Pengguna Paylater Melonjak: Inklusi Keuangan atau Sinyal Krisis Kelas Menengah?

6 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede menilai, penggunaan layanan paylater di Indonesia mencerminkan adanya inovasi dalam produk keuangan yang memberikan alternatif pembiayaan bagi masyarakat, terutama di luar jalur kredit konvensional perbankan. 

Namun di sisi lain, lonjakan ini juga mengindikasikan potensi persoalan yang lebih dalam terkait daya beli dan kestabilan finansial masyarakat, khususnya kelas menengah.

“Saya pikir memang kalau kita bicara inovasi produk keuangan paylater ini kan juga menjadi salah satu inovasi produk keuangan lainnya selain kredit ataupun kredit konsumsi lainnya dan saya pikir paylater ini kan memberikan kemudahan,” kata Josua saat ditemui di kantor Permata Bank, Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Menurutnya, layanan paylater memang memberikan kemudahan akses bagi konsumen, memungkinkan mereka untuk menunda pembayaran dan memenuhi kebutuhan dengan cara yang lebih fleksibel. 

Meski demikian, penting untuk menelaah kembali tujuan penggunaan layanan ini, apakah digunakan untuk kebutuhan primer dan produktif atau sekadar konsumtif dan bersifat tersier. Kecenderungan ini menjadi penting karena dapat merefleksikan kondisi ekonomi riil masyarakat.

“Tentunya yang perlu kita lihat lagi latar belakang dari pengajuan paylater tersebut, apabila apakah itu ditujukan untuk pembiayaan yang konsumtif atau produktif ataukah memang untuk kebutuhan yang primerkah atau kebutuhan yang tersierkah,” ujarnya.

Pengaruh Penyusutan Kelas Menengah di Indonesia    

Kata Josua, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi penyusutan kelas menengah di Indonesia yang menjadi indikator menurunnya pendapatan riil. 

Situasi ini menyebabkan sebagian masyarakat terpaksa menggunakan tabungan untuk kebutuhan sehari-hari, suatu kondisi yang belakangan dikenal sebagai “makan tabungan.”

“Karena kalau kita bicara tren tadi yang saya sudah sampaikan bahwa tren kelas menengah masyarakat kita yang menyusut dalam kurang mungkin 5 tahun terakhir ini ini memberikan implikasi bahwa terdapat tendensi bahwa pendapatan riil masyarakat mengalami penurunan, sehingga mau gak mau masyarakat menggunakan tabungannya untuk menghidupi kehidupannya sehari-hari sehingga sudah kita kenal sebagai mantab “makan tabungan”,” jelasnya.

Kehadiran Paylater Pelarian Sementara  

Dalam konteks ini, menurut Josua, kehadiran paylater menjadi pelarian sementara bagi mereka yang mengalami tekanan ekonomi, termasuk kelompok yang terdampak pemutusan hubungan kerja di sektor padat karya.

 “Kalau kita bicara kelas menengah yang memang quote-unquote terpengaruh dengan adanya PHK di industri padat karya, kita perlu worry karena ada kecenderungan bahwa risiko kredit dari produk paylater tersebut itu pun juga akan bisa memburuk ke depannya,” pungkasnya.

Sebagai informasi, OJK mencatat, per Maret 2025 total utang masyarakat Indonesia lewat layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau yang lebih akrab disebut PayLater di sektor perbankan menyentuh angka Rp 22,78 triliun.

Read Entire Article
Bisnis | Football |