Liputan6.com, Jakarta Memberikan hampers saat momen spesial seperti Lebaran, Natal, atau perayaan lainnya sudah menjadi tradisi di masyarakat. Hampers bukan sekadar hadiah, tetapi juga bentuk apresiasi terhadap orang-orang yang memiliki peran penting dalam hidup kita.
Namun, sering kali tanpa disadari, kebiasaan ini bisa menjadi pengeluaran besar yang membebani keuangan jika tidak dikelola dengan baik.
Menurut Perencana Keuangan Andy Nugroho, pemberian hampers haruslah dilakukan dengan perencanaan keuangan yang matang agar tidak menjadi beban di kemudian hari.
Lalu, bagaimana cara mengalokasikan anggaran hampers dengan bijak? Bagaimana agar pemberian hampers tetap bermakna tanpa merugikan kondisi finansial?
Dalam perencanaan keuangan, hampers dapat dikategorikan sebagai pengeluaran charity (amal) atau sebagai bagian dari konsumsi pribadi, tergantung pada niat dan tujuan pemberian.
"Menurut saya memberikan hampers merupakan bentuk apresiasi/ hadiah kepada seseorang. Sehingga dalam budget keuangan sehari-hari dapat kita kategorikan sebagai pengeluaran yang bersifat charity, atau bisa juga menjadi pengeluaran untuk konsumsi karena mungkin ada maksud dan tujuan tertentu dari pemberian hampers tersebut," kata Andy kepada Liputan6.com, Rabu (26/3/2025).
Jika hampers diberikan untuk berbagi kepada orang lain secara sukarela, maka masuk dalam kategori charity. Namun, jika pemberian hampers bertujuan untuk membangun atau menjaga hubungan tertentu, misalnya dengan rekan bisnis atau kolega kerja, maka bisa masuk dalam pengeluaran konsumsi.
Apa pun tujuan pemberian hampers, sebaiknya anggarannya tidak lebih dari 10% dari penghasilan. Jika terlalu memaksakan diri membeli hampers mahal, dikhawatirkan ada kebutuhan lain yang lebih penting tetapi terpaksa dikorbankan.
"sebaiknya budgetnya idealnya adalah sekitar 10% dari penghasilan kita. Karena bila terlalu memaksakan diri untuk membeli hampers dengan harga yang mahal tentunya akan membuat kita harus mengorbankan kebutuhan lain untuk tidak dapat terpenuhi," ujarnya.
Membuat Skala Prioritas dalam Pemberian Hampers
Dengan keterbatasan budget, sangat penting untuk membuat skala prioritas dalam memberikan hampers.
"Dengan kondisi budget yang terbatas, tentu kita harus membuat skala prioritas dalam memberikan hampers," ujar Andy.
Berikut urutan prioritas yang dapat dijadikan pedoman. Untuk kelompok pertama yang sebaiknya mendapat hampers adalah mereka yang memiliki kontribusi langsung dalam kehidupan kita sehari-hari.
Untuk kelompok ini, kita bisa mengalokasikan anggaran yang lebih besar karena hubungan yang lebih erat serta peran mereka yang signifikan dalam kehidupan kita.
"Prioritas pertama adalah orang-orang yang menurut kita memiliki peran penting atau banyak membantu dalam hidup kita. Bisa itu ART kita, saudara, teman, ataupun rekan bisnis dan relasi kita. Orang-orang special ini biasanya juga kita budgetkan lebih untuk biaya hampersnya," ujarnya.
Setelah kelompok utama, hampers bisa diberikan kepada orang-orang yang jasanya sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari tetapi tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kita.Meskipun anggaran hampers untuk kelompok ini mungkin lebih kecil dibandingkan kelompok pertama, tetapi tetap memiliki nilai moral yang besar karena merupakan bentuk kepedulian sosial.
"Prioritas berikutnya barulah pemberian hampers itu ke orang-orang yang kita memberikannya lebih atas dasar charity seperti ke sekuriti kompleks, petugas pengambil sampah di lingkungan, dan lain-lain," ujarnya.
Hindari Pemborosan dan Pengeluaran Berlebihan
Lebih lanjut, Andy mengatakan sering kali, tanpa disadari, seseorang mengeluarkan anggaran berlebihan untuk hampers karena dorongan ego dan gengsi.
Keinginan untuk dipandang sebagai seseorang yang "lebih" oleh orang lain bisa membuat seseorang memaksakan diri membeli hampers mewah dalam jumlah banyak, bahkan sampai harus mengorbankan kebutuhan lain yang lebih penting. Hal ini bisa menjadi salah satu “titik bocor” pemborosan selama momen Lebaran atau perayaan lainnya.
"Bila kita tidak bijak dalam mengelolanya, maka pemberian hampers dapat menjadi salah satu “titik bocor” pemborosan yang terjadi selama moment lebaran," ujarnya.
Untuk menghindari hal tersebut, penting untuk mengendalikan diri dan tidak terpengaruh oleh tren atau tekanan sosial. Dalam psikologi keuangan, ada dua fenomena yang sering memengaruhi keputusan seseorang dalam membeli sesuatu, termasuk dalam pemberian hampers yakni FOMO (Fear of Missing Out) dan FOPO (Fear of Other People’s Opinions).
"Hindari sifat FOMO dan FOPO , dan kendalikan diri kita dengan keyakinan bahwa kita memberikan hampers itu memang atas dasar keikhlasan dan kerelaan untuk berbagi atas dasar kemanusiaan. Jadi bukan karena untuk menunjukkan rasa ego dan gengsi diri," pungkasnya.