Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus meningkatkan kerja sama dengan otoritas pengawas keuangan sejumlah negara, untuk memperkuat program literasi dan perlindungan konsumen masyarakat di sektor jasa keuangan.
Untuk mendukung upaya tersebut, OJK menggelar pertemuan dengan Financial Supervisory Service (FSS) Korea Selatan dan The Investor & Financial Education Council (IFEC) Hong Kong di Kantor OJK Provinsi Bali, Senin dan Selasa (4-5/11/2024).
Dalam pertemuan dengan Financial Supervisory Service (FSS) Korea Selatan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menekankan perlunya kolaborasi otoritas antarnegara dalam memberantas kejahatan penipuan di sektor jasa keuangan.
"Dalam dunia yang saling terhubung saat ini, upaya pemberantasan penipuan di sektor jasa keuangan tidak dapat dilakukan oleh satu organisasi saja, pemberantasan penipuan keuangan merupakan pekerjaan bersama lintas organisasi," kata Friderica di Bali, Kamis (7/11/2024).
Lebih lanjut, ia menyampaikan, kolaborasi dengan sejumlah negara termasuk dengan FSS Korea Selatan menjadi sangat penting untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan. Serta pemahaman tentang praktik terbaik dalam upaya pemberantasan tindak penipuan di sektor keuangan.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas pengalaman Korea Selatan dalam menangani kasus-kasus penipuan sektor keuangan. Pembahasan juga mencakup langkah-langkah yang diterapkan Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) untuk mendeteksi tindak penipuan dan aktivitas keuangan ilegal dalam melindungi aset nasabah, serta mekanisme kolaborasi dengan lembaga pemerintah lainnya, termasuk aparat penegak hukum.
Selanjutnya, OJK juga mengadakan pertemuan serupa dengan The Investor & Financial Education Council (IFEC) Hong Kong pada 5 November 2024. Dengan topik peningkatan literasi keuangan untuk pekerja migran Indonesia di Korea.
"Kolaborasi antara OJK dengan FSS Korea Selatan dan IFEC Hong Kong diharapkan memperkuat program literasi keuangan dan perlindungan kepada konsumen dan masyarakat," pungkas Friderica.
OJK: Literasi dan Inklusi Keuangan Indonesia Masih Jomplang
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK). Hasil SNLIK tahun 2024 menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara, mengatakan hasil itu masih menunjukkan ketidakseimbangan antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
"Ada survei yang dilakukan oleh OJK bersama BPS bahwa indeks literasi keuangansekitar 65 persen dan inklusi keuangannya 75 persen. Kalau kita bagi per sektor jasa keuangannya itu kelihatan sekali jomplang," kata Mirza dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE It), di Gandaria City Mall, Jakarta Selatan, Rabu (6/11/2024).
OJK mencatat, literasi dan inklusi keuangan di sektor perbankan masih lebih baik dibandingkan sektor pasar modal dan asuransi yang masih sangat rendah. Pasalnya banyak masyarakat di Indonesia yang belum familiar dengan capital market.
"Jomplang bahwa yang perbankan tinggi sekali sedangkan yang instrumen yang tentang pasar modal tentang asuransi itu jauh di bawah, baik literasinya maupun inklusinya begitu. Sehingga kalau kita bicara tentang investasi kita bisa investasi di bank dan semua orang sudah tahu tentang deposito, tentang tabungan," ujarnya.
"Tapi kalau investasinya di capital market, di reksadana atau di obligasi, itu apalagi kalau di instrumen asuransi yang ada terlinked dengan investasi, ya rasanya inklusinya dan juga literasinya masih rendah sekali begitu," tambahnya.
Namun, terkait kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) ritel sudah cukup meluas, pasalnya banyak masyarakat Indonesia yang sudah teredukasi mengenai pemanfaatan SBN sebagai opsi menanamkan investasi.
SBN Ritel
Sebagai informasi, SBN ritel merupakan produk investasi yang diterbitkan dan dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia. SBN ritel tujuannya untuk memberi kesempatan untuk masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan negara.
"Kalau terkait dengan SBN retail ini edukasi dari teman-teman Kementerian Keuangan luar biasa. Saya rasa kepemilikan di SBN ritel sudah cukup meluas dari baik masyarakat yang berpendapatan tinggi maupun yang anak-anak muda. Karena SBN ritel bisa dibeli lewat HP kita juga bisa dibeli," ujarnya.
Oleh karena itu, OJK berkomitmen akan terus mengedukasi masyarakat mengenai sektor jasa keuangan pada berbagai aspek. Tujuannya agar literasi dan inklusi keuangan di dalam negeri seimbang.
"Kami di OJK selain terus mendorong terkait edukasi, edukasi terkait berbagai instrumen jasa keuangan, tapi juga kami selalu mengingatkan bahwa investasi itu, kalau kita bicara di luar tabungan dan deposito, investasi itu bisa untung, bisa rugi.Jadi harus paham tentang itu. Dan tugasnya dari lembaga sektor jasa keuangan untuk menjelaskan,untuk mengedukasi dengan baik," pungkasnya.