Laut Natuna Masih Simpan Harta Karun Migas, Berapa Jumlahnya?

3 weeks ago 6

Liputan6.com, Jakarta Pertamina East Natuna (PEN) melakukan survei seismik, sebagai bagian dari proyek eksplorasi migas lepas pantai di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau. Program kerja ini mencakup survei seismik tiga dimensi (3D) Arwana dengan teknik akuisisi 3D marine broadband guna memperoleh data seismik bawah permukaan yang lebih rinci dan komprehensif, serta dapat dipergunakan untuk pengembangan kegiatan eksplorasi di Wilayah Kerja (WK) East Natuna. 

Survei seismik di WK East Natuna, yang berlangsung mulai kuartal ke-4 tahun 2024, mencakup kawasan seluas 1.166 km2 di Laut Natuna Utara, salah satu wilayah terluar dan terdepan Indonesia. Usai survei rampung, aktivitas dilanjutkan dengan pengolahan data seismik yang akan dikerjakan hingga 2025. 

“Pertamina East Natuna fokus pada kegiatan eksplorasi migas di WK East Natuna, yang memiliki potensi besar untuk berkontribusi pada ketahanan energi nasional,” kata Wisnu Hindadari, Direktur Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa.

Pertamina East Natuna merupakan anak perusahaan Pertamina Hulu Energi yang pengelolaannya dipercayakan kepada Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa.  

Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa telah mengantongi dukungan Pemangku Kepentingan terkait dan berkoordinasi dengan SKK Migas serta dari Pemerintah Kabupaten Natuna. Pertemuan dengan pemerintah daerah dan kegiatan sosialiasi dengan berbagai lapisan masyarakat telah diselenggarakan awal September lalu, bertempat di Ranai Kota, ibukota Kabupaten Natuna. 

Pada kesempatan tersebut, Wakil Bupati Natuna Rodhial Huda, yang mewakili Pemerintah Kabupaten Natuna, menyambut gembira rencana kerja Pertamina East Natuna. Pemda Kabupaten Natuna memberikan dukungan penuh untuk seluruh rangkaian kegiatan, mulai dari tahap survei hingga proyek pengembangan eksplorasi migas di perairan Natuna.

“Kami pastinya mendukung setiap kegiatan Pertamina untuk keberhasilan proyek ini,” tegas Rodhial.

Seiring dengan kegiatan survei seismik dan rencana pengembangan eksplorasi ini, diharapkan sektor migas dapat menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi di kawasan yang terletak di perbatasan tiga negara Asia tenggara, dan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat setempat.

Produksi Minyak Indonesia Terus Turun, Ada Solusi?

Sebelumnya, Pemerintah akan menaikan lifting minyak dan gas untuk mengurangi impor yang membuat anggaran negara semakin besar. Seperti diketahui, produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia menghadapi tantangan yang berat. Sebab, produksi migas Indonesia terus mengalami penurunan.

Pengamat Energi  Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, penurunan lifting ditambah kapasitas kilang yang terbatas, membuat Indonesia terus menjadi net importer minyak. 

“Pada akhirnya, Indonesia bergantung impor minyak mentah dan BBM. Saat ini, suit mengurangi ketergantungan impor minyak karena cadangan minyak di dalam negeri semakin turun,” paparnya.

Fahmy menilai, butuh investasi besar untuk mengeksplorasi cadangan minyak. Namun, investor besar di Indonesia kurang berminat karena cadangan minyak yang menipis.

“Yang semestinya menjadi perhatian pemerintah untuk menggenjot produksi migas yakni dengan perluas eksplorasi cekungan baru yang secara geologis potensinya besar, tetapi belum terbukti ekonomis.  Ketika cadangan migas pada sumur-sumur baru tersebut telah terbukti secara geologis dan dari sisi nilai keekonomian dianggap mumpuni, maka investor akan berdatangan,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, lifting minyak terus menurun dari tahun 2015. Pada tahun itu, realisasi lifting minyak tercatat 779 ribu barel per hari (bopd). Sempat naik menjadi 829 ribu bopd di 2016, tapi kemudian turun di 2017 menjadi 804 ribu bopd.

Setelah itu, lifting terus turun secara berurutan yakni 778 ribu bopd (2018), 746 ribu bopd (2019), 707 ribu bopd (2020), 660 ribu bopd (2021), 612 ribu bopd (2022), dan 605,4 ribu bopd (2023).

Dampak Keuangan Negara

Dengan terus menurunnya lifting minyak dan gas terus maka akan berdampak terhadap keuangan negara. Pada tahun 2023, subsidi bahan bakar di Indonesia mencapai IDR 160 triliun, dan 60% dari jumlah tersebut dialokasikan untuk sektor bahan bakar dan LPG.

Saat ini, Indonesia sangat bergantung pada impor untuk minyak mentah dan produk minyak bumi guna menutupi defisit. Untuk memastikan keterjangkauan dan aksesibilitas bagi konsumen, subsidi bahan bakar diberikan. 

PT Chandra Asri Pacific Tbk (Chandra Asri Group), sebagai perusahaan penyedia solusi energi, kimia, dan infrastruktur terkemuka di Indonesia, melalui kemitraannya dengan Glencore plc mengakusisi Shell Energy and Chemicals Park (SECP) di Singapura. 

Aksi korporasi yang dilakukan Chandra Asri Group ini bertujuan untuk mendukung Indonesia dalam meningkatkan ketahanan energi dan memenuhi permintaan yang terus meningkat untuk produk kimia. 

Fahmy Radhi menilai, kontribusi Chandra Asri Group lewat SECP akan mendukung peningkatan produksi petrokimia nasional. 

“Bahan baku bisa didapatkan dengan mudah dan meningkatkan pertumbuhan industri manufaktur,” tuturnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |