Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan penghapusan utang bagi nelayan telah resmi dikeluarkan oleh pemerintah lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Utang Macet kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Merespons hal tersebut, Ketua Umum Kesatuan Pelajar Pemuda dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Hendra Wiguna berharap implementasinya berjalan dengan baik dan tepat sasaran.
“Semoga berjalan dengan baik dan tepat sasaran, lebih dari itu kami berharap pemerintah menciptakan ekosistem usaha kelautan perikanan yang lebih baik kedepannya. Sehingga nelayan kecil dan pelaku usaha sektor kelautan perikanan makmur dan lebih banyak menyerap tenaga kerja," kata Hendra, Senin (11/11/2024).
Saat ini, Kata Hendra, infrastruktur usaha sektor kelautan perikanan dinilai belum memadai. Salah satunya terkait dengan kehadiran pelabuhan perikanan yang belum ada disetiap wilayah basis nelayan, sehingga sarana dan prasarana yang ada di pelabuhan perikanan tidak dapat dirasakan oleh semua nelayan. Mulai dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) hingga Stasiun Pengisian Bahan Bakar Untuk Nelayan (SPBUN).
“Peran pelabuhan perikanan ini penting, terutama terkait kehadiran sarana dan fasilitas TPI dan SPUBN serta ke administrasian kenelayanan. Sehingga nelayan bisa melelangkan ikannya dan mendapatkan harganya yang jauh lebih baik, ketimbang dijual langsung kepada tengkulak. Begitupun dengan SPBUN, kalau dekat dengan dengan sandar perahu nelayan tentu akan menekan ongkos operasional nelayan," jelas Hendra
Menurutnya, belum baiknya ekosistem usaha kelautan perikanan, disinyalir menjadi salah satu penyebab kelompok usaha atau koperasi nelayan mengalami kendala dalam pemenuhan kewajiban membayar utang. Oleh karena itu, Hendra berharap ada upaya-upaya perbaikan agar tidak terulang hal yang serupa.
Daya Ungkit Pertumbuhan
Selain itu, kurang baiknya ekosistem usaha di sektor kelautan perikanan ini dinilai menjadi salah satu faktor minimnya minat anak muda bekerja di sektor kelautan perikanan dalam negeri. Terutama terkait dengan pendapatan yang masih rendah, sehingga menjadikan pemuda lebih memilih bekerja di luar negeri atau di sektor lainnya.
“Sederhana saja, di negeri orang seperti korea selatan misalnya, pemuda kita yang menjadi nelayan disana bisa mendapatkan gaji bulanan sekitar 12 juta. Sementara di dalam negeri belum sampai segitu, alhasil banyak nelayan-nelayan muda terutama yang akhirnya menjadi awak kapal perikanan di luar negeri," ujarnya.
Sejalan dengan hal itu, menyayangkan akan hal tersebut, mengingat semestinya potensi sumber daya kelautan perikanan dan bonus demografi yang dimiliki oleh Indonesia ini menjadi dua hal yang semestinya menjadi daya ungkit pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat pesisir.
Sementara itu, Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat secara umum, 40% lebih pemuda yang bekerja di pedesaan mendapatkan penghasilan rendah, sedangkan di daerah perkotaan kurang dari seperempat pemuda bekerja berpenghasilan rendah. Begitupun data survei Bank Dunia dan S4YE di 18 negara (2023) menemukan fakta bahwa penghasilan generasi muda yang berprofesi sebagai nelayan dan pembudidaya jauh lebih rendah dibanding orang tuanya.
Dampak Perubahan Iklim
Hendra menilai fenomena ini mendorong adanya urbanisasi pemuda dari desa ke kota, sekaligus menyebabkan berkurangnya minat pemuda menjadi seorang nelayan. Seyogyanya, pemuda pesisir ini dapat diperankan sebaik mungkin dalam mendongkrak kondisi nelayan dan masyarakat pesisir dari persoalan kemiskinan.
“Kondisi ekosistem usaha kelautan perikanan yang belum begitu baik, kemudian sekarang dituntut untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim menjadikan nelayan kesulitan untuk tumbuh sejahtera," jelas Hendra.
Maka saat ini perlu upaya memperbaiki ekosistem usaha kelautan perikanan, sekaligus menyiapkan nelayan agar mampu beradaptasi dengan dampak perubahan iklim. Kata Hendra, hal ini perlu dilakukan agar nelayan kita jauh lebih siap untuk bekerja dan berusaha.
“Ditengah perubahan iklim yang semakin meningkatkan risiko bekerja di laut, perlu upaya peningkatan kemampuan adaptasi dan mitigasi bagi nelayan.”Terang Hendra.
Kemudian, Hendra menambahkan hal-hal lainnya yang dinilai mampu meningkatkan pendapatan nelayan. Pertama, perlu adanya upaya meningkatkan efisiensi kerja di sektor perikanan, terutama bagi nelayan.
“Kedua, membekali pemuda pesisir dengan keterampilan baik itu terkait dengan bekerja di laut maupun keterampilan berwirausaha. Sehingga baik di hulu maupun di hilir perikanan, ada pemuda-pemuda yang terampil. Alhasil, akan mendorong kemajuan sektor kelautan perikanan sekaligus meningkatkan minat keterlibatan pemuda di sektor perikanan kelautan," ujarnya.
Ruang Aspirasi Terbatas
Ketiga, adanya ruang bagi nelayan untuk memberikan aspirasi dan gagasan untuk perbaikan ekosistem usaha kelautan perikanan. Menurut Hendra, selama ini harapan nelayan belum sepenuhnya terakomodir, karena ruang aspirasinya masih terbatas. Terlebih sebagian pelabuhan perikanan yang ada hanya memerankan fungsi pengusahaan, tidak memerankan fungsi pemerintahnya.
“Kemudian, yang harus menjadi perhatian adalah tentang penegakan dan pengawasan ekosistem laut dan pesisir. Tujuannya agar wilayah penghidupan nelayan terjaga kelestarian dan peruntukannya, sehingga tidak ada kapal besar yang beroperasi di wilayah tangkap nelayan kecil misalnya, ataupun penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan," pungkas Hendra.