Mesir Bangun Proyek di Gunung Tempat Tuhan Diyakini Bicara ke Musa

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintah Mesir membangun proyek skala besar di Gunung Sinai, dekat tempat tiga agama Abrahamik meyakini bahwa Tuhan pernah berbicara kepada Nabi Musa di sana.

AFP melaporkan suara pengeboran berdengung nyaring di daerah terpencil dan terjal di Sinai selatan yang dahulu tenang.

Aktivitas konstruksi ini telah berlangsung sejak 2021 dan ditujukan untuk menarik wisatawan ke kota pegunungan Saint Catherine.

Para ahli warisan budaya dan penduduk setempat telah memprotes langkah pemerintah membangun megaproyek di kawasan tersebut. Pasalnya, aktivitas pembangunan dinilai merusak cagar alam dan situs warisan dunia UNESCO yang merupakan rumah bagi biara Kristen tertua di dunia.

"Santa Catherine yang kita kenal sudah tiada. Generasi mendatang hanya akan mengenal bangunan-bangunan ini," kata seorang pemandu veteran dari suku Jabaliya.

Proyek pemerintah ini bertajuk "Transfigurasi Agung" atau "Wahyu Santa Catherine". Para pejabat Mesir menggambarkan proyek ini sebagai upaya untuk mengembangkan kota guna memaksimalkan potensi pariwisatanya, dengan menggabungkan unsur arkeologi, tradisi keagamaan, dan lingkungannya.

Megaproyek ini bernilai nyaris US$300 juta (sekitar Rp5 triliun).

Pada Juli lalu, World Heritage Watch mendesak UNESCO untuk mendaftarkan kawasan ini sebagai situs Warisan Dunia yang terancam.

Namun, bulan lalu, UNESCO justru memilih mantan menteri pariwisata dan barang antik Mesir Khaled El-Enany sebagai ketuanya.

Di masa jabatannya dulu, Mesir meluncurkan proyek Saint Catherine dan menghancurkan sebagian besar pemakaman bersejarah Kota Orang Mati yang juga merupakan situs UNESCO sekaligus tempat pemakaman umum yang masih aktif.

"Mereka datang begitu saja tanpa mengatakan apa-apa dan menghancurkan pemakaman kami," kata seorang pemandu. Makam itu sekarang jadi tempat parkir mobil.

Para pejabat Mesir menggembar-gemborkan bahwa proyek ini akan memberikan manfaat ekonomi bagi negara. Mereka mengeklaim proyek ini sudah melalui konsultasi dengan masyarakat.

Namun, masyarakat justru berkata sebaliknya. Kepada AFP, mereka mengaku khawatir akan disuruh hengkang dari kawasan tersebut.

"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi besok. Mungkin mereka akan meminta kami keluar, karena tidak ada lagi tempat untuk kami," kata pemandu tersebut.

Di Mesir, banyak warga yang rumahnya dihancurkan dalam beberapa tahun terakhir demi membangun proyek pariwisata atau infrastruktur. Sementara kompensasi yang diberikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup warga yang terdampak.

Pada 2023, setelah proyek Saint Catherine diprotes para konservasionis, UNESCO akhirnya meminta agar proyek dihentikan guna mengevaluasi dampaknya. Pemerintah juga diminta mengembangkan rencana konservasi.

Meski begitu, pada faktanya, proyek terus berjalan. Pada Januari, pemerintah menyatakan megaproyek ini sudah 90 persen rampung.

(blq/dna/bac)