Liputan6.com, Jakarta Prabowo Subianto telah dilantik sebagai presiden kedelapan Indonesia pada 20 Oktober 2024, mengambil alih kendali ekonomi terbesar di Asia Tenggara menggantikan Presiden Joko Widodo. Jokowi, seperti yang dikenal luas sebagai presiden ke-7 telah berfokus pada pembangunan proyek infrastruktur di seluruh nusantara selama 10 tahun masa jabatannya.
Namun, ia juga mendukung pemrosesan mineral mentah Indonesia di dalam negeri hingga menjadi produk siap pakai. Industri hilir ini sering dipandang sebagai bentuk proteksionisme, yang mencerminkan cara pengusaha lokal di era Jokowi berbisnis dengan negara lain.
Dikutip melalui Channel News Asia, Senin (4/11/2024) Prabowo sebelumnya berkomitmen untuk melanjutkan program-program yang ada. Kini, perhatian tertuju pada bagaimana presiden yang baru akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam sektor infrastruktur, industri hilir, dan kerjasama internasional.
Sementara itu, Prabowo telah berjanji untuk melanjutkan program-program Jokowi sebelumnya. Analis berpendapat bahwa presiden yang akan datang mungkin memiliki fokus yang berbeda terkait proyek infrastruktur besar dibandingkan pendahulunya.
521 Proyek Infrastruktur
Menurut kementerian transportasi, Jokowi telah mengembangkan 521 proyek infrastruktur dalam sepuluh tahun terakhir, sehingga banyak yang menganggapnya sebagai sosok yang berfokus pada infrastruktur.
Sejak menjabat pada 2014, sejumlah 27 bandara baru telah dibangun, dan 55 jalur kereta api telah dirampungkan. Di akhir masa jabatan pertamanya pada Agustus 2019, Jokowi mengumumkan bahwa ibukota akan dipindahkan dari Jakarta yang tenggelam dan tercemar ke Kalimantan timur pada 2024.
Namun, pemerintah terpaksa menghentikan proyek ibukota baru ketika Indonesia—seperti sebagian besar dunia—terkena dampak pandemi COVID-19 pada awal 2020. Pembangunan Nusantara baru dimulai pada paruh kedua tahun 2022 ketika pandemi mulai mereda. Sementara itu, Jakarta tetap menjadi ibukota Indonesia karena IKN belum siap.
Lalu, Bagaimana Nasib Ibukota Baru Saat Presiden Baru?
Seorang ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho percaya bahwa Prabowo tidak akan terlalu fokus pada pengembangannya dibandingkan dengan Jokowi.
“Prabowo mungkin tidak ingin anggaran negara terbebani oleh IKN. Kita tahu hanya 15 triliun rupiah yang dialokasikan dari anggaran 2025 untuk itu (tahun depan),” kata Andry.
Hal itu menunjukkan penurunan tajam dari anggaran negara tahun ini, di mana pemerintah telah mengalokasikan Rp 44 triliun untuk pengembangan ibukota baru. Di sisi lain, Jokowi pada tahun 2023 meluncurkan Whoosh, kereta api cepat pertama di Asia Tenggara yang menghubungkan kota Jakarta dan Bandung. Jalur kereta yang sudah beroperasi ini merupakan bagian dari Inisiatif Belt and Road Initiative (BRI) China di Indonesia untuk menghubungkan Asia, Afrika, dan Eropa melalui jaringan darat dan laut guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sekitar Rp 71 triliun telah dialokasikan dari anggaran negara untuk program tersebut tahun depan. Prabowo juga menargetkan untuk membangun tiga juta rumah untuk masyarakat miskin setiap tahun. Lalu, Ia akan melakukan ini dengan melaksanakan program makanan gratis bagi pelajar di seluruh negeri, yang merupakan landasan utama kampanyenya saat ia mencalonkan diri dan diyakini sebagai program khasnya.
Kedua program ini bertujuan untuk mengatasi faktor-faktor yang menghambat pengembangan sumber daya manusia di negara ini—yakni stunting dan krisis perumahan. Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak akibat kurang gizi, infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi psikososial yang memadai.
Dari Pengolahan Mineral ke Pengamanan Pangan
Disamping Jokowi selama ini fokus pada pengolahan industri mineral negara, para analis percaya bahwa Prabowo justru akan memfokuskan perhatian pada pengolahan produk pertanian, perikanan, dan bioenergi.
Pengolahan (downstreaming) adalah proses di mana bahan mentah diproses secara domestik hingga menjadi produk akhir. Selama bertahun-tahun, Indonesia—sebuah kepulauan yang kaya akan sumber daya alam—hanya menjadi pengekspor bahan mentah dan pengimpor produk jadi.
Selama masa jabatannya, Jokowi mengubah hal ini dengan mengembangkan industri pengolahan untuk menciptakan produk bernilai lebih tinggi. Fokus utama dalam beberapa tahun terakhir adalah pada pengolahan nikel, mengingat Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, dengan pusat industri di Sulawesi dan Maluku Utara.
Nikel merupakan komponen penting untuk baterai kendaraan listrik (EV), dan Indonesia ingin menjadi pemain utama dalam industri EV. Jokowi juga berharap bahwa mineral lainnya—seperti tembaga, bauksit, dan timah—akan dikembangkan secara lokal menjadi produk bernilai lebih tinggi. Saat meresmikan pabrik pengolahan tembaga di Jawa Timur pada 23 September, Widodo menyatakan bahwa pemerintah berikutnya akan melanjutkan pengolahan mineral lainnya.
“Besok, kami juga akan meresmikan pabrik pengolahan bauksit yang akan memproduksi aluminium di Mempawah, Kalimantan Barat. Adapun yang lainnya, pemerintah baru pasti akan (meresmikannya),” kata Jokowi.
Kerja Sama Ekonomi Yang Menjelang Ke Luar
Sementara itu, para analis percaya bahwa dibandingkan dengan Jokowi yang sering dianggap sebagai presiden yang tertutup. Prabowo akan lebih terbuka untuk berkolaborasi dengan berbagai negara demi kepentingan ekonomi Indonesia.
Andry, yang merupakan kepala pusat industri, perdagangan, dan investasi di INDEF, mengatakan bahwa China akan menjadi mitra ekonomi utama, seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan pertama Prabowo ke negara tersebut setelah memenangkan pemilihan. Namun, Direktur CELIOS, Bhima Yudhistira menyatakan bahwa Prabowo tidak hanya akan bergantung pada China.
“Dia akan lebih terbuka (dibandingkan Jokowi) dan tidak hanya bergantung pada China karena Prabowo memiliki jaringan internasional, dan tampaknya dia suka menghadiri forum internasional, termasuk dengan negara-negara Timur Tengah dan dekat dengan Jepang,” kata Bhima.
Dia menambahkan bahwa Prabowo memiliki hubungan yang panjang dengan para pemimpin dari negara-negara tersebut mengingat latar belakang militernya serta pernah tumbuh di beberapa tempat secara internasional.
Bhima mengatakan bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia juga akan terus mendorong keanggotaan dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dan mungkin bahkan dalam kelompok negara-negara BRICS yang sedang berkembang.
Direktur eksekutif lembaga pemikir CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan bahwa Prabowo memiliki wawasan global dan kapasitas yang lebih luas dibandingkan presiden yang akan keluar.
“Prabowo akan melihat bagaimana Indonesia dapat berperan secara global, tidak hanya secara ekonomi tetapi juga geopolitik.” ujar Faisal.