Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak anjlok setelah langkah stimulus China mengecewakan spekulator. Akan tetapi tidak cukup mengguncang harga dari kisaran perdagangan yang terbatas sejak Juli 2024.
Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (9/11/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) merosot 2,7 persen dan ditutup mendekati USD 70 per barel pada Jumat, 8 November 2024. Sementara itu, harga minyak Brent ditutup di bawah USD 74. Harga minyak WTI naik 1,3 persen pekan ini.
Adapun investor menanti dan melihat dampak kemenangan Donald Trump di Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS). Ketidakpastian tentang bagaimana presiden terpilih akan menangani konflik Timur Tengah dan ekspor minyak Iran telah memicu volatilitas tinggi dan menekan likuiditas.
“Kondisi pasar minyak mentah mencoba mencari tahu apakah Trump baik atau buruk untuk minyak mentah dengan volatilitas yang meningkat,” ujar Direktur Mizuho Securities USA, Robert Yawger.
Ia menambahkan, di luar sentimen pemilihan umum, harga minyak mentah dipengaruhi oleh penundaan kenaikan produksi yang direncanakan oleh OPEC+ selama sebulan. Selain itu, badai yang menghentikan sebagian produksi di Teluk Meksiko dan pemangkasan suku bunga oleh the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS juga bayangi harga minyak.
Laporan Jumat menunjukkan Departemen Energi membeli 2,4 juta barel minyak untuk Cadangan Minyak Strategis gagal menarik perhatian para pedagang di tengah lingkungan yang tidak menentu.
Di antara teori-teori yang bersaing tentang bagaimana Trump akan mempengaruhi harga minyak mentah, analis Citigroup Inc. mengatakan masa jabatan presiden Trump mungkin akan berdampak negatif terhadap harga karena produksi domestik yang lebih tinggi dan tarif yang akan membebani ekonomi Tiongkok.
Sementara itu, Standard Chartered Plc mengatakan produsen AS tidak akan selalu mengindahkan seruannya untuk melakukan pengeboran lebih lanjut.
Harga Minyak Dunia Menguat di Tengah Sentimen Produksi hingga Geopolitik
Sebelumnya, harga minyak menguat ikuti pasar saham seiring pelaku pasar mencerna narasi mengenai langkah Donald Trump akan pengaruhi pasar minyak mentah.
Mengutip Yahoo Finance, Jumat (8/11/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 0,9 persen menjadi USD 72 per barel. Hal ini seiring dolar Amerika Serikat (AS) yang melemah dan harga saham yang menguat. Harga minyak Brent naik menjadi di bawah USD 76.
Citigroup Inc mengatakan, Donald Trump mungkin akan berikan sentimen negatif terhadap harga minyak mentah karena prospek produksi yang lebih tinggi. Selain itu tarif baru yang semakin hambat ekonomi China.
Di sisi lain, Standard Chartered mengatakan, pelaku pasar akan mengabaikan seruan Trump untuk lebih banyak pengeboran.
Pada saat yang sama, banyak pedagang bersiap menghadapi tindakan keras Amerika Serikat (AS) yang diperbarui terhadap Iran melalui sanksi dan potensi gejolak dalam konflik Timur Tengah. Dampak pemerintahan Trump terhadap minyak Rusia merupakan faktor geopolitik lainnya.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengucapkan selamat kepada Trump pada Kamis dan mengatakan usulannya tentang Ukraina patut mendapat perhatian.
"Ada beberapa kekuatan yang berlawanan," kata Kepala Strategi Komoditas di ING Groep NV, Warren Patterson.
“Di sisi positif, Anda memiliki potensi penegakan sanksi yang lebih ketat terhadap Iran dan lebih banyak peningkatan pada pertumbuhan PDB AS tahun 2025. Namun, penguatan USD, dan prospek peningkatan sewa minyak dan gas di lahan federal lebih bearish,” ia menambahkan.
Ada Potensi Permintaan yang Solid
Minyak mentah sebagian besar terikat dalam kisaran sejak pertengahan Oktober dalam menghadapi faktor-faktor yang saling bertentangan. Pedagang utama Vitol Group mengatakan, meskipun pasar tampak sedikit bearish tahun depan, masih terlalu dini untuk memastikan pasokan akan berlebih.
"Jelas ada sedikit kekhawatiran stok untuk 2025, itulah yang mendorong pasar,” kata Kepala Eksekutif di FT Commodities Asia Summit di Singapura, Russell Hardy mencatat ruang lingkup pertumbuhan pasokan di AS, Guyana, dan Brasil.
Namun, ia menambahkan, pasar “tidak dalam kondisi buruk,” dengan minyak mentah dan beberapa produk minyak bumi dalam struktur backwardation bullish di mana perdagangan berjangka yang lebih dekat waktunya lebih mahal daripada kontrak yang lebih jauh, menandakan permintaan yang solid.
Terkait cuaca, Badai Rafael menghantam Kuba dengan angin Kategori 3, meskipun sistem angin diperkirakan akan melemah. Badai ini akan menjauh dari sebagian besar instalasi minyak lepas pantai.