Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan Selasa dibuka merosot menjelang rilis data produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2024.
Pada awal perdagangan Selasa, rupiah turun 31 poin atau 0,20 persen menjadi Rp15.784 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp15.753 per dolar AS.
“Hari ini, Badan Pusat Statistik akan merilis PDB triwulan III-2024. Kami memperkirakan pertumbuhan PDB triwulan III-2024 sedikit melambat menjadi 5,02 persen year on year dari 5,05 persen year on year di triwulan II-2024,” kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara, Selasa (5/11/2024).
Pertumbuhan PDB triwulan III-2024 diperkirakan sedikit melambat terutama karena pertumbuhan investasi yang melambat.
Sementara Surat Berharga Negara (SBN) diperdagangkan sideways pada Senin meskipun rupiah sedang dalam tren pelemahan. Hari ini, pemerintah akan melakukan lelang obligasi untuk seri SBSN, dengan target indikatif sebesar Rp9 triliun. Seri yang dilelang dalam lelang ini adalah SPNS6mo, SPNS9mo, PBS032, PBS030, PBS004, PBS039, dan PBS038.
Dari sisi eksternal, pergerakan kurs rupiah dipengaruhi oleh sentimen politik terkait Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS).
Investor saat ini masih menunggu hasil pemilu AS dan pengumuman pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November 2024 untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang arah kebijakan fiskal dan moneter AS di masa mendatang.
Pada perdagangan hari ini, Josua memproyeksikan kurs rupiah berada di rentang15.700 per USD hingga 15.800 per USD.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan pribadi seorang pengamat. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor transaksi terkait.
Sesuai dengan UU PBK No.32 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 2011 bahwa transaksi di Valas beresiko tinggi dan keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Rupiah Menguat Tipis di Akhir Oktober 2024, Ini Prediksi pada November 2024
Rupiah menguat di akhir bulan pada Kamis, 31 Oktober 2024. Rupiah ditutup menguat tipis 1 point terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada Kamis (31/10), setelah sebelumnya sempat menguat 5 point dilevel Rp.15.703 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.704.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.15.690 - Rp.15.760," ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Kamis (31/10/2024).
Data resmi menunjukkan ekonomi AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 2,8% pada kuartal ketiga 2024, sedikit lebih rendah dari 3% yang diperkirakan oleh para ekonom.
Adapun indikator AS yang beragam semalam, menunjukkan pasar kerja AS yang longgar tetapi konsumen yang percaya diri, memberikan sedikit kejelasan tentang prospek suku bunga Federal Reserve, yang memungkinkan dolar AS melayang lebih rendah dengan imbal hasil Treasury.
"Namun baru-baru ini, pembacaan ekonomi telah menunjukkan pasar kerja dan ekonomi yang tangguh, memacu para pedagang untuk mengurangi taruhan mereka pada pemotongan suku bunga," Ibrahim menyoroti.
"Baik dolar maupun imbal hasil obligasi AS juga telah didukung dalam beberapa hari terakhir oleh meningkatnya spekulasi di pasar dan pada beberapa platform taruhan tentang kemenangan dalam pemilihan presiden 5 November untuk kandidat Republik Donald Trump - yang kebijakan tarif dan imigrasinya dianggap inflasi - dan yang menentang Demokrat Kamala Harris," lanjutnya.
Selain kinerja ekonomi AS, pasar juga terus mengamati perkembangan konflik di Timur Tengah, dengan kabar terbaru Perdana Menteri Lebanon menyatakan harapannya bahwa kesepakatan gencatan senjata dengan Israel akan diumumkan dalam beberapa hari mendatang.
Prabowo Targetkan Ekonomi RI Capat Pertumbuhan 8%, Apa Saja Tantangannya?
Ibrahim mengungkapkan, bahwa target pertumbuhan ekonomi era Prabowo-Gibran sebesar 8 persen, membuat polemik di pasar.
"Karena IMF sendiri hanya memasang target pertumbuhan ekonomi periode Prabowo-Gibran hanya di 5,2 persen. Apalagi saat ini tensi geopolitik begitu dominan serta melambatnya ekonomi Tiongkok," katanya.
Meskipun demikian, Pemerintah masih optimis, dengan angka tersebut mendorong kabinet Merah Putih bekerja keras agar bisa mencapai target pertumbuhan.
Ibrahim juga mencatat, Indonesia sendiri sudah pernah mencapai pertumbuhan ekonomi di angka 8 persen. Yaitu pada tahun 1995, pertumbuhan ekonomi RI mencapai 8,2 persen.
"Agar bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di level 8 persen Indonesia bisa belajar dari berbagai capaian dan situasi perkembangan perekonomian dunia. yang hari ini belum kembali normal masih terdapat dampak dari long Covid-19. Pertumbuhan ekonomi dunia belum kembali seperti era sebelum Covid-19 sekarang masih rata-rata di 3 persen," papar Ibrahim.
"Untuk itu, pemerintah akan menggali potensi sumber ekonomi baru, seperti, adaptasi teknologi dan inovasi agar RI bisa lolos dari jebakan middle income trap. Dan bisa mencapai pendapatan di atas pendapatan menengah," imbuhnya.