih tinggi. Selain itu tarif baru yang semakin hambat ekonomi China.

Di sisi lain, Standard Chartered mengatakan, pelaku pasar akan mengabaikan seruan Trump untuk lebih banyak pengeboran.

Pada saat yang sama, banyak pedagang bersiap menghadapi tindakan keras Amerika Serikat (AS) yang diperbarui terhadap Iran melalui sanksi dan potensi gejolak dalam konflik Timur Tengah. Dampak pemerintahan Trump terhadap minyak Rusia merupakan faktor geopolitik lainnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengucapkan selamat kepada Trump pada Kamis dan mengatakan usulannya tentang Ukraina patut mendapat perhatian.

"Ada beberapa kekuatan yang berlawanan," kata Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV, Warren Patterson.

“Di sisi positif, Anda memiliki potensi penegakan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran dan lebih banyak peningkatan pada pertumbuhan PDB AS tahun 2025. Namun, penguatan USD, dan prospek peningkatan sewa minyak dan gas di lahan federal lebih bearish,” ia menambahkan.

Ada Potensi Permintaan yang Solid

Minyak mentah sebagian besar terikat dalam kisaran sejak pertengahan Oktober dalam menghadapi faktor-faktor yang saling bertentangan. Pedagang utama Vitol Group mengatakan, meskipun pasar tampak sedikit bearish tahun depan, masih terlalu dini untuk memastikan pasokan akan berlebih.

"Jelas ada sedikit kekhawatiran stok untuk 2025, itulah yang mendorong pasar,” kata Kepala Eksekutif di FT Commodities Asia Summit di Singapura, Russell Hardy  mencatat ruang lingkup pertumbuhan pasokan di AS, Guyana, dan Brasil.

Namun, ia menambahkan, pasar “tidak dalam kondisi buruk,” dengan minyak mentah dan beberapa produk minyak bumi dalam struktur backwardation bullish di mana perdagangan berjangka yang lebih dekat waktunya lebih mahal daripada kontrak yang lebih jauh, menandakan permintaan yang solid.

Terkait cuaca, Badai Rafael menghantam Kuba dengan angin Kategori 3, meskipun sistem angin diperkirakan akan melemah. Badai ini akan menjauh dari sebagian besar instalasi minyak lepas pantai.

Dolar AS Menguat, Harga Minyak Mentah Dunia Turun Tipis

Sebelumnya, harga minyak turun tipis pada hari Rabu ketika investor menimbang penguatan dolar AS terhadap potensi kebijakan luar negeri Presiden terpilih AS, Donald Trump, yang dapat mengurangi pasokan minyak mentah global.

Dikutip dari CNBC, Kamis (7/11/2024), futures minyak mentah Brent turun 61 sen, atau 0,81%, menjadi USD 74,92 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 30 sen, atau 0,42%, menjadi USD 71,69.

Kemenangan Trump dalam pemilu memicu aksi jual besar-besaran yang mendorong harga minyak turun lebih dari $2 per barel selama sesi perdagangan, seiring dengan penguatan dolar AS yang saat ini berada di posisi tertinggi sejak September 2022.

Penguatan Dolar AS

Dolar AS yang lebih kuat membuat komoditas yang dihargai dalam dolar, seperti minyak, menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, yang biasanya berdampak pada tekanan harga.

Harga minyak kemudian pulih dari sebagian kerugian yang terjadi pada awal perdagangan.

"Ada reaksi berlebihan terhadap hasil pemilu, dan kemungkinan kemenangan Trump dapat menyebabkan industri AS mengebor habis-habisan hingga menciptakan kelebihan pasokan," kata John Kilduff, mitra di Again Capital di New York.

Pasar Lebih Rasional

"Tetapi sekarang pasar lebih rasional dan masih dihadapkan dengan banyak masalah," tambahnya, sambil menyebutkan perang yang berlangsung di Timur Tengah sebagai faktor yang mendukung harga karena berpotensi mengurangi pasokan.

Kemenangan Trump dapat pula berarti perpanjangan sanksi terhadap Iran dan Venezuela, yang akan mengurangi pasokan minyak dan memberikan dampak positif pada harga minyak, menurut analis UBS, Giovanni Staunovo.

Iran adalah anggota OPEC dengan produksi sekitar 3,2 juta barel per hari atau 3% dari produksi global.

Namun, pengetatan sanksi terhadap Iran mungkin lebih sulit dilakukan karena negara tersebut semakin mahir menghindari sanksi, kata Alex Hodes, analis minyak di perusahaan pialang StoneX, dalam sebuah catatan.

Dukungan Trump untuk Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, juga berpotensi meningkatkan ketidakstabilan di Timur Tengah, menurut Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.

Hal ini dapat mendorong harga minyak karena investor mempertimbangkan potensi gangguan terhadap pasokan minyak global. Trump diperkirakan akan terus mendukung pengadaan senjata untuk Israel.

Analis independen Tina Teng menyatakan bahwa Trump mungkin akan mengadopsi kebijakan yang lebih menekan ekonomi China, yang dapat melemahkan permintaan minyak dari negara importir minyak mentah terbesar di dunia tersebut.

Namun, di luar pemilu AS dan ketidakpastian geopolitik, tren berkelanjutan di pasar minyak kemungkinan akan menentukan prospek ke depan, kata Mukesh Sahdev, kepala global pasar komoditas minyak di Rystad Energy dalam sebuah catatan.

Menurut Sahdev, OPEC+ masih memegang kendali, margin kilang menghadapi permintaan yang lebih lemah dan pasokan yang lebih tinggi, serta aliran perdagangan minyak terus menghadapi ketidakefisienan.

Sementara itu, persediaan minyak mentah, bensin, dan distilat AS meningkat pada minggu lalu, menurut Administrasi Informasi Energi AS.

Read Entire Article
Bisnis | Football |